"Masyarakat awam itu tahu, saya bertiga itu melakukan penelitian dan hasilnya sudah kami bukukan di buku Jokowi's White Paper. Jadi ini memang sudah rencana. Bukan kemudian kami gara-gara peristiwa ini terus kami bikin buku. Enggak. Karena kami tadinya mau publikasi ilmunya di jurnal internasional," ucapnya.
Sejatinya, hasil penelitian dibuat menjadi buku yang rencananya bakal dipublikasi di jurnal Internasional.
Buku itu sekaligus menjadi hak jawab mereka sebagai peneliti, hanya saja malah dilaporkan orang-orang tak jelas ke kepolisian.
"Ini hak jawab kami sebagai peneliti, tapi kemudian ada orang-orang yang tidak jelas. Legal standingnya apa. Jati dirinya juga tidak jelas. Kemudian melaporkan kami melakukan ujaran kebencian, hasutan dan sebagainya, itu sangat tidak masuk akal," tuturnya.
Menurut dr Tifa, seharusnya ada aktivis lain yang juga dijadwalkan diperiksa pada hari yang sama, yakni Rustam Effendi.
Namun, Rustam berhalangan hadir karena orang tuanya meninggal dunia.
"Pak Rustam tidak jadi hadir karena orang tuanya meninggal. Jadi hari ini saya sendiri. InsyaAllah besok Pak Rismon Sianipar (akan hadir)," ujarnya.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, turut hadir dan sempat mendampingi dr Tifa sebelum pemeriksaan.
Roy mengaku sedang menjalani pemeriksaan sebagai saksi ahli dalam kasus lain di lokasi yang sama.
"Saya mensupport sahabat saya, dr. Tifa. Semoga apa yang disarankan oleh Pak Alkatiri tadi bisa dijalankan dengan baik. Yang terpenting, dalam surat itu tertulis tanggal 22 Januari," kata Roy Suryo. (m31)
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp