Dokter Tifa datang sekira pukul 10.30 WIB didampingi kuasa hukumnya, Abdullah Alkatiri.
Mereka membawa buku berjudul Jokowi’s White Paper.
"Sebagai warga negara yang taat hukum, saya memenuhi panggilan dari Polda Metro Jaya sebagaimana teman-teman 12 aktivis lainnya. Hari ini jadwal saya, sesuai dengan surat panggilan yang saya terima," ujar dr. Tifa kepada wartawan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis.
Ia mempersoalkan surat panggilan terhadapnya lantaran ada keganjilan.
"Sebenarnya surat panggilan itu sendiri kan juga ganjil ya, karena surat panggilan itu kayak 2 gabung jadi 1," tuturnya.
"Itu kan ganjil sekali, pertama laporan polisi atas nama Joko Widodo, kedua laporan polisi atas nama beberapa orang," sambung dia.
Kasus yang dihadapinya tersebut, menurut Tifa terkesan ganjil lantaran dua laporan seolah digabung menjadi satu peristiwa.
Menurutnya laporan dari Joko Widodo dan laporan dari sejumlah orang, legal standingnya tidak jelas.
Laporan pertama dari Jokowi, katanya tentang delik aduan dinilai janggal.
Karena mantan orang nomor satu Indonesia itu tidak melaporkan orang, tetapi peristiwanya.
"Delik aduan itu kan orang yang dilaporkan, bukan peristiwanya saja. Jadi ini ketika diproses sama polisi, kita merasa aneh saja, kok diproses sih laporan polisi yang seperti itu," ujar Tifa.
"Saya difitnah, Pak. Saya dicemarkan nama baik. Sama siapa Pak? Saya nggak tahu. Pokoknya saya difitnah!'. Kan itu aneh, dari sisi laporan polisi saja sudah janggal sekali, tapi diproses," ujar dr Tifa.
Begitu juga, kata Tifa soal delik umum tentang penghasutan hingga ujaran kebencian yang dilaporkan orang tidak jelas tanpa legal standing yang dinilainya janggal.
Sebab, kata Tifa, laporan tersebut tak ada faktanya dengan apa yang dia lakukan.
Di mana dirinya bersama Roy Suryo dan Rismon Sianipar hanyalah melakukan sebuah penelitian saja tentang ijazah Jokowi.