WARTAKOTALIVE.COM - Komitmen Presiden RI Prabowo Subianto terhadap pemberantasan korupsi mulai dipertanyakan eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Eks penyidik KPK Praswad Nugraha sangsi dengan komitmen Prabowo Subianto yang ingin memberantas korupsi di Indonesia.
Pasalnya, narapidana korupsi KTP elektronik (E-KTP) Setya Novanto mendapatkan pembebasan bersyarat Sabtu (16/8/2025).
Managing Chairman Southeast Asia Anti-Corruption Syndicate (SEA-Actions) itu menilai bebasnya Setya Novanto ini merupakan kado menyakitkan bagi Indonesia yang baru saja merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-80 RI pada Minggu (17/8/2025).
SEA-Actions adalah organisasi anti-korupsi non-pemerintah yang dibentuk di Putrajaya International Convention Center, Malaysia pada 29 April 2025.
Organisasi ini fokus pada mendorong transparansi, akuntabilitas, dan integritas di seluruh Asia Tenggara
"Tentu saja ini adalah kado yang sangat menyakitkan untuk kita rakyat Indonesia semuanya," kata Praswad, dilansir dari Tribunnews.com Selasa (19/8/2025).
Atas dasar itulah, Praswad pun meminta Presiden Prabowo Subianto untuk bisa bertindak tegas mencegah upaya peringanan hukuman pada terpidana kasus korupsi.
Karena menurut Praswad, Presiden Prabowo adalah panglima pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Menghimbau pada Bapak Presiden kita Presiden Prabowo untuk segera turun tangan sebagai panglima tertinggi pemberantasan korupsi di Indonesia," terang Praswad.
Prabowo Subianto pun dinilai bisa melakukan berbagai upaya untuk mencegah pembebasan bersyarat untuk terpidana korupsi.
Di antaranya dengan mengubah aturan melalui Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres) soal penindakan korupsi atau membuat undang-undang baru untuk mencegah adanya upaya untuk meringankan hukuman para terpidana korupsi.
"Harus segera diambil tindakan tegas merubah PP, mengubah aturan, merubah Kepres. Ataupun bila perlu mengeluarkan undang-undang yang baru."
Sebab kata Praswad, segala celah akan digunakan koruptor untuk bebas dari hukuman.
"Yang bisa menghilangkan segala celah-celah penyelundupan hukum, yang bisa dilakukan, diupayakan oleh para (koruptor) untuk meringankan hukumannya," tegas Praswad.
Sebagai informasi Setya Novanto telah bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung setelah mendapatkan pembebasan bersyarat pada Sabtu (16/8/2025) kemarin.
Sebelumnya, pria yang kerap dipanggil Setnov ini mendapatkan vonis hukuman 12,5 tahun penjara dalam putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung, lebih rendah dari vonis awal 15 tahun.
Baca juga: Setya Novanto Dapat Bebas Bersyarat Karena Rajin Bertani
Vonis ini diberikan pada politisi Golkar itu karena ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi KTP Elektronik.
Setya Novanto disebut menerima 7,3 juta dollar AS dan sebuah jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dollar AS.
Tak hanya pidana badan, Setnov juga dijatuhi denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun demikian Setya Novanto bisa bebas bersyarat setelah menjalani hukuman kurang dari 8 tahun penjara sejak 2018.
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022, Bebas bersyarat atau parole merupakan mekanisme hukum di mana narapidana yang telah menjalani sebagian dari masa hukumannya.
Umumnya dua pertiga, dapat keluar dari penjara sebelum masa pidana berakhir penuh.
Namun, kebebasan ini bersifat kondisional, dengan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi sebagai syarat tetap berada di luar.
Pelanggaran terhadap syarat tersebut bisa menyebabkan pencabutan status bebas bersyarat dan kembalinya narapidana ke lapas untuk menyelesaikan sisa hukumannya.
Pembebasan bersyarat diberikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), setelah melalui proses pengajuan dan pertimbangan dari berbagai pihak.
(Wartakotalive.com/DES/Tribunnews.com)