Polemik Ijazah Jokowi

Eks Wakapolri: Komisioner KPUD Solo, DKI hingga KPU Pusat Bisa Dipidana Jika Ijazah Jokowi Palsu

Editor: Feryanto Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

POLEMIK IJAZAH- Mantan wakapolti Komjen (Purn) Oegroseno menyebut bahwa komisioner KPU Solo, DKI dan KPU Pusat bisa dipidanakan apabila ijazah Jokowi terbukti palsu

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Mantan Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen (Purn) Oegroseno menyebut bahwa akan ada dampak besar apabila ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi palsu.

Salah satu dampak besarnya, kata dia, adalah proses pencalonan Jokowi mulai dari wali kota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga presiden RI akan dianggap bermasalah.

Maka dari itu, dia menganggap bahwa isu soal ijazah sangat krusial.

Menurutnya, jika dalam pembuktiannya ijazah Jokowi palsu, maka seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari tingkat daerah dan pusat bisa ditersangkakan 

Komisioner KPU tersebut di antaranya KPU Solo, KPU Jakarta, dan KPU RI.

Pasalnya Jokowi pernah mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo pada tahun 2005 dan 2010. 

 Pada periode itu pun Jokowi terpilih menjadi Wali Kota Solo.

Baca juga: Silfester Matutina Divonis Sejak 2019 tapi Tak Dieksekusi, Mahfud MD Sindir Pihak Kejaksaan

Kemudian ayah dari Wakil Presiden Gibran ini mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 dan terpilih bersama dengan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Karier Jokowi di dunia politik kemudian semakin naik karena nyapres pada Pilpres 2014 serta 2019 dan kembali terpilih bersama dengan dua wakil berbeda yaitu Jusuf Kalla (JK) dan Ma'ruf Amin.

Eks Wakapolri Oegroseno menegaskan pelapor akan kesulitan untuk mentersangkakan Komisioner KPU Solo, KPU Jakarta, dan KPU pusat yang menjabat saat Jokowi mencalonkan diri menjadi kepala daerah maupun presiden jika dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 KUHP.

Namun, sambungnya, para komisioner KPU tersebut bisa mudah ditersangkakan ketika dilaporkan dengan Pasal 263 ayat 2 KUHP.

 Itu pun, kata Oegroseno, harus ada syarat terlebih dahulu yaitu pelapor harus bisa membuktikan ijazah Jokowi palsu.

"Jadi, dibuat bagaimana harus membuktikan ijazah (Jokowi palsu) itu dulu. Kalau (dilaporkan) dengan Pasal 263 ayat 1, sangat kesulitan dan sangat gaduh."

Baca juga: Dede Budhyarto Yakin Prabowo Tak Akan Beri Abolisi-Amnesti Jika Roy Suryo cs Tersangka Kasus Ijazah

"Jadi, harus dilaporkan Pasal 263 ayat 2, tersangkanya adalah KPU Solo, KPU Jakarta, dan KPU RI," katanya dikutip dari YouTube Refly Harun, Senin (4/8/2025).

Adapun bunyi dari kedua pasal tersebut yaitu:

Pasal 263 ayat 1:

"Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan dari sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-selamanya enam tahun."

Pasal 263 ayat 2:

"Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, banrangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian."

Oegroseno mengungkapkan jika ada komisioner KPU resmi menjadi tersangka, maka polisi juga dipastikan akan memanggil sosok yang menyerahkan ijazah Jokowi sebagai saksi.

"Karena dengan tersangka KPU, nanti ada yang dipanggil menjadi saksi, siapa yang menyerahkan ijazah itu untuk digunakan."

"Jadi pakai (sistem) back azimuth, jadi kita jangan dari start lagi, tapi dari titik dua atau tiga ini, nanti dari back azimuth baru nembak ke titik awal siapa yang menyerahkan (ijazah Jokowi) karena yang menyerahkan bisa juga bukan yang punya ijazah tapi setidaknya dia bisa menjadi saksi," katanya.

Oegroseno juga mengatakan penghentian penyelidikan oleh Bareskrim Polri terkait pelaporan dugaan ijazah Jokowi belum memiliki kepastian hukum.

Pasalnya, tahapan itu berbeda dengan penghentian penyidikan lewat terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Kalau SP2 lidik (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan) itu kan bukan SP3. Jadi kepastian hukumnya belum ada," katanya.

Sehingga, sambung Oegroseno, para pelapor ataupun pihak penyelidik masih terbuka untuk mencari novum atau bukti baru dalam kasus ini.

Namun, dia menilai dengan tahapan tersebut, maka proses hukum akan berjalan lebih lama. Alhasil, ia pun menyarankan agar pelapor segera membuat laporan baru ke Bareskrim Polri.

"Bagi saya, lebih bagus membuat laporan polisi baru tuduhan Pasal 263 ayat 2, terlapornya adalah komisioner KPU baik di Solo, Jakarta, maupun di pusat," ujarnya.

Bareskrim Hentikan Penyelidikan 

Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Raharjo Puro, mengumumkan diberhentikannya penyelidikan terkait laporan dugaan ijazah palsu Jokowi.

Djuhandhani mengungkapkan keputusan tersebut diumumkan setelah tim penyidik tidak menemukan unsur tindak pidana dalam perkara dugaan ijazah palsu Jokowi.

Selain itu, keputusan itu juga setelah adanya hasil uji laboratorium forensik (labfor) yang menyatakan ijazah Jokowi identik dengan pembanding rekan seangkatannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Dari proses pengaduan dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya," kata Djuhandhani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta pada 22 Mei 2025 lalu.

Djuhandhani menjelaskan, penyelidik mendapatkan dokumen asli ijazah Sarjana Kehutanan atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681 KT yang dikeluarkan pada tanggal 5 November 1985. 

Ijazah itu juga sudah diuji secara laboratorium berikut sampel pembanding dari tiga rekan seangkatan Jokowi. 

"Telah diuji secara laboratoris berikut sampel pembanding dari tiga rekan pada masa menempuh perkuliahan di Fakultas Kehutanan UGM meliputi bahan kertas, pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan milik dekan dan rektor dari peneliti tersebut, maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama," ungkap dia.

Bareskrim Serahkan Hasil Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi ke TPUA

Kepolisian Republik Indonesia melalui Biro Pengawas Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri telah menyerahkan hasil gelar perkara khusus terkait dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kepada pendumas, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan penyerahan tersebut. 

Ia menyatakan, kewenangan pengelolaan dan penyampaian hasil gelar perkara berada di tangan Biro Wassidik.

“Dalam proses arsip, dokumentasi yang sudah diselenggarakan pada beberapa waktu yang lalu dengan itu kewajiban dari Biro Wassidik Bareskrim Polri telah memberikan SP3D (Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Pengaduan)," ujar Trunoyudo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/8/2025).

Baca juga: Eks Ketua Dewan Guru Besar UGM Prof Koentjoro: Meski Jokowi Pembombong, Saya Yakini Ijazahnya Asli

Menurutnya, SP3D tersebut menandakan, proses penyelidikan telah ditindaklanjuti dan hasilnya disampaikan langsung kepada pelapor.

“Iya, kepada TPUA,” tambahnya.

Gelar perkara khusus itu telah digelar di Bareskrim Polri pada Rabu (9/7/2025). Hasilnya dituangkan dalam SP3D Nomor: 14657/VII/RES.7.5/2025/BARESKRIM, yang ditandatangani Karowassidik Bareskrim Polri Brigjen Sumarto pada 25 Juli 2025.

Surat itu menjelaskan, laporan dari TPUA, yang diwakili Prof. Eggi Sudjana, terkait dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen autentik, penyalahgunaan gelar akademik, dan pelanggaran terhadap Pasal 263, 264, dan 266 KUHP serta Pasal 68 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditangani Dittipidum Bareskrim Polri. 

Namun, berdasarkan hasil evaluasi, data dan bukti yang disampaikan pelapor dinilai sebagai data sekunder, bukan data primer. Atas dasar itu, penyelidikan dihentikan karena dinilai tidak memenuhi unsur pidana.

Gelar perkara khusus merupakan mekanisme evaluasi internal Polri untuk kasus yang sensitif, kompleks, atau menyangkut kepentingan publik. 

Beda dari gelar perkara biasa, proses ini sering melibatkan pengawasan eksternal seperti Kompolnas atau Ombudsman, serta menghadirkan ahli independen, pelapor, dan terlapor. 

Jokowi Tertawa Disebut Dapat Keuntungan dari Isu Ijazah Palsu

Sebelumnya, sejumlah pihak menyebut dengan adanya isu ijazah palsu ini Mantan Presiden Joko Widodo bisa mendapatkan keuntungan.

Jokowi pun justru menanggapinya dengan gelak tawa.

Ia pun meminta agar kegaduhan ijazah palsu dihentikan agar tak menguntungkan dirinya.

“Oleh sebab itu jangan gaduh (disebut diuntungkan terkait kegaduhan ijazah). Kalau gaduh terus ada yang merasakan itu keuntungan bagi saya ya jangan gaduh nanti ndak saya diuntungkan,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (1/8/2025).

Dengan adanya isu ini, nama Jokowi kembali santer diberitakan setelah ia tak lagi menjabat sebagai presiden.

Jokowi pun menanggapi santai anggapan ini.

“Kalau nggak gaduh adem ayem ya saya dirugikan. Kalau pada senang masih diuntungkan buatlah gaduh,” jelasnya.

Terakhir Jokowi ikut diperiksa sebagai saksi di Mapolresta Solo, Rabu (23/702025) oleh tim penyidik Polda Metro Jaya.

Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyelidikan kasus pencemaran nama baik tuduhan ijazah palsu yang ia laporkan.

Setidaknya 3 jam jokowi diperiksa dengan dicecar sekitar 45 pertanyaan.

Termasuk salah satu di antaranya mengenai Politisi PSI Dian Sandi Utama yang mengunggah foto ijazah miliknya. Jokowi menegaskan tidak pernah meminta Dian Sandi untuk memposting foto ijazah tersebut.

Selain itu Jokowi juga menjelaskan dalam penyidikan bahwa Kasmujo merupakan dosen pembimbing akademiknya.

 

Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com

Berita Terkini