WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR -- Partai Amanat Nasional (PAN) merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas presidential threshold 20 persen.
Wakil Ketua Umum PAN, Yandri Susanto menjelaskan, bahwa partainya menghormati dengan adanya putusan MK tersebut.
"Kalau putusan MK baru diputuskan kemaren itu memang pasti final dan mengikat, kita hormati tentu nanti pembuat undang-undang akan menyadur hasil putusan MK itu, artinya tahun 2029 insyaallah itu akan berlaku, jadi PAN sangat menghormati," katanya di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Jumat (3/1/2025).
Saat ditanya apakah PAN akan menyaring kader-kader potensial untuk diusung di Pilpres 2029 pasca putusan MK, Yandri menyebut partainya masih setia dengan Ketua Umum Gerindra sekaligus Presiden RI Prabowo Subianto.
"Kita masih setia sama Pak Prabowo sampe sekarang yang paling setia sama pak Prabowo kan PAN tiga kali dukung," tuturnya.
"Pak Prabowo masih yang terbaik lah," tandasnya.
Baca juga: MK Hapus Ambang Batas Pencapresan, Cak Imin Belum Tentu Maju di Pilpres 2029 karena Trauma Kalah
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.
Baca juga: PDIP dulu Setuju PPN Jadi 12 Persen, Faisol Riza: Ajukan Judicial Review ke MK saja jika Keberatan