Pasalnya, Ninik memandang jika kehadiran AI merupakan ancaman serius yang dapat memengaruhi daya pikir dan kritis seseorang, tak terkecuali di kalangan para jurnalis.
Penggunaan AI bisa saja menyebabkan tayangnya informasi yang salah.
Bahkan bisa saja, hasil yang ditampilkan AI justru mengadopsi berbagai propaganda dan informasi-informasi yang manipulatif.
"Dan itulah yang media, perusahaan pers harus betul-betul menyediakan porsi yang cukup untuk para jurnalisnya," kata Ninik.
"Jadi akurasi bukan hanya di jurnalis dan pemred (pimpinan redaksi) ya, tapi juga perusahaannya harus menyediakan. Karena kalau alat perangkatnya enggak disediakan, ya mereka bisa apa," imbuhnya.
Oleh karena itu, Ninik menyampaikan jika pihaknya akan melakukan fungsi pengawasannya terhadap pemberitaan-pemberitaan yang terindikasi AI.
Apabila suatu berita mengandung kesalahan, maka sanksi yang diberikan akan sesuai dengan kode etik jurnalistik yang ada.
"Kalau melakukan pelanggaran, dia harus memberikan hak jawab dan lain-lain. Tapi kalau itu 'nyomot' (mengambil berita orang lain), terkait dengan Undang-Undang ITE misalnya ya, tidak terkait dengan karya jurnalistik, ya kembali ke pidana," pungkas dia. (m40)
Baca Wartakotalive.comberita lainnya di Google News
Dapatkan informasi lain dari WartaKotaLive.Com lewat WhatsApp : di sini