WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar) mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan atas penetapan tersangka Pegi Setiawan sebagai pelaku pembunuhan Vina, Senin (8/7/2024).
Hakim tunggal Eman Sulaiman dalam putusannya mengabulkan seluruh permohonan tim kuasa hukum Pegi Setiawan.
Ini berarti Pegi Setiawan bebas karena penetapannya sebagai tersangka pembunuhan Vina Cirebon tidak sah dan batal demi hukum.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan bebasnya Pegi tidak berarti masalah sudah tuntas.
"Pegi bebas. Masalah belum tuntas," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Senin (8/7/2024).
Menurutnya ada beberapa hal yang terkait dengan putusan PN Bandung atas putusan mengabulkan gugatan Pegi Setiawan.
Baca juga: BREAKING NEWS: PN Bandung Putuskan Penetapan Tersangka Pegi Setiawan Tidak Sah dan Batal Demi Hukum
"Pertama, Aep perlu diproses hukum. Keterangannya, sebagaimana perspektif saya selama ini, adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta. Persoalannya, keterangan palsu (false confession) Aep itu datang dari mana? Dari dirinya sendiri ataukah dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah pihak itu?" kata Reza.
Kedua, kata Reza, saksi Sudirman, yang terindikasi memiliki perbedaan dari sisi intelektualitas, boleh jadi tergolong sebagai individu dengan suggestibility tinggi.
"Dengan kondisi tersebut, Sudirman sesungguhnya sosok rapuh. Ingatannya, perkataannya, cara berpikirnya bisa berdampak kontraproduktif bahkan destruktif bagi proses penegakan hukum. Perlu pendampingan yang bisa menetralisasi segala bentuk pengaruh eksternal yang dapat "menyalahgunakan" saksi dengan keunikan seperti Sudirman," ujarnya.
Ketiga, lanjut Reza, patahnya narasi Polda Jabar bahwa Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana.
"Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?" paparnya.
Keempat, kata Reza, selama ini pembahasan tentang kerja scientific Polda Jabar sebatas terkait DNA, CCTV, dan otopsi mayat.
"Sambil terus mendorong eksaminasi terhadap scientific investigation Polda Jabar pada 2016, saya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat. Yakni, bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016," katanya.
Termasuk, kata Reza komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang ia kenal.
"Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagi: siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa," katanya.