Ia berujar jika pemerintah berniat menghilangkan tuna wisma, masyarakatpun punya niat sama.
Namun mekanismenya harus adil.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Iuran Tapera Disebut Bisa Menimbulkan Kemiskinan Baru
"Jang jadi beban baru bagi masyarakat, apalagi dengan masyarakat dengan penghasilan rendah. Ini akan bertentangan terus dengan prinsip keadilan yang diharapkan masyarakat," katanya.
Baidul mengatakan pemerintah agak ceroboh dalam pengelolaan anggaran publik.
Ia menyinggung kelemahan pemerintah akan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran publik. Sebagai contoh ia menyebut pengelolaan dana umat naik haji.
Dengan mewajibkan Tapera, kecurigaan mengarah pada ketidakmampuan pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan target-target pembangunan yang ditetapkan.
"Mereka kemudian memilih jalan pintas paling mudah dengan mengumpulkan dana publik. Kalau dilihat mekanismenya mengarah ke sana," ujarnya.
"Jangan kemudian pemerintah terus membebani masyarakat. Mensejahterakannya belum tapi terus membebani," sambungnya.
Ia meminta agar pemerintah lebih dulu memperbaiki mekanisme pengelolaan dana publik, terutama transparansi dan akuntabilitas guna dipercaya masyarakat.
Baca juga: Respon Menteri Basuki Soal Pemotongan Gaji Pekerja untuk Iuran Tapera
Pemerintah pun diminta sadar diri.
"Jangan terus membebani masyarakat atas dasar kesejahteraan sementara pada hakekatnya membebani. Karena banyak pengusaha juga menolak termasuk pekerjanya," katanya.
Penolakan dari masyarakat diduga gegara beban pekerja yang terlalu berat dengan banyaknya pungutan iuran meskipun iuaran tersebut akan kembali ke individu masing-masing.
Namun, UMR yang pas-pasan membuat berat masyarakat.
Ia juga berharap agar pemerintah tidak menganggap enteng hal tersebut.
"Kalau dari sisi kami harus ada mekanisme yang baik dari sisi pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel," ujarnya.
Perwakilan pekerja dari swasta yaitu Deni Zainudin kepada Wartakotalive.com mengatakan tidak setuju dengan kewajiban membayar iuran Tapera.
Menurutnya, gaji yang ia terima akan terpotong banyak untuk iuran.
Selama ini gajinya telah terpotong pada BPJS kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, cicilan rumah dan lainnya.
"Kalau terpotong lagi untuk iuran, habis dong gaji bulanan. Lagi pula saya sudah punya rumah, masa harus bayar lagi. Ini tanpa sosialisasi tau-taunya langsung iuran wajib," katanya.
Hal senada diutarakan pekerja lain bernama Adit Prabowo. Adit merasa iuran tersebut belum tepat dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
Menurutnya, perekonomian belum sepenuhnya pulih pasca Covid-19.
"Apalagi saya lagi fokus menabung untuk biaya nikah, uang tersebut bagi saya penting untuk melengkapi target-target yang sudah saya rencanakan. Ini pun saya sudah menghemat loh," tutupnya.
Baca Wartakotalive.com berita lainnya di Google News
Dapatkan informasi lain dari WartaKotaLive.Com