Berita Nasional

Pesan Serius Megawati untuk MK: Tidak Ada yang Bisa Halangi Fajar Menyising di Ufuk Timur

Editor: Rusna Djanur Buana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri Megawati kirim pesan serius ke MK melalui tulisannya di Harian Kompas. Tidak ada yang bisa hentikan fajar menyingsing di ufuk timur.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Prof Hamid Awaluddin menilai Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri sedang mengirim pesan moral kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Pesan moral itu disampaikan oleh Megawati melalui tulisannya yang dimuat di Harian Kompas pada Senin (8/4/2024) dengan judul "Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi."

Dalam tulisan itu Megawati menyebut tidak ada kekuatan apapun yang bisa menghentikan fajar menyingsing dari ufuk timur.

Megawati ingin menyampaikan bahwa tidak ada yang bisa menghalangi munculnya sebuah kebenaran.

Hamid Awaluddin melihat, di dalam artikel itu Megawati sangat berharap supaya MK bisa melihat dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 dari sisi lain.

Mahkamah Konstitusi jangan sampai terjebak dengan persoalan statistik dalam menangani sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Baca juga: Noel Tuding Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Jadi Penghambat Pertemuan Prabowo dengan Megawati

"Saya melihat secara positif bahwa Megawati mengharapkan Mahkamah Konstitusi itu dalam memutuskan perkara yang disengketakan sekarang ini, hasil Pemilu, tidak hanya berkutat pada angka-angka statistik.

Berapa jumlah TPS yang tidak menyelenggarakan secara baik, tapi juga harus melihat prosesnya," kata Hamid dikutip Kompas.com  dari kanal YouTube Kompas TV,  di Program Kompas Petang, Selasa (9/4/2024).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu juga mengutip kata-kata soal voting behaviour atau tingkah laku pemilih yang ditentukan oleh social expenditure atau alokasi bantuan buat masyarakat dari pemerintah yang disampaikan Megawati dalam artikel opini.

"Dalam konteks ini secara spesifik beliau memberi contoh adalah bantuan sosial yang bisa mempengaruhi pilihan seseorang," ujar Hamid.

Hamid juga menilai artikel itu memperlihatkan ada sesuatu yang menggelitik hati nurani dan pemikiran Megawati.

Sedangkan kalimat "Tidak ada kekuatan yang bisa menghalangi fajar menyingsing di ufuk timur" dalam artikel opini Megawati dianggap merupakan pernyataan tidak ada satu pihak pun yang bisa menyembunyikan kebenaran.

"Maknanya adalah kebenaran itu akan terkuak. Jangan paksakan menyembunyikan kebenaran karena kebenaran yang diidentifikasi sebagai fajar itu tetap akan muncul.

Baca juga: Pilih Bungkam Saat Ditanya Upaya Jokowi Dongkel Megawati, Puan: Met Lebaran ya

Hukum alam adalah fajar menyingsing di ufuk timur," ucap Hamid.

Sebelumnya diberitakan, Megawati menyinggung sejumlah hal terkait politik terkini melalui artikel opini yang diterbitkan Harian Kompas.

Dalam atribusi pada artikel, Megawati menyebut dirinya sebagai "seorang Warga Negara Indonesia."

Menurut Megawati, hakim Mahkamah Konstitusi mesti bersikap negarawan karena bertanggung jawab terhadap terciptanya keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama.

Megawati menyatakan, keadilan dalam perspektif ideologis harus dijabarkan ke dalam supremasi hukum.

Budaya hukum, tertib hukum, institusionalisasi lembaga penegak hukum, dan keteladanan aparat penegak hukum menjadi satu kesatuan supremasi hukum.

"Sumpah presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dari supremasi hukum.

Namun, bagi hakim Mahkamah Konstitusi, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden," tulis Megawati.

Baca juga: Hasto Ungkap Jokowi Ingin Ambil Alih Posisi Ketua Umum PDIP Megawati melalui Menteri Power Full

Dalam tulisan opini itu Megawati juga menyampaikan presiden adalah pihak yang wajib bertanggung jawab mempraktikkan etika dalam bernegara.

"Presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar.

Karena itulah penguasa eksekutif tertinggi tersebut dituntut standar dan tanggung jawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta," imbuh Presiden kelima RI ini.

Megawati juga menyatakan Presiden berdiri di atas semua golongan dan bertanggung jawab atas keselamatan seluruh bangsa dan negara.

"Segala kesan yang menunjukkan bahwa presiden memperjuangkan kepentingan sendiri atau keluarganya adalah fatal. Sebab presiden adalah milik semua rakyat Indonesia," ucap Megawati.

Megawati mengatakan, pengerahan aparatur negara dalam Pemilu buat kepentingan pihak tertentu terjadi sejak 1971.

Praktik itu, kata Megawati, berlangsung sampai 2024 yang menurutnya puncak evolusi kecurangan.

"Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM)," ujar Megawati.

Baca juga: Dapat Info dari Orang Dalam, Hasto: Gerindra Memang Dijatah Juara Tiga di Pileg 2024

Dia menyampaikan, dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 juga diwarnai dengan motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan Presiden.

"Nepotisme ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem pemilu ketika Presiden masih menjabat dan ada kepentingan subyektif bagi kerabatnya," kata Megawati.

Megawati juga mengingatkan supaya para Hakim Konstitusi yang menangani sengketa hasil Pilpres 2024 selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.

"Oleh karena itulah, belajar dari putusan Perkara Nomor 90 di Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial, saya mendorong dengan segala hormat kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar sadar dan insaf untuk tidak mengulangi hal tersebut," papar Megawati.

Berita Terkini