Kemudian, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dan Kepala Keberlanjutan Coca Cola Euro-Pacific Partners Indonesia (CCEPI), Natasha Gabriella.
Dalam presentasinya, Edo Mahendra berbagi wawasan mengenai inisiatif ini.
Fungsi utama mereka sebagai lembaga kolaboratif yang terdiri dari berbagai tokoh kunci dari beberapa kementerian adalah untuk mempercepat pengembangan transisi energi di Indonesia.
"Hal ini akan mencakup debottlenecking berbagai tantangan yang dihadapi dalam transisi energi dan memfasilitasi inisiatif bisnis dan publik dalam meningkatkan transisi energi di Indonesia," ungkap Edo.
"Dua produk utama yang akan terlihat dalam waktu dekat dari inisiatif ini adalah pengembangan Indonesia Energy Transition (IET) Channel dan Energy Transition Hub. Kedua platform ini diharapkan memiliki fungsi penting dalam mempercepat program transisi energi di Indonesia dan kolaborasi antar sektor dan pemangku kepentingan," bebernya.
Sejalan dengan inisiatif nasional di atas, Kadin Indonesia, sebagai asosiasi bisnis terbesar di Indonesia, juga telah membentuk Gugus Tugas Transisi Energi.
Untuk mendukung strategi nasional tersebut, Anthony Utomo mengatakan Satgas Transisi Energi Kadin memiliki tiga pilar utama dalam transisi pengembangan ekosistem industri hijau rendah karbon di Indonesia.
Antara lain, Inisiatif Pengembangan Industri Hijau (Green Industrial Development Initiative/GIDI), Manufaktur Energi Terbarukan (Renewable Energy
Manufacturing/REM), dan Energi Terdistribusi.
"Target utama kami adalah untuk mencapai valuasi pasar industri hijau sebesar USD 10,3 juta pada tahun 2050," jelas Anthony.
Pentingnya transisi energi dan dekarbonisasi industri juga digaris bawahi oleh Fabby Tumiwa, sebagai perwakilan dari salah satu lembaga non-pemerintah yang berada di garis depan dalam berbagai inisiatif dekarbonisasi dan transisi energi.
Terlepas dari berbagai tantangan yang dihadapi lembaganya, Fabby menekankan dekarbonisasi industri dan transisi energi juga akan memberikan banyak manfaat bagi negara.
Di antaranya peluang penghematan biaya energi sekitar 9-30 % , penciptaan target pasar baru dan peningkatan daya saing produk, potensi penghematan pajak karbon sebesar Rp 30.000 per ton CO2eq.
Selanjutnya, penciptaan hingga 3 juta lapangan kerja hijau, peningkatan kualitas lingkungan dan keanekaragaman hayati, serta pengurangan kebutuhan subsidi kesehatan.
Sepakat akan pentingnya transisi energi, Kepala Keberlanjutan Coca Cola Euro-Pacific Partners Indonesia (CCEPI), Natasha Gabriella menyampaikan pihaknya telah mengambil langkah lebih jauh dalam mencapai net nol energi di industri.
Natasha mengatakan bahwa CCEPI memiliki target yang sangat optimis untuk mencapai 100 % energi terbarukan di seluruh pasarnya pada tahun
2030 dan juga mencapai net zero emission (Scope 1,2,3) pada tahun 2040.
Sebagai realisasi dari target tersebut, CCEPI telah menginvestasikan sekitar Rp 94 miliar untuk mengembangkan PLTS atap gedung terbesar di Asia Tenggara dengan pembangkit energi surya bersih hingga 9,6 GWh.
"Energi ini menggerakkan pabrik dan mengurangi emisi hingga 8000 ton CO2eq per tahun," ungkapnya.
Baca Berita WARTAKOTALIVE.COM lainnya di Google News