Membandingkan program andalan 02 dengan makan siang gratis di negara-negara lain. Sebuah riset mini.
Perhitungan suara belum usai. Namun, bagi pemerintah saat ini tampaknya pemenangnya sudah pasti. Menteri Agraria dan Tata Ruang yang baru dilantik, Agus Harimurti Yudhoyono sudah menyebut bahwa program makan siang gratis sudah dibahas dalam rapat bersama Bappenas. Pembahasan RAPBN 2025 juga sudah menghitung program makan siang gratis dan memperkirakan deficit 2,8 persen PDB tahun depan.
“Makan Siang Gratis dan Susu Gratis,” menjadi program andalan Prabowo-Gibran. Program ini jauh lebih mudah diingat ketimbang gagasan keadilan yang disampaikan AMIN, atau pun digitalisasi satu data Ganjar-Mahfud.
Dalam situs resminya, Prabowo-Gibran menyebut bahwa program makan siang gratis dan susu gratis bakal diberikan kepada 82,9 juta penduduk di Indonesia pada 2029. Rinciannya untuk 30 juta anak Pra SD, 24 juta siswa SD, 9,8 juta murid SMP dan 10,2 juta pelajar SMA dan SMK. Angka itu juga mencakup 4,3 juta santri dan 4,4 juta ibu hamil.
Masih dalam situs resminya, program andalan ini diharapkan dapat mengatasi stunting, memperbaiki gizi dan meningkatkan kesehatan ibu hamil. Sejumlah media massa menulis bahwa program serupa telah diterapkan di berbagai negara dari mulai Amerika Serikat, Inggris, India, Brazil, Swedia hingga Finlandia.
Baca juga: Selama Bulan Ramadan, Usaha Kuliner di Tangerang Selatan Diwajibkan Pakai Kain Penutup
Saya melakukan riset mini tentang bagaimana program ini diterapkan di tiga negara lain: India, Brazil, serta Finlandia.
INDIA
Program makan siang gratis di India (atau dikenal dengan nama skema PM-POSHAN—sebelumnya skema midday meal) diberikan untuk 120 juta anak sekolah di 1,27 sekolah. Di hari sekolah, anak-anak ini memperoleh makan siang gratis dalam kondisi matang. Program makan siang gratis di India merupakan yang terbesar di dunia.
Program ini pertama kali diterapkan di kota Puducherry pada 1930. Program ini diadopsi secraa nasional pada 1995, namun program ini baru diwajibkan di semua negara bagian pada 2022.
Economic & Political Weekly pada 2003 menulis program ini menarik anak-anak, terutama anak perempuan dari kasta dalit—kasta terendah di India, ke sekolah. Program ini, menurut media yang berbasis di Mumbai itu, memberikan manfaat gizi. Pendapat senada juga diungkap sejumlah ekonom.
Akan tetapi kritik untuk program ini juga tak sedikit. Program ini mendiskriminasikan penyajian makanan terhadap kasta yang berbeda. Pada 2015, The Economist menulis sebanyak 30?ri anak-anak di India masih kekurangan berat badan.
Di India, makan siang untuk siswa seringkali dimasak di atas tungku kayu di pojok halaman sekolah. Jika ada dapur, biasanya berukuran kecil, kosong dan tidak higienis. Ada beberapa kasus anak-anak yang sakit karena makan siang terkontaminasi serangga dan kerikil.
Banyak sekolah bahkan tidak memiliki ruangan untuk menyimpan bahan makanan sekolah. Insiden tragis pernah terjadi di negara bagian Bihar pada 2013 ketika 23 anak meninggal usai makan siang. Belakangan diketahui makanan tersebut terkontaminasi pestisida. Kepala sekolah menyimpan bahan makanan sekolah di rumahnya, tepat di sebelah peralatan pertanian.
Baca juga: Piala Asia Wanita U-17 2024: Indonesia Tantang Korsel, Korut, dan Filipina
Namun, yang membuat tingkat kesukesan program ini dipertanyakan adalah masih tingginya indeks kelaparan global di India. Pada 2000—lima tahun setelah program diadopsi secara nasional— India merupakan negara dengan indeks kelaparan 38,4 (mengkhawatirkan). Pada 2023, India memiliki indeks kelaparan 28,7. Meski menurun, angka ini menunjukkan bahwa indeks kelaparan di India masih sangat tinggi (serius).
Ironisnya, India merupakan lumbung padi dunia. India menyuplai sepertiga kebutuhan beras dunia. Tetapi rakyatnya sendiri justru mengalami kelaparan ekstrem.
BRAZIL
Program makan siang gratis di sekolah (PNAE) Brazil sudah dimulai sejak 1955. Mulanya untuk mengatasi kelaparan dan meningkatkan kedatangan anak-anak ke sekolah. Setelah bertahun-tahun program ini mengalami perombakan, kini program ini merupakan salah satu cerita sukses dari negara di Amerika Selatan ini.
Setiap hari sekolah, negara memberi makan 42 juta anak. Targetnya bukan hanya mengurangi kelaparan dan kekurangan gizi pada anak, tetapi juga mengubah sudut pandang anak-anak terhadap makanan.
Di Brazil, angka malnutrisi dan obesitas sangat tinggi. Itu sebabnya, gizi dan protein benar-benar terukur dalam setiap porsi makan siang yang disediakan. Setidaknya ada 8.000 nutrisionis yang terlibat dalam pelaksanaan program ini.
Gula dan kue-kue dicoret dari menu makan siang. Dapur sekolah dirancang layaknya restoran mewah, terletak di tengah ruangan utama. Aktivitas memasak bisa disaksikan. Ada juru masak kepala, dan asisten-asistennya yang bekerja khusus memotong, membersihkan dan seterusnya.
Baca juga: PSSI Tunggu Kedatangan Ragnar Oratmangoen, Thom Haye, dan Maarten Paes untuk Diambil Sumpah Jadi WNI
Sekolah juga memiliki kebun sendiri, tempat anak-anak menanam, mengurus dan memanen sayur mayur yang akan diolah di dapur sekolah. Di Brazil, masih ada anak-anak yang hanya mengenal sayuran dari supermarket, tetapi tidak memahami bagaimana sayur tumbuh. Proses berkebun ini diharapkan dapat mengubah sudut pandang dan hubungan anak-anak dengan makanan mereka sekaligus pengetahuan tentang gizi.
Brazil mengharuskan 30?han makanan sekolah bersumber dari pertanian keluarga Kebijakan ini membantu empat juta petani kecil dan mendorong pembangunan desa. Pada 2020, Brazil menghabiskan US$ 872,6 juta per tahun (Rp 13 triliun berdasarkan kurs Maret 2024) untuk menjalankan program ini.
FINLANDIA
Dalam buku 100 Inovasi Sosial dari Finlandia (Gramedia, 2023), Kirsi Lindroos, Dirjen Pendidikan Finlandia 2003-2007 menulis dalam segmen “Makanan Sekolah Gratis,” bahwa negeri ini merupakan yang pertama menerapkan Undang-Undang tentang makanan sekolah gratis untuk semua siswa pada 1943.
Lima tahun kemudian, semua sekolah di negeri ini menyediakan makanan gratis kepada siswanya dan bertahan hingga kini. Tujuannya untuk kesehatan siswa dan kesejahteraan komunitas sekolah. Selain makanan, negeri ini memberikan perhatian pada lingkungan makan yang bersih, menyenangkan dan tidak tergesar-gesa.
Makanan yang disediakan termauk hidangan hangat, salad, sayuran parut atau buah, sayuran segar, roti, margarin dan minuman. Variasi nasional, lokal dan musiman diperhitungkan dalam menu bersama siswa, staf dan orang tua. Kesuksesan program ini di Finlandia boleh jadi karena jumlah siswanya tak sebanyak negara-negara berkembang. Saat ini sekitar 900 ribu anak dan remaja menikmati makanan sekolah gratis setiap hari.
Bagaimana dengan progam makan siang gratis di Indonesia, sejauh ini?
Hingga 5 Maret 2024, pembicaraan belum menyentuh ranah-ranah yang esensial seperti sejauh mana program melibatkan petani lokal, siswa dan sekolah. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto misalnya menyebut bahwa jatah Rp 20 ribu per anak, yang terdiri dari Rp 15 ribu untuk makan siang dan Rp 5 ribu untuk susu.
Budiman Soejatmiko menyebut bakal dibentuk kementerian koordinator yang membawahi lima kementerian untuk menangani urusan perut ini. Sejak masa kampanye, anggaran program ini diperkirakan membutuhkan Rp 450 triliun per tahun untuk menjangkau 82,9 juta penerima. Tapi dari mana asal usul pendanaan masih buram.
Sebelumnya, Eddy Soeparno sempat menyebut bahwa anggaran untuk makan siang gratis ini akan diambil dari subsidi energi (subsidi BBM dan subsidi elpiji). Bank Dunia memang pernah menulis bahwa subsidi energi di Indonesia tak tepat sasaran.
Bloomberg Technoz mengulas bahwa alih subsidi energi menjadi anggaran untuk makan siang gratis bakal membuat APBN membengkak. Jika subsidi energi dicabut, biaya logistik akan membengkak. Harga barang dan jasa apapun akan naik, inflasi akan terjadi dan daya beli masyarakat melemah.
Selama masa kampanye sendiri, Prabowo pernah menyebut bahwa anggaran untuk program makan siang dan susu gratis itu dapat berasal dari alokasi dana pendidikan (pada 2024 mencapai Rp 665 triliun) dan dana perlindungan sosial (Rp 496,8 triliun). Mengutip CNBC Indonesia, dia menyebut, “Saya tanya, apakah memberi makan anak-anak sekolah tidak termasuk bidang pendidikan?”
Baca juga: PSSI Tunggu Kedatangan Ragnar Oratmangoen, Thom Haye, dan Maarten Paes untuk Diambil Sumpah Jadi WNI
Sejumlah organisasi guru sudah menentang program ini jika diambil dari dana Bantuan Operasi Sekolah (BOS) yang dirintis sejak zaman SBY. Dana BOS membantu operasional sekolah-sekolah di Indonesia, antara lain untuk membayar gaji guru honorer.
Jika benar anggaran bakal bersumber dari dua pos tersebut, Selamat tinggal Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT/Kartu Sembako), Program Indonesia Pintar, Bantuan Pangan Beras, dst… Penerima PKH yang memilih pasangan 02 pasti akan kecewa. Berharap dapat makanan gratis, malah jatah bansos berkurang.
Satu Kahkonen, perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste menyebut Indonesia harus hati-hati dalam melaksanakan program ini, terutama terkait pembiayaan. Wajar bila Satu mengingatkan. Kalau sumber anggaran untuk program ini tak ada, ujung-ujungnya surat utang bakal kembali diterbitkan. Padahal untuk tahun 2024 saja, beban pembayaran utang Indonesia saja mencapai Rp 3,2 triliun per hari.
Dalam rapat Bappenas terakhir, pemerintah menghitung anggaran untuk program makan siang dan susu gratis pada 2025 yaitu sebesar Rp 185,2 triliun—jumlahnya jauh lebih kecil dari angka Rp 450 triliun yang digadang-gadang selama masa kampanye.
Namun jika memprioritaskan program di kuadran kedua—193 wilayah dengan stunting tinggi dan kemiskinan tinggi, dana yang dibutuhkan sekitar Rp 41,5 triliun. Masalahnya, daerah-daerah ini (NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, Papua Barat) terkenal sulit dijangkau. Lokasi stunting dan kemiskinan tertinggi biasanya terpencil, jauh dari akses infrastruktur. Puskesmas dan Posyandu jumlahnya terbatas. Sekolah tak banyak. Masalah distribusi logistik pun akan jadi masalah.
Jika 02 benar menang pemilu dan melaksanakan program ini, semoga program ini benar-benar berjalan di wilayah dengan tingkat stunting dan kemiskinan tinggi. Jangan hanya berjalan di wilayah yang mudah dijangkau untuk dipamerkan kepada media dan publik. Wilayah yang mudah dijangkau, umumnya relatif tidak membutuhkan program ini.
Dengan aturan yang adil dan memperhatikan segala aspek, kebijakan makanan gratis bisa menjadi cara untuk mengatasi berbagai persoalan sekaligus: malnutrisi, obesitas, dan menghidupkan ekonomi kerakyatan, seperti yang dilaporkan berbagai media tentang kebijakan ini di Brazil.
Baca juga: Serius Gulirkan Hak Angket, PDIP Susun Naskah Akademik sebagai Dasar Penggunaan Hak DPR Tersebut
Tetapi jika pemberian makanan gratis hanya sekedar alat untuk menenangkan masyarakat (Panem et circenses), yang terjadi hanya pembengkakan bujet dan ketergantungan masyarakat terhadap pemberian. Berabad-abad silam, pemimpin Romawi Kuno, Oktavianus dan Mark Antony (Triumvirat Kedua) dilempari batu di Forum oleh penduduk yang belum mendapatkan gandum gratis. Seabad kemudian, Kaisar Claudius dilempari roti basi, ketika roti gratis tak kunjung diberikan.
Sukses tidaknya sebuah kebijakan bisa dilihat dari dampak jangka panjang yang dihasilkan dan kolaborasi dengan program berjalan lainnya. Program makan siang di sekolah India, misalnya, tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan setelah berjalan hampir 30 tahun juga terkait dengan angka vaksinasi yang rendah.
Bagi orang-orang yang skeptis, program “makan siang dan susu gratis” hanya dilihat sebagai proyek bancakan. Semoga mereka yang skeptis ini salah. Karena jika si skeptis ini benar, program ini menjadi kemunduran dari semua kemajuan yang telah dibangun hingga hari ini. APBN kita sudah terlalu berat dengan pembayaran utang dan pembangunan IKN.
Amandra Mustika Megarani
Jurnalis dan Penulis Lepas
***