Meski demikian, Israyani mendukung kebijakan ini.
Dia menganggap, langkah tersebut sebagai upaya merapikan administrasi kependudukan di Jakarta, sekaligus telah menjadi perintah UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Kependudukan.
Diketahui, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan sosialisasi penataan dan pernetiban administrasi kependudukan sejak September 2023.
Kadis Dukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin mengatakan, penertiban administrasi kependudukan itu dilakukan demi kepentingan masyarakat secara luas.
Sebab, kata Budi administrasi ini untuk keakuratan data yang dapat mempengaruhi proses pembangunan daerah.
Budi melanjutkan, keakuratan data ini juga untuk kebijakan publik guna menciptakan keberadaban kehidupan masyarakat yang madani dan sejahtera.
Kendati sudah sosialisasi, tapi Dukcapil DKI masih menunggu hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk penataan dan pendataan KTP.
"Direncanakan pelaksanaannya secara bertahap dilakukan pada setiap bulan mulai dari yang meninggal, dan RT yang sudah tidak ada namun masih tertera di KTP yang dipergunakan masyarakat," katanya, Senin (26/2/2024).
Budi menjelaskan, dari data yang diterima, warga yang sudah meninggal dunia sebanyak 81.000 tapi belum dinonaktifkan. Kemudian, yang sudah tidak tinggal di RT setempat 13.000 jiwa.
"Sejak akhir tahun 2023 kita telah sosialisasi terkait tertib adminduk, mulai dari melakukan pendataan terhadap penduduk yang secara _de jure dan de facto berbeda, tidak diketahui keberadaannya, meninggal dan lainnya," tutur Budi.
Adapun beberapa kategori dari dua masalah KTP tersebut yakni:
1. Keberatan dari pemilik rumah atau kontrakan maupun bangunan (tidak mau menon aktifkan KTP).
2. Penduduk yang sudah tidak berdomisili secara de facto selama lebih dari satu tahun.
3. Pencekalan dari instansi/Lembaga hukum terkait.
4. Wajib KTP-el yang tidak melakukan perekaman selama 5 tahun sejak usia wajib KTP.