WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Calon Legislatif (Caleg) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yakni Leonardo Pandapotan Sirait angkat suara ketika kunjungan Ketua Umum (Ketum) PSI, Kaesang Pangarep bersama jajaran pengurus PSI bertemu dengan pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI.
Kaesang bertemu langsung dengan Ketum PGI Pendeta Gomar Gultom dan meminta nasihat kepadanya.
Nasihat yang dimaksud Kaesang adalah bagaimana cara mencegah intoleransi dan korupsi agar tidak merajalela di Indonesia.
Menurut Sirait ini adalah bukti bahwa PSI tetap totalitas memandang merajalela intoleran di Indonesia.
"PSI peduli dengan rakyat yang susah beribadah, dikit - dikit disegel, dikit - dikit alasan izin dan SKB 2 menteri, intoleransi berkembang subur di Indonesia," ungkap Leonardo seperti dikutip dalam keterangan resmi PSI, Rabu (4/10/2023).
Ia menyebutkan, di tahun ini saja, ada beberapa kasus intoleransi terjadi di Indonesia. Dari Januari 2023 sudah berapa gereja yang disegel ataupun ditutup karena alasan yang tidak masuk akal,
"Padahal beribadah sudah wajib dilindungi oleh Undang-Undang Konstitusi, bahkan Presiden Joko Widodo sudah kasih kode keras waktu Februari 2023 kemarin, Presiden Joko Widodo memperingatkan polemik izin bangunan rumah ibadah kepada seluruh kepala daerah," sebut Sirait.
Sebelumnya, lanjut Sirait, Presiden Joko Widodo menyerukan kata "hati-hati" berulang kali di hadapan kepala daerah se-Indonesia terkait dengan penerapan kebebasan beragama ini, yang semestinya dijamin konstitusi
"Ini masih terjadi lagi, ini yang sudah viral aja banyak, tempat ibadah disegel dan dibubarin, itu karna viral ya, artinya yang nggak viral masih banyak lagi donk," ujarnya.
Sirait juga menyoroti terkait penyegelan kapel GBI di Cinere Depok, karena persoalan perizinan.
"Kapel yang digeruduk massa sekitar 50-60 orang warga setempat diberitakan menolak mentah-mentah keberadaan kapel ini, padahal kapel itu hanya persekutuan doa, malah digeruduk," ucapnya.
Sirait menyebutkan, bahwa warga menggeruduk dan mendorong pagar Kapel yang berupa bangunan ruko.
Persyaratan administrasi yang dipahami oleh masyarakat yang menggeruduk adalah soal izin.
Kapel ini mereka anggap gereja dan karenanya izin sesuai dengan SKB 2 mentri yang dikeluarkan tahun 2006 harus menempuh izin dengan prosedur tertentu.
"Pihak Kapel konon sudah meminta izin namun izin yang diurus mungkin bukan izin mendirikan gereja karena kapel bukanlah gereja dalam perspektif Kristiani," sebut Sirait.