WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - DPRD DKI Jakarta menolak adanya pinjaman duit dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) untuk pembangunan instalasi pengolahan sampah.
Diketahui, Pemerintah DKI Jakarta pernah meminjam dana Pemulihan Ekonomi Nasional Rp 613 miliar untuk pembangunan pengolahan sampah Refused Derived Fuel (RDF) di Bantar Gebang, Kota Bekasi.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, eksekutif telah menyetujui bahwa tak ada lagi meminjam uang dari PT SMI.
Hal itu sebagaimana Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab) yang digelar di DPRD DKI Jakarta, Jumat (18/8/2023).
“Sepakat tidak ada minjam uang lagi dari PT SMI, maksimalkan yang ada di dalam (APBD),” ujar Prasetyo, Senin (21/8/2023).
Menurutnya, penanganan sampah di Jakarta sangat mendesak karena yang diproduksi setiap hari mencapai 7.500 ton.
Ribuan ton sampah itu dibawa ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, milik Pemprov DKI Jakarta.
Baca juga: Pemprov DKI Ungkap Pengolahan Sampah RDF Lebih Menguntungkan Dibanding ITF
“Sampah ini sudah sangat darurat, dengan adanya diskusi kami melihat ada RDF di Bantar Gebang, minta kami tambah dua tempat lagi fokus untuk menampung sampah-sampah di Jakarta,” katanya.
Sejauh ini, Pemerintah DKI Jakarta telah menyiapkan pembangunan RDF di dua lokasi yaitu di Rorotan Jakarta Utara dan Pengadegan di Jakarta Barat. Satu titiknya membutuhkan dana sekitar Rp 1 triliun.
Angka ini jauh lebih hemat dibanding membangun pengolahan sampah yang menghasilkan listrik yaitu Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara.
Pembangunannya menelan biaya Rp 3-4 triliun dan pemerintah harus menyiapkan uang hampir ratusan miliar rupiah per tahun untuk biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada mitra swasta.
Baca juga: Ketua DPRD DKI Sepakat dengan Heru yang Pilih ITF Dibanding RDF soal Pengolahan Sampah
“Kalau pinjam (dana PEN) bebannya bukan di kami lagi, tapi rakyat bakal kena lagi," ujarnya.
"Jadi maksimalkan saja ada uang yang tidak prioritas, keluarkan saja pakai itu,” imbuh politisi PDIP ini.
Selain itu, kata dia, kegiatan yang dianggap tidak prioritas juga dapat dialihkan untuk bantuan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Misalnya pemberian bantuan sosial (bansos) berupa Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Baca juga: Pengolahan Sampah RDF Dinilai jadi Pilihan Terbaik dan Rasional bagi Jakarta
“Ini kan banyak orang di Jakarta yang tidak berhak malah mendapatkan juga bantuan sosial itu," ucapnya.
"Sampai tepat sasaran KJP, dan kasihan juga masyarakat yang (berhak) mendapatkan justru tak mendapatkan,” lanjutnya.
“Kalau penyisiran itu berhasil pasti uang itu keluar banyak sekali, bisa kami pakai yang lain gitu lho. Nah ini kan keterkaitannya ada di Komisi D DPRD, saya bilang di Komisi D apa yang tidak prioritas itu pakai saja dulu, saya bilang ke Pak Sekda (Joko Agus Setyono),” sambungnya.
Sementara itu, Sekda Provinsi DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengatakan, pinjaman uang merupakan salah satu alternatif bagi daerah.
Namun demikian, dengan berbagai pertimbangan jangka panjang, legislatif menolaknya.
“Dengan berbagai macam pertimbangan jangka panjang sehingga melalui rapat dengan DPRD, pak ketua tidak menyetujui,” ujarnya.
Menurut dia, pembangunan ITF juga sudah kedaluarsa. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah sudah tidak berlaku lagi.
“Sudah ada, Perda pembangunan ITF sudah habis dan habisnya di bulan September 2019 sehingga secara otomatis itu tidak berlaku,” kata Joko.
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menegaskan, Pj Gubernur DKI Jakarta bukan menolak pembangunan sampah yang menghasilkan listrik berupa Intermediate Facility Treatment (ITF) Sunter, Jakarta Utara.
Akan tetapi, kata dia, dua perseroan yang mendapat penugasan itu tak kunjung mengeksekusi mandat yang diberikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (2017-2022).
“Bukannya Pak Heru menolak ITF, nggak lho. (Perseroan) dikasih penugasan nggak dilaksanakan, nggak dikerjain dan itu intinya,” ujar Prasetyo.
Hal itu dikatakan Prasetyo sekaligus menanggapi kritikan koleganya terhadap langkah Heru.
Diketahui, sejumlah anggota Komisi B dan C protes dengan langkah Heru yang justru membangun Refused Derived Fuel (RDF) Bantargebang, bukan membangun ITF.
Menurut dia, kepala daerah sebelumnya telah memberikan penugasan kepada dua perseroan yaitu PT Jakarta Propertindo (Jakpro ) dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Penugasan itu telah tercantum dalam Pergub Nomo 33 Tahun 2018 tentang Penugasan Lanjutan kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengelolaan Sampah di Dalam Kota (ITF).
Lalu muncul regulasi baru, yaitu Pergub Nomor 65 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara di Dalam Kota (nama lain ITF). Setahun kemudian terbit Pergub Nomor 71 Tahun 2020 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara di Dalam Kota (nama lain ITF).
“Lho dikasih tugas nggak dilaksanakan, teman-teman dewan baru agak ngerti. ITF nggak bisa diteruskan karena tiga tahun nggak dilaksanakan, akhirnya mati dengan sendirinya, akhirnya kadaluarsa,” katanya.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News