WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR — Duduk di antara dua tiang pagar pembatas perlintasan rel kereta yang hanya muat diisi satu orang, Herman (68) tak melepaskan sedikit pun pandangannya mengawasi kereta api yang melintas di depan ITC Roxy Mas, Gambir, Jakarta Pusat.
Meski pengelihatannya sudah tak sejernih dahulu, namun pria berambut gondrong itu nampak fokus memastikan pejalan kaki yang hendak menyeberang rel kereta api selamat dari maut.
Pasalnya, tempatnya menjaga itu merupakan sebidang perlintasan rel kereta api tanpa palang pintu.
Ditambah lagi, lokasinya dekat dengan pusat perbelanjaan ITC Roxy Mas. Sehingga, banyak pejalan kaki yang berlalu lalang dan melintas lewat jalur tersebut.
Biasanya, Herman akan membawa ember cat kecil yang 'dikecrek' untuk imbalannya berjaga, meski hanya Rp100 atau Rp200 perak.
“Hati-hati, ya. Awas jangan meleng. Hati-hati. Awas tersandung,” begitu kata Herman saat mengawal setiap pejalan kaki yang hendak menyeberang, Sabtu (13/5/2023).
Acapkali, beberapa orang yang ngeyel tetap menerobos masuk hingga nyaris tertabrak kereta yang melintas, meski sudah berusaha dihalangi.
Herman pun dengan sigap menarik orang itu dan menyelamatkannya. Tak peduli sumpah serapah apa yang mampir di telinganya, Herman tetap berupaya menyelamatkan setiap orang yang 'ngeyel' tersebut.
Maka tak heran jika dia kerap dimaki-maki hingga diludahi orang karena pekerjaan mulianya itu.
"Pernah saya diludah, diancam, padahal kita nyelametin orang. Waktu kejadian Covid, kereta kiri kanan lewat. Saya ingatin, 'Pa kereta, awas kereta'. Tapi dia mencak-mencak, 'Santai aja, gue udah lama di mari enggak usah dibilangin sama lu', enggak apa-apa (ikhlas)," ucapnya sambil mengelus dada meski sorot matanya nampak berkaca-kaca.
“Kalau enggak ditolongin, mati dia,” lanjut Herman.
Sehingga, tak jarang, Herman rela menyeberang rel kereta dan menuntun para lansia atau difabel yang memiliki kesulitan berjalan.
Hal itu dilakukan Herman selama lima tahun lamanya tanpa pamrih. Dia juga tak pernah memaksa orang yang sudah dibantunya untuk memberinya upah.
Sekadar ucapan 'terima kasih' atau untaian doa diterimanya dengan lapang dada. Dia mengaku ikhlas membantu tanpa berharap imbalan besar.
Baginya, yang terpenting bisa membeli sesuap nasi untuk anak dan cucu-cucunya di rumah.