WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta August Hamonangan menanggapi wacana Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta yang akan menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) DKI Jakarta.
Kebijakan penonaktifan NIK tersebut akan diberlakukan mulai Maret 2024 dengan alasan mereka tidak lagi tinggal di Ibu Kota.
August Hamonangan mengungkapkan, wacana penonaktifan NIK tersebut perlu didukung dengan alasan utama agar program pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta lebih tepat sasaran.
Menurut August Hamonangan, penonaktifan NIK itu terutama agar bantuan sosial (bansos) yang diberikan untuk warga DKI Jakarta menjadi lebih tepat sasaran.
“Alasan utama penonaktifan haruslah supaya pemberian program dan bansos tepat sasaran untuk warga DKI yang tidak mampu, juga tepat sasaran kepada warga yang turut serta berkontribusi membangun kota Jakarta dengan membayar pajak dan bertempat tinggal di Jakarta,” kata August pada Senin (8/5/2023).
Baca juga: PDIP Wanti-wanti Dukcapil DKI soal Rencana Penonaktifan NIK, Bisa Bikin Gaduh Saat Pemilu 2024
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta ini juga mengatakan dalam praktik sebelumnya, banyak bansos ataupun program pemprov tidak tepat sasaran lantaran diberikan pada mereka yang tidak berdomisili di DKI.
Hal ini tentunya merugikan masyarakat, apalagi bantuan yang diberikan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
“Kami mendukung wacana itu, artinya anggaran yang kami setujui seringkali dikeluhkan kurang, terutama dalam memberikan bantuan sosial, yang nyatanya tidak tepat sasaran,” ujarnya.
Selain itu, August juga meminta agar dukcapil memerhatikan jangka waktu orang tersebut yang tidak tinggal di Jakarta.
Bisa saja, sambungnya, orang tersebut ke luar kota untuk bekerja dan akan kembali ke Jakarta suatu hari nanti.
Baca juga: Penonaktifan NIK Ditunda, Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta: Perlu Sosialisasi Lebih Komprehensif
“Orang-orang yang akan dinonaktifkan NIK-nya harus diberikan notifikasi entah melalui SMS atau melalaui perangkat RT RW di daerah tempat dia tinggal sekarang agar tidak terjadi kesalahpamahaman,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta bakal menonaktifkan 194.777 Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga Ibu Kota.
Kebijakan ini berlaku bagi warga yang sudah hengkang dari Jakarta, namun masih tercatat sebagai waga Ibu Kota.
“Kami akan lakukan ini sampai bulan Maret 2024, jadi Maret 2024 kami akan nonaktifkan,” ujar Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Budi Awalludin pada Kamis (4/5/2023).
Budi mengatakan, untuk sementara waktu NIK yang bersangkutan akan dinonaktifkan.
Baca juga: PKS Apresiasi Langkah Pemprov DKI Jakarta Tunda Penonaktifan 194.777 NIK Hingga Maret 2024
Ketika mereka akan membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) atau transaksi perbankan hingga jaminan sosial, mereka akan mendapat notifikasi untuk melapor diri ke Dinas Dukcapil.
“Jadi penonaktifan NIK bagi warga DKI Jakarta yang secara dejure ber-KTP DKI Jakarta namun secara defacto tidak tinggal di Jakarta,” katanya.
Hingga kini, kata dia, Dinas Dukcapil DKI Jakarta terus mensosialisasikan rencana ini kepada masyarakat. Mereka bisa mengecek apakah NIK-nya masuk ke daftar usulan penonaktifan atau tidak.
“Jalau mau mengecek tinggal masukan NIK saja, apakah NIK mereka diusulkan untuk dinonaktifkan atau tidak, nanti akan muncul keterangannya,” jelasnya.
Untuk mengeceknya, masyarakat bisa mengakses https://datawarga-dukcapil.jakarta.go.id atau melalui aplikasi WhatsApp JAWARA di nomor 0812-8527-7751.
Kebijakan penonaktifan KTP bagi warga yang sudah tidak tinggal di Jakarta tersebut tidak berkaitan dengan rencana pemindahan Ibu Kota pada tahun 2024.
Kebijakan ini sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Untuk menjalankan aturan hukum tersebut, diterbitkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta Nomor 80 Tahun 2023 tentang Pedoman Penonaktifan dan Pengaktifan Kembali Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Ini merupakan upaya penertiban administrasi kependudukan di mana penduduk ber-KTP DKI Jakarta harus secara de facto tinggal di wilayah DKI Jakarta. Kepadatan penduduk saat ini sudah tidak terkendali yang berdampak pada masalah sosial, terutama pada sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, pengangguran/tenaga kerja, dan lingkungan,” kata Budi. (faf)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.