Permasalah ini sama sekali tidak ada perselisihan pendapat di antara para ulama. Dalil dalam masalah ini adalah hadits Ibnu ‘Umar dan Aisyah bahwasanya Rasulullah g bersabda, ًََََُُّّْ
“Rasulullah g pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau g mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Muslim, no. 1109).
Hadits di atas diperkuat lagi dengan ayat, “Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Imam Nawawi berkata,“Yang dimaksud dengan mubasyaroh (basyiruhunna) dalam ayat di atas adalah jima' atau hubungan intim. Dalam lanjutan ayat disebutkan ‘ikutilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kalian’. Jika jima' itu dibolehkan hingga terbit fajar (waktu Shubuh), maka tentu diduga ketika masuk Shubuh masih dalam keadaan junub.
Puasa ketika itu pun sah karena Allah perintahkan ‘sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam’. Itulah dalil Al-Quran dan juga didukung dengan perbuatan Rasulullah g yang menunjukkan bolehnya masuk Shubuh dalam keadaan junub.” (Syarh Shahih Muslim, 7:195).
Catatan: Mandi junub sebelum fajar Shubuh tiba lebih afdal. Walaupun kalau mandi setelah fajar Shubuh terbit dibolehkan dan boleh menjalankan puasa pada hari tersebut. (Lihat bahasan Syaikh Musthafa Al-Bugha dalam Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:348)
Amalan Waktu Subuh
8. Ketika mendengar azan subuh disunnahkan melakukan lima amalan berikut.
- Mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muazin.
Bershalawat pada Nabi SAW setelah mendengar azan: ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA MUHAMMAD atau membaca shalawat Ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud.
- Minta kepada Allah untuk Rasulullah g wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: ALLOHUMMAROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO- IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDALLADZI WA ‘ADTAH.
lalu membaca: ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH WA ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUH, RODHITU BILLAHI ROBBAA WA BI MUHAMMADIN ROSULAA WA BIL ISLAMI DIINAA, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.
- Memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa’ Al-Afham karya Ibnul Qayyim, hlm. 329-331).
Dalil untuk amalan nomor satu sampai dengan tiga disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash k, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah g bersabda, “Jika kalian mendengar muazin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muazin. Kemudian bershalawatlah untukku.
Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafaatku.” (HR. Muslim, no. 384).
Adapun meminta wasilah pada Allah untuk Rasulullah disebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah h, Rasulullah bersabda,
“Barang siapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘ALLOHUMMA ROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO-IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDA ALLADZI WA ‘ADTAH’
Artinya: Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafaatku kelak.” (HR.Bukhari, no. 614 ).