Adapun, nama Inggit disematkan karena Garnasih kerap didekati laki-laki yang memberikan hadiah dengan harapan mendapatkan cinta. Sesekali hadiah itu berupa uang satu ringgit. Julukan itu kemudian berubah menjadi Inggit.
Inggit Garnasih lahir dari keluarga yang sederhana. Dia juga memiliki pendidikan formal hingga Madrasah Ibtidaiyyah. Kala itu, perempuan yang mengenyam pendidikan setingkat MI sudah dinilai memadai.
Namun demikian, Inggit Garnasih disebut memiliki kecerdasan emosional yang mengagumkan sehingga bisa “membesarkan” Bung Karno. Inggit juga dinilai bisa memainkan tiga peran dalam waktu yang bersamaan, yakni seorang ibu, istri, dan teman bagi Bung Karno.
Peran Inggit Garnasih
“Di balik setiap pahlawan besar, selalu ada seorang perempuan agung.” Inggit Garnasih memiliki peran yang tidak dapat dilupakan dalam perjuangan Bung Karno. Bung Karno sendiri mengakui bahwa dia berutang budi kepada Inggit.
“Selama ini kau jadi tulang punggungku dan menjadi tangan kananku selama separuh umurku,” demikian pengakuan Bung Karno kepada Cindy Adams tahun 1966.
Tamatnya Bung Karno dari studi di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) dan mendapatkan gelar insinyur Teknik Sipil juga tidak terlepas dari jasa Inggit. Tak hanya memberikan dukungan moril, dia juga mendukung secara materiil.
Inggit bekerja menjahit baju, membuat kutang, bedak, jamu, rokok, hingga agen sabun. Dia bahkan menggadaikan perhiasannya untuk menghidupi keluarga dan membiayai perjuangan suami.
Saat Bung Karno mendirikan partai politik Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927 silam, Inggit pun ‘hadir’. Rumahnya direlakan untuk menjadi tempat berkumpul para mahasiswa dan pemuda.
Saat diskusi berlangsung memanas, Inggit kerap berperan menjadi penengah, meski hanya berdiam atau menginterupsi dengan cara menyodorkan kopi atau camilan.
Tak hanya itu, Inggit juga selalu mendampingi Bung Karno saat berpidato ke berbagai tempat di daerah. Dia bertugas sebagai interpreter isi pidato Bung Karno, menerjemahkan berbagai pertanyaan atau komentar dari rakyat.
Mahasiswa Indonesia Edisi Jabar pada 1971 pernah menurunkan tulisan "Inggit Ganarsih, Kenangan Cinta Yang ‘Tua’. Dalam tulisan tersebut, Inggit disebut sebagai istri yang juga teman perjuangan dalam memerdekakan Indonesia.
Banyak perjaIanan pahit selama berumah tangga dengan Sukarno, sebab ia sering ditinggal oleh suaminya itu yang hilir-mudik masuk penjara.
Bahkan ketika Soekarno diasingkan ke Ende, kemudian ke Bengkulu serta beberapa tempat lainnya sebagai tahanan politik, Inggit tetap bersetia menemani di sisinya.
Termasuk saat Soekarno dipenjara di Banceuy, Bandung dan menyusun pembelaanya di sana pada 1930. Inggit adalah sosok yang menyelundupkan naskah-naskah yang dibutuhkan oleh suaminya itu.