WARTAKOTALIVE.COM, PASAR MINGGU- Dua saksi ahli hukum pidana dihadirkan sebagai saksi meringankan bagi terdakwa Ricky Rizal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023).
Salah satu saksi ahli hukum pidana, Firman Wijaya menjelaskan soal kenapa Ricky Rizal tolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Dalam persidangan, Firman Wijaya menerangkan, penolakan itu hadir karena tidak adanya mensrea atau mental niat jahat dalam diri Ricky Rizal
"Persoalan mental itu harus hadir dulu, kalau orang mau melakukan tindak kejahatan pidana yang sering dikatakan para ilmuan, yang disebut mens rea itu, niat jahat itu, maka harus hadir. Maka kalau ada sikap seseorang yang tidak mau mengikuti omongan seseorang, tidak mau mengikuti perintah seseorang maka itu gambaran mental elemen," kata Firman.
Sehingga kata Firman, Ricky Rizal bisa saja menerima perintah Ferdy Sambo asal adanya comited elemen antara yang memerintah dan yang diperintah
"Jadi gambaran saya comited elemen, itu harus komit antara yang nyuruh dengan yang disuruh atau yang merintah dan diperintah. Mental elemennya ada di situ," ujarnya.
Selain itu, Firman juga mengatakan penolakan itu sangat berkaitan dengan dampak yang akan terjadi.
Jika kaitannya dengan alat, tentu memerintahkan Ricky Rizal untuk membunuh Yosua akan berbeda dengan Ferdy Sambo yang perintahkan mengambil pistol kepada Ricky Rizal untuk membunuh Yosua.
"Kalau kata-katanya seperti itu, kaitannya dengan dampak, apakah ini ada kaitannya dengan alat? Ini akan berbeda dengan misalnya memerintahkan tolong ambilkan pistol, sediakan racun, dan sebagainya. Kira-kira itu," ujar Firman.
Ricky Rizal Tak Dengar Perintah Tembak
Bripka Ricky Rizal mengaku tidak mendengar perintah tembak atau hajar dari Ferdy Sambo ke Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, saat pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terjadi di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022 lalu.
Kuasa hukum Ricky Rizal, Erman Umar, mengatakan ada kesaksian yang berbeda antara Ferdy Sambo, Bharada E dan kliennya Ricky Rizal yang terungkap di persidangan kasus pembunuhan Brigadir J di PN Jakarta Selatan.
"Kalau Ferdy Sambo mengaku bilang 'Hajar Cad', lalu Richard mengatakan Ferdy Sambo memerintahkan dengan bilang 'Woy Tembak', tapi klien saya tidak mendengar itu. Yang klien saya dengar saat itu, Ferdy Sambo bilang ke Yosua, 'Jongkok, jongkok'.
Setelah itu, perhatian klien kami teralihkan karena ada kontak di HT dari Romer, sehingga tidak tahu lagi dan tak mendengar kejadian berikutnya," kata Erman dalam tayangan di Kompas TV, Senin (2/1/2023).
Dengan begitu, kata Erman ada kesaksian berbeda saat kejadian dan menurutnya kliennya sudah berkata jujur.
"Jadi setelah FS memerintahkan jongkok, tidak dengar lagi perintah selanjutnya apakah hajar atau woy tembak," ujar Erman.
Yang pasti kata Erman, saat dan setelah kejadian, Ricky Rizal merasa kebingungan dan sama sekali tidak menyangka terjadi penembakan yang menewaskan Brigadir J.
Baca juga: Ricky Rizal dan Kuat Maruf Hadirkan Saksi Ahli Meringankan di Sidang Pembunuhan Brigadir J Hari Ini
"Klien kami mengira, Brigadir J hanya akan dikonfirmasi saja oleh FS. Tapi ternyata lebih dari itu," katanya.
Selain itu kata Erman Umar, yang pasti Ricky Rizal di rumah di Saguling, menolak saat ditanya Ferdy Sambo, berani atau tidak menembak Brigadir J.
"Klien kami mengaku tidak punya mental. Sebagai orang normal ia menolak untuk melakukan kejahatan berupa penembakan," ujar Erman Umar.
Sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf akan menghadirkan saksi ahli meringankan dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023) hari ini.
Pihak Ricky Rizal akan menghadirkan Ahli Psikologi Forensik, Nathaniel Yohanes, yang merupakan bagian tim psikolog yang memeriksa para terdakwa
Sementara penasihat hukum Kuat Maruf akan menghadirkan pakar hukum pidana, Muhammad Arief Setiawan.
Baca juga: Tunjukkan Foto Brigadir J Dugem di Kelab Malam, Pengacara Ferdy Sambo Dikuliahi Hakim
Erman Umar mengatakan pihaknya akan membuktikan bahwa Ricky Rizal yang merupakan ajudan Ferdy Sambo, sama sekali tidak menghendaki tewasnya Brigadir J.
"Keterangan ahli psikologi forensik dari UI, akan membuktikan klien kami tidak menghendaki kematian korban. Bahkan menolak saat diminta terdakwa Ferdy Sambo menembak korban," kata Erman Umar dalam tayangan di Kompas TV, Senin (2/1/2022).
Menurutnya, saat kejadian Ricky Rizal sama sekali tidak menyangka ada penembakan yang menewaskan Brigadir.
"Nanti kita lihat di sidang," katanya.
Baca juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Serahkan Bukti Foto Brigadir J di Kelab Malam
Sementara ketika dihubungi terpisah, Kuasa Hukum terdakwa Kuat Ma'ruf yang merupakan sopir keluarga Ferdy Sambo yakni Irwan Irawan menyatakan, pihaknya akan menghadirkan satu orang ahli pidana.
"Hanya satu (yang dihadirkan) ahli pidana," kata Irwan Irawan.
Seperti diketahui Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J ditembak di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Baca juga: Romo Magnis dan Reza Indragiri Bersaksi Jadi Ahli Meringankan Bharada E di Kasus Brigadir J
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.(bum)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News