"Penonton pasti tahu karakter di film aslinya dan biasanya akan membandingkannya," lanjut sutradara gaek asal Yogyakarta tersebut.
Beban Kedua
Hanung Bramantyo menyebutkan, membuat film Miracle In Cell No 7 adalah beban kedua setelah film Bumi Manusia (2019).
"Kalau film Bumi Manusia ada beban karena novelnya sudah besar, sementara film Miracle In Cell No 7 ini sudah banyak penontonnya," kata Hanung Bramantyo.
Hanung Bramantyo meyakini, banyak orang yang sudah menonton film Miracle In Cell No 7 versi aslinya dari Korea Selatan dan mengetahui ceritanya.
"Sekarang saya dituntut untuk menyajikan Miracle In Cell No 7 yang berbeda tapi tidak keluar jalur," kata Hanung Bramantyo.
"Membuat film Miracle In Cell No 7 ini berat banget sebab tidak ada pelajarannya saat kuliah," jelas Hanung Bramantyo tersenyum.
Baca juga: Denny Sumargo Tegar Ceritakan Kenangan Bertemu Ayahnya Jelang Pemutaran Film Miracle in Cell No 7
Baca juga: Terharu dan Menangis, Kim Min Ki Ingin Perlihatkan Film Miracle in Cell No 7 Versi Indonesia ke BTS
Cerita film Miracle In Cell No 7 versi Indonesia sengaja dibuat Hanung Bramantyo di negara fiktif.
"Hukumnya juga tidak sama dengan hukum yang ada di Indonesia," ucap sutradara asal Yogyakarta ini.
Soal aktor yang diajaknya bermain di film Miracle in Cell No 7 versi Indonesia, Hanung Bramantyo sama sekali tidak mengalami kesulitan saat berakting di lokasi syuting.
"Mereka (aktor) justru punya skenario sendiri yang sudah matang," katanya.
"Ibaratnya saya tinggal meletakkan kamera saja, dan mereka sudah bisa memainkan karakternya masing-masing," lanjut Hanung Bramantyo.