WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan pelanggaran terkait produksi hingga promosi Ivermectin buatan PT Harsen Laboratories, dengan merek dagang Ivermax 12.
Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan, pihaknya telah melakukan pengawasan pada produsen obat cacing itu.
"Untuk meluruskan berita-berita yang berkembang di medsos, perlu kami sampaikan bahwa kami sudah melakukan pembinaan dan pengawasan."
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 2 Juli 2021: Dosis Pertama 30.891.821, Suntikan Kedua 13.770.107 Orang
"Terhadap kegiatan pembuatan ivermectin produksi PT Harsen Laboratories dengan nama dagang Ivermax 12," ujar Penny dalam konferensi pers virtual, Jumat (2/7/2021).
Penny menjelaskan, saat di fasilitas produksi, pihaknya menemukan sejumlah pelanggaran terkait cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan cara distribusi yang baik (CDOB)
Pertama, penggunan bahan baku dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi.
Baca juga: Pemprov DKI Surati Kedubes Bantu Tangani Pasien Covid-19, Ketua DPRD: Kenapa Harus Meminta-minta?
"Jadi kategorinya tentunya agar tidak memenuhi ketentuan atau ilegal," katanya.
Kedua, lvermax didistribusikan dalam kemasan siap edar.
"Saya kira itu adalah dus kemasan yang memang sudah disetujui di dalam pemberian izin edar, adalah ketentuan yang harus diikuti dengan kepatuhan," ucap Penny.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 2 Juli 2021: Rekor Baru Berlanjut, Pasien Positif Tambah 25.830 Orang
Ketiga, distribusi Ivermax ini tidak melalui jalur resmi.
Keempat, informasi masa kedaluwarsa tidak sesuai dengan yang telah disetujui oleh BPOM, yang seharusnya dengan data stabilitas.
"Yang kami terima akan bisa diberikan 12 bulan setelah tanggal produksi, namun dicantumkan oleh PT Harsen untuk 2 tahun setelah tanggal produksi."
Baca juga: Ketua Umum PB IDI: Covid-19 Varian Delta Bisa Menular Lewat Aerosol, Bisa Bertahan 3 Jam di Udara
"Saya kira itu adalah hal kritikal soal kedaluwarsa," beber Penny.
Kelima, promosi obat keras hanya dibolehkan di forum tenaga kesehatan, dan tidak boleh dilakukan umum.
"Promosi ke masyarakat umum langsung oleh industri farmasi tersebut adalah suatu pelanggaran," tegasnya.
Baca juga: Ini Wajah Terduga Teroris yang Kabur dari Mapolda Bangka Belitung, Lolos Lewat Jendela
Penny menuturkan, tidak terpenuhinya CPOB dan CDOB dalam produksi obat Ivermectin bermerk Ivermax 12 oleh PT Harsen Laboratories, dapat membahayakan masyarakat.
"Karena temuan-temuan tersebut bisa menyebabkan mutu obat yang menurun atau tidak bisa dipertanggungjawabkan," tutur perempuan berhijab ini.
Penny mengatakan, aspek keamanan mutu dan khasiat obat merupakan prioritas yang tidak bisa dikorbankan.
Baca juga: Dana Cadangan Habis, 84 Ribu Pekerja Pusat Perbelanjaan Terancam PHK Jika PPKM Darurat Diperpanjang
Untuk itu, BPOM berharap PT Harsen Laboratories sebagai produsen Ivermax 12, dapat menunjukan iktikad baik untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam rangka melindungi masyarakat dengan tata kelola cara produksi dan distribusi obat yang baik atau CPOB dan CDOB.
"Justru itu harus tetap kita taati, yang dikaitkan dengan aspek mutu dan keamanan, agar segera keluar bersama-sama dari virus Covid-19 ini."
"Dengan tidak menimbulkan korban lain yang diakibatkan dari efek samping dari produk obat ini," beber Penny.
Baca juga: 5 Provinsi di Jawa Sumbang Kasus Kematian Akibat Covid-19 Tertinggi, Satgas: Tak Bisa Ditoleransi!
Sampai saat ini, menurut Penny, belum ada iktikad baik dari pihak produsen obat cacing itu.
Sehingga, pelanggaran-pelanggaran tersebut memiliki konsekuensi lanjutan seperti sanksi administrasi pencabutan izin edar, hingga sanksi pidana.
"Kami berikan berupa sanksi-sanksi yang bisa diberikan berdasarkan peraturan peraturan yang ada juga."
Baca juga: Wagub Akui Pemprov DKI Minta Bantuan Kedubes Penuhi Kebutuhan Perawatan Pasien Covid-19
"Seperti sanksi administrasi dan bahkan mungkin bisa berlanjut kepada sanksi pidana berdasarkan bukti-bukti yang sudah didapatkan," jelas Penny.
Ia menerangkan, sanksi administrasi berupa peringatan keras sampai dengan pengertian produksi dan pencabutan izin edar
"Saya kira seharusnya sudah diketahui oleh pelaku usaha."
Baca juga: Punya Tanah dan Bangunan di AS Hingga Australia, Kekayaan KSAD Jenderal Andika Perkasa Rp 179 Miliar
"Badan POM tentu saja mengedepankan pembinaan."
"Namun kalau pembinaan itu tidak menunjukkan bahwa industri farmasinya untuk betul-betul memberikan produk yang terbaik dan tidak membuat penyakit yang lain, yang membahayakan pada masyarakat," terang Penny.
Sebelumnya, BPOM memberikan lampu hijau kepada Ivermectin, untuk menjalani uji klinik sebagai obat Covid-19
Penyerahan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dilakukan Kepala BPOM Penny K Lukito kepada Balitbang Kementerian Kesehatan, yang langsung disaksikan Menteri BUMN Erick Thohir dalam konferensi pers virtual, Senin (28/6/2021).
"Tentunya dengan penyerahan PPUK ini uji klinik terhadap obat Ivermectin sebagai obat Covid-19 segera dilakukan," ujar Penny.
Baca juga: LaporCovid-19: Tiga Pasien Meninggal karena Tidak Kebagian Ruang ICU pada 14-25 Juni 2021
Penny menjelaskan, BPOM sudah mengeluarkan izin penggunaan atau izin edar sebagai indikasi infeksi cacingan yang diberikan dalam dosis-dosis tertentu.
"Kami sudah menyampaikan informasi bahwa Ivermectin ini obat keras yang didapat dengan resep dokter," katanya.
Ia melanjutkan, data-data epidemiologi global merekomendasikan Ivermectin digunakan dalam penanggulangan Covid-19, dan ada guideline dari WHO dikaitkan dengan Covid-19 treament yang merekomendasikan Ivermectin dapat digunakan dalam kerangka uji klinik.
Baca juga: TNI Kerahkan 176 Nakes Tambahan, Ditempatkan di Wisma Atlet, Rusun Nagrak, dan Pasar Rumput
"Pendapat yang sama juga diberikan oleh beberapa otoritas obat dalam kategori sistem regulator yang baik, seperti US FDA dan EMA dari Eropa."
"Namun memang data uji klinik masih harus terus kita kumpulkan, di mana pada saat ini belum konklusif untuk menunjang penggunaannya untuk Covid-19," terang perempuan berhijab ini.
Untuk itu, BPOM memberikan rekomendasi WHO untuk memfasilitasi segera pelaksanaan uji klinik yang diinisiasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Pemerintah Diminta Terapkan PSBB Ketat di Jawa Selama Dua Pekan Agar Sistem Kesehatan Tak Kolaps
Sehingga, akses masyarakat untuk obat Ini bisa juga dilakukan segera secara luas dalam pelaksanaan untuk uji klinik.
Tentunya, pertimbangan dengan pemberian persetujuan uji klinik dari BPOM disertai dengan adanya dukungan publikasi metaanalisis dari beberapa hasil uji klinik yang sudah berjalan, dengan metodologi yang sama yang dapat terpercaya.
Yaitu, randomized control trial atau acak kontrol.
Baca juga: Kubu Moeldoko Gugat Menkumham ke PTUN, Partai Demokrat: Wujud Nyata Gila Kekuasaan, Memalukan!
Juga, sudah ditekankan pada data keamanan Ivermectin untuk indikasi utama yang menunjukkan adanya toleransi yang baik sesuai ketentuan, apabila diberikan.
"Serta adanya jaminan keselamatan serta uji klinik, karena ivermectin ini dapat digunakan bersama dengan obat standar Covid-19 lainnya," ucap Penny. (Rina Ayu)