WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah milik terdakwa Muhammad Rizieq Shihab ternyata belum didaftarkan ke Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bogor.
Hal itu diungkapkan Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan dan Pondok Pesantren (Ponpes) Kementerian Agama Kabupaten Bogor HA Sihabudin.
Sihabudin dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan di Megamendung, Bogor.
Baca juga: Disarankan Kemenkumham, Polisi Bakal Ajukan Permohonan Ekstradisi Jozeph Paul Zhang
Ada pun ponpes milik Rizieq Shihab tersebut bernama Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, yang dibangun di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Terkait dengan ponpes, pertama ponpes yang ada di kabupaten Bogor itu (Markaz Syariah) dalam database yang ada."
"Bahwa ponpes belum didaftarkan ke kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor," ungkapnya dalam ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (26/4/2021).
Baca juga: Stok Vaksin Covid-19 Indonesia Sisa 8 Juta Dosis, Cuma Cukup Sampai 20 Hari Lagi
Dalam kesaksiannya Sihabudin mengatakan, setiap pendirian pondok pesantren harus didaftarkan ke Kemenag.
Sebab, kata dia, pendaftaran diperlukan untuk mendapatkan izin dan legalitas pondok pesantren dari negara.
"Kalau tidak didaftarkan berarti belum punya izin, belum punya legalitas," tuturnya.
Baca juga: Penyidik KPK Terima Suap, Bambang Widjojanto Minta Firli Bahuri Cs Mundur
Pendaftaran, lanjut Sihabudin, dilakukan jika persyaratan pendirian telah dipenuhi, dengan melampirkan surat yayasan berbadan hukum, profil pondok pesantren, hingga pernyataan cinta NKRI.
"Kami sudah meminta untuk memohon segera mendaftarkan," ucapnya.
Karena, kata Sihabudin, jika pondok pesantren telah memiliki izin, maka berhak menerima layanan ataupun bantuan negara.
Baca juga: Janji Setop Kasus Wali Kota Tanjungbalai, ICW Yakin Penyidik KPK yang Disuap Tak Main Sendirian
"Yang sudah punya izin berhak menerima layanan negara, kalau tidak (memiliki izin) enggak akan mendapatkan layanan negara," jelasnya.
Dalam sidang lanjutan ini, JPU menghadirkan lima saksi, yakni dr Ramli Randan selaku Kepala Puskesmas Desa Sukamana Kecamatan Megamendung; Dadang Sudiana selaku petugas Bhabinkamtibmas; dan HA Sihabudin.
Lalu, Sundoyo selaku Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes; serta Adang Mulyana kepala Seksi Survilence dan Imunisasi Dinkes Pemkab Bogor.
Baca juga: Selain Rp 1,3 M dari Wali Kota Tanjungbalai, Penyidik KPK Juga Dapat Rp 438 Juta dari Pihak Lain
Perkara kerumunan massa ini terjadi saat Muhammad Rizieq Shihab (MRS) menghadiri acara peletakan batu pertama pembangunan masjid dan peresmian Ponpes Agrikultural Markaz Syariah.
Kasus pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan di Megamendung ini teregister dengan nomor 226/Pid.B/2021/PN.JktTim.
Rizieq Shihab didakwa pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo pasal 14 ayat (1) UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo 216 ayat 1 KUHP.
Digugat PTPN VIII
PTPN VII melaporkan 250 orang, termasuk Rizieq Shihab, atas penggunaan lahan tanpa izin sebagai lokasi Pesantren Markaz Syariah.
Baca juga: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin: Cara Testing Covid-19 di Indonesia Salah
Laporan polisi itu terdaftar dengan nomor LP/B/0041/I/2021/Bareskrim tertanggal 22 Januari 2021. Rizieq Shihab jadi salah satu pihak terlapor.
Pihak PTPN VIII telah lebih dahulu memberikan somasi kepada Markaz Syariah dan meminta mengosongkan tempat dalam waktu paling lambat 7 hari.
Namun, pihak Ponpes Markaz Syariah yang dipimpin oleh Rizieq Shihab menjawab somasi tersebut dengan mengatakan lahan itu sudah terlalu lama ditelantarkan oleh PTPN VIII.
Baca juga: Tersinggung Dibilang Ganteng, Pria di Riau Bacok Sesama Penghuni Indekos Hingga Tewas
"PT Perkebunan Nusantara VIII sudah lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun menelantarkan dan tidak mengelola langsung lahan tersebut," kata salah satu tim hukum Markaz Syariah FPI, Aziz Yanuar, dalam surat balasan atas somasi PTPN VIII, Senin (28/12/2020) lalu.
Hal tersebut berdasarkan UU Pokok Agraria pasal 34 huruf e, di mana hak guna usaha hapus ditelantarkan.
Dan, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Presiden Republik Indonesia, Bagian Kelima Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha Pasal 12 (1) Pemegang Hak Guna Usaha.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya Tak Masuk Bursa Calon Kabareskrim, IPW: Bukan Tim Sukses Listyo
Aziz mengaatakan, ada 9 Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) PTPN yang sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap setingkat Mahkamah Agung.
"Sehingga di dalam sistem hukum agraria, lahan-lahan tersebut adalah merupakan lahan bebas."
"Karena HGU hapus dengan sendirinya apabila lahan ditelantarkan oleh pihak penerima HGU."
Baca juga: Tertinggi Sejak Maret 2020, Kasus Covid-19 di Jakarta Hari Ini Tembus 3.792
"Dan otomatis menjadi objek land reform, yaitu memang dialokasikan untuk kepentingan rakyat," tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Naning DT membenarkan pihaknya membuat surat somasi.
Surat somasi ditujukan untuk seluruh okupan di wilayah perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Naning juga menegaskan lahan yang ditempati Markaz Syariah tersebut merupakan milik PT PN VIII.
Baca juga: Petrus Golose Pimpin BNN, IPW Sebut Peluang Jenderal Bintang 2 Jadi Calon Kapolri Sudah Tertutup
"Dengan ini kami sampaikan bahwa PT Perkebunan Nusantara VIII telah membuat Surat Somasi kepada seluruh okupan di Wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor."
"Dan Markaz Syariah milik pimpinan FPI memang benar ada di areal sah milik kami," kata Naning lewat keterangan tertulis yang terkonfirmasi, Kamis (24/12/2020).
Sebelumnya, beredar di media sosial surat somasi yang diarahkan kepada pondok pesantren Markaz Syariah milik pimpinan FPI Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor.
Baca juga: Lebih Murah dari Tempat Lain, Rapid Test Antigen di Terminal Kalideres Dibanderol Rp 150 Ribu
Dilihat Tribunnews, Kamis (23/12/2020), surat tersebut berasal dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII tertanggal 18 Desember 2020.
Tertulis di sana, ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VII, Kebun Gunung Mas, seluas kurang lebih 30,91 hektare.
Penggunan oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak 2013, disebut tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII.
Baca juga: DAFTAR Terbaru 60 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jawa Tengah Masih Mendominasi, DKI Sumbang Dua
"Tindakan saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak."
"Larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam pasal 385 KUHP."
"Perpu Nomor 51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP," tulis isi surat tersebut.
Baca juga: DAFTAR Terbaru 12 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Cuma Ada di Papua, Sumatera Utara, dan Maluku
Markaz Syariah pun diminta menyerahkan lahan tersebut kepada PTPN VIII selambat-lambatnya 7 hari setelah surat tersebut dilayangkan.
"Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini saudara tidak menindaklanjuti, maka kami akan melaporkan ke kepolisian cq Kepolisian Daerah Jawa Barat," lanjut isi surat itu.
Sementara, pihak Ponpes Markaz Syariah menjelaskan status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI tersebut pada 13 November 2020.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 23 Desember 2020: Pasien Positif Melonjak 7.514 Jadi 685.639
Pihak ponpes membenarkan sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII.
"Masyarakat Megamendung itu sendri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut," kata Pihak Ponpes lewat keterangan, setelah dikonfirmasi Wasekum FPI Aziz Yanuar, Kamis (23/12/2020).
Sehingga, kata pengurus, sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang/akan dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU/pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.
Baca juga: Biayai Aksi Terorisme di Timur Tengah, Sabu 202 Kg Senilai Rp 156 M Diselundupkan di Petamburan
"Perlu dicatat bahwa masuknya Imam Besar Habib Rizieq Shihab dan Pengurus Yayasan Markaz Syariah Megamendung untuk mendirikan Ponpes, yaitu dengan membayar kepada petani, bukan merampas."
"Dan para petani tersebut datang membawa surat yang sudah ditanda-tangani oleh Lurah & RT setempat."
"Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya."
Baca juga: Umat Katolik yang Tinggal di Zona Merah Covid-19 Tak Bisa Ikut Misa Natal Tatap Muka di Gereja
"Itulah yang dinamakan membeli tanah Over-Garap," tambahnya.
Pihak Ponpes menambahkan dokumen tersebut lengkap dan sudah ditembuskan kepada institusi negara dari bupati sampai gubernur.
"Jadi kami tegaskan sekali lagi bahwa kami tidak merampas tanah PT PN VIII, tetapi kami membeli dari para petani."
Baca juga: Aksinya Tepergok Pemilik Rumah dan Warga, Perampok Ayunkan Golok Saat Dikepung
"Bahwa Pihak Pengurus Markaz Sysriah Megamendung siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara."
"Tapi silakan ganti rugi uang keluarga dan Ummat yg sudah dikeluarkan untuk Beli over-garap tanah dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan."
"Agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain," papar pihak Markaz Syariah. (Rizki Sandi Saputra)