“Siapa yang mau kawin ni?” kata Leni saat bertanya kepada orang di rumahnya pada waktu itu.
Ternyata, dia dijodohkan dengan Ikhsan, pria yang sudah lama menyukainya dan kemudian juga ikut pelatnas dayung. Hanya saja, Ikhsan tak ikut sampai kejuaraan internasional.
“Bagi Bapak (Ikhsan), olahraga dayung itu untuk kesehatan fisik,” kata dia. Sejak itu, Ibu dan suaminya mendukung pertandingan-pertandingan yang diikuti Leni.
Titik terendah dalam hidup
Pada satu waktu, Leni berencana menjual beberapa medali emasnya, termasuk medali emas yang diraihnya di Australia. Leni lelah dengan janji-janji yang diberikan pemerintah.
Setelah lama tidak begitu aktif jadi atlet, Leni mencari pendapatan sebagai buruh cuci di rumah-rumah tetangganya. Sesekali dia juga melatih dayung.
Namun, pendapatannya bisa dibilang rendah. Apalagi saat Habibatul Pasehah, anak bungsunya lahir.
Kebahagiaan dan kesedihan seperti larut dan bercampur tak menentu. Anak bungsunya yang kerap disapa Habibah atau Dedek itu menderita Epidermolysis bullosa (EB).
Kulit Habibah rapuh dan mudah terluka. “Kalau pakai baju tidak bisa lama-lama. Kulitnya menempel di baju dan luka,” kata Leni saat mengantar Kompas.com mengunjungi kamar Habibah.
Habibah sedang sibuk menonton YouTube dari layar ponsel. Di bawah televisi yang menyala, terlihat obat-obatan untuk Habibah.
Beberapa bagian tubuh Habibah terlihat terluka, namun dia tetap fokus ke layar ponselnya. Leni mengeluarkan beberapa lukisan dan gambar karya Habibah.
“Ini gambar kebakaran hutan, waktu itu setelah Habibah melihat berita kebakaran hutan di televisi,” kata Leni.
Leni membuka jendela di ruangan sebelah kamar Habibah. Sementara itu, pendingin ruangan harus terus hidup untuk menjaga kondisi kulit anak bungsunya ini.
Sebab kulitnya melepuh apabila terkena matahari. Jari-jari tangannya pun menyatu oleh kulit yang tumbuh di sela-sela jarinya.
Namun, doa dan upaya Leni bersama suaminya membuat Habibah menjalani hidup seperti biasa di kamarnya yang berada di lantai dua rumah yang beralamat di Kelurahan Legok itu. Habibah sendiri selalu meyakinkan Ibunya bahwa dirinya tidak apa-apa.