Berita Jakarta

Pengusaha Tempe Tahu Prediksi Harga Kedelai hingga Akhir Februari 2021

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pedagang tempe tahu menutup lapak dagangannya di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (3/1/2021). Penutupan lapak ini sebagai bentuk proters kenaikan harga kedelai yang menjadi bahan baku utama tempe dan tahu.

WARTAKOTALIVE.COM, KRAMAT JATI - Kenaikan harga kedelai yang menjadi bahan baku utama tempe dan tahu diprediksi akan terus meningkat hingga akhir Februari 2021.

Hal itu dikemukakan oleh Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Sutaryo .

Kondisi itu, kata Sutaryo, diduga terjadi akibat imbas dari langkah China meningkatkan impor kedelai dari Amerika Serikat.

Amerika Serikat dikenal sebagai negara produsen kedelai terbesar di dunia. 

"Awal Maret China sudah mengalihkan pembelian (kedelai) ke Brasil. Brasil nanti Maret baru panen, jadi sampai akhir Februari kemungkinan terus naik," kata Sutaryo, Minggu (3/1/2021).

Baca juga: Setelah Tiga Hari Mogok, Produsen Tempe di Bekasi Mulai Kembali Produksi

Baca juga: VIDEO Pabrik Tempe Bekasi Kembali Beroperasi Setelah Mogok karena Kedelai Mahal

Ada empat negara produsen kedelai yakni Amerika Serikat, Brasil, Argentina, dan Kanada.

Namun, hanya kedelai dari Amerika Serikat saja yang cocok diproduksi menjadi tempe dan tahu. 

Butuh waktu minimal 2 bulan setelah China mengalihkan pembelian dari Amerika Serikat ke Brasil agar harga kedelai global bisa kembali turun ke harga semula. 

"Saya prediksi sebelum China beralih (impor) pasaran dunia nggak akan turun, bisa naik lagi. Karena secara logika bisnis barang laris masa nggak naikin,” katanya.

Sutaryo mengaku pesimis harga kedelai kembali stabil yakni Rp 7.000 per kilogram.

Bahkan tidak menutup kemungkinan bisa mencapai angka Rp 10.000 per kilogram. 

"Perkiraan di atas Rp 8.000, walaupun dalam posisi China sudah beralih. Butuh beberapa bulan untuk turun, bisa dua sampai empat bulan baru turun harganya," ucapnya.

Baca juga: Langka Dijual, Tempe dan Tahu jadi Mahal, Warga Tetap Rela Beli dengan Harga Tinggi

Baca juga: Tempe dan Tahu Langka Buntut Pengrajin Mogok Produksi, Warga Rela Beli dengan Harga Tinggi

Harga kedelai naik di Indonesia dinilai akibat pemerintah tidak memiliki ketahanan pangan dalam produksi kedelai.

Padahal program swasembada kedelai telah dicanangkan sejak tahun 2006.

"Pemerintah cenderung keenakan impor. Padahal begitu terjadi gejolak seperti ini nggak ada daya tahan," kata Sutaryo.

Halaman
12

Berita Terkini