Sentul Ultra Triathlon

Sentul Ultra Triathlon 2020, Ajang Bertemu, Berlatih, dan Menempa Komitmen Atlet Triathlon Indonesia

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sentul Ultra Triathlon 2020, ajang latihan bernuansa lomba triathlon yang digelar Triathlon Buddies yang keempat kalinya dimulai di Kolam Renang Sentul Highland, Minggu (9/2/2020).

Sentul Ultra Triathlon 2020 yang digelar Triathlon Buddies sukses menjadi ajang latihan menempa diri dan komitmen para atlet maupun pemula triathlon.

Hari masih gelap.

Dalam kesunyian pagi, satu persatu peserta Sentul Ultra Triathlon 2020 mendatangi Kolam Renang Sentul Highlands di kawasan Sentul, Jawa Barat, Minggu (9/2/2020) subuh.

Sebagian dari pria dan wanita itu sudah masuk usia paruh baya, menjelang 50-an.

Ada juga yang masih 30-an tahun.

Seorang diantaranya termuda adalah Karel Subagyo (16).

Perenang Pelatda DKI lapis 2 itu baru pertama kali mengikuti ajang triathlon yang digelar komunitas Triathlon Buddies.

Karel Subagyo dan partner bersepedanya. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

“Buat nambah pengalaman dan kenalan. Sebelumnya selain berenang, saya juga suka sepedaan, misalnya dari rumah ke Bekasi dan lari juga untuk mendukung performa renang. Tapi untuk menyatukan tiga kegiatan ini belum pernah terpikir, makanya ini baru mau coba,” tutur Karel yang juga siswa SMA Gandhi Memorial School Kelapa Gading.

Karena baru pertama mencoba, Karel ikut di nomor relay dimana tiga peserta dalam satu regu menjalankan kegiatan masing-masing yaitu berenang, bersepeda, dan lari.

Ia baru kenal dengan atlet sepedanya pada hari itu juga. Sementara untuk atlet larinya dia malah belum sempat kenalan.

Menginjak garis start. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Begitulah orang dari berbagai kalangan dan latar belakang dipertemukan dalam satu ajang ultra triathlon di Sentul.

Sejumlah peserta relay lainnya juga belum saling mengenal sebelumnya.

Mereka datang dari jalur kegiatan olahraga yang disukai masing-masing dan mencoba ikut triathlon, minimal merasakan atmosfer lomba triathlon yang mendekati aslinya.

Pukul 05.45 WIB tepat, Direktur Lomba Andrew Harry Jajab atau akrab disapa om Jajab mengumpulkan peserta untuk briefing.

“Semua peserta mengenakan chip yang akan berfungsi setelah melalui line sensor di titik start ini. Jadi saat transisi ke sepeda, jangan sampai menginjak sensor ini lagi karena bisa mengacaukan penghitungan waktu,” tutur Jajag yang juga aktivis Triathlon Buddies (Tribuds).

Direktur Lomba Andrew Harry Jajab. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Jajab mengatakan, SUT adalah ajang tahunan yang digelar Tribus dan sudah memasuki tahun keempat penyelenggaraannya.

Ada sejumlah kategori yang dibuat dalam event ini sebagai upaya menjembatani para pemula maupun mereka yang sudah berpengalaman.

Pada SUT 2020 kategori yang digelar adalah 70,3 berupa renang 1,9 km, sepeda 90 km, Lari 21,1 km.

Kategori 140,6 berupa renang 3,8 km, sepeda 180 km, lari 42,2 km.

Kategori 281,2 berupa renang 7,6 km, sepeda 360 km, dan lari 84,4 km.

Kategori 421,8 berupa lari 11,4 km, sepeda 540 km, Lari 126,6 km.

SUT 2020 yang diadakan sejak Jumat (7/2/2020) sendiri menggelar simulasi lomba triathlon untuk nomor indidivu dan relay atau beregu.

Khusus pada Minggu (9/2/2020), digelar nomor individu dan relay 140,6 dan individu kategori 70,3.

Ada 17 peserta relay dan lima peserta individu yang hadir.

Mentari masih remang-remang di tanah saat para peserta yang sudah mengenakan baju renang lengkap dengan swimcap dan chip di pergelangan kaki, mulai melangkah dan menceburkan diri ke kolam renang.

Mencatat waktu. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Air dan angin dingin sisa hujan semalam tak menyurutkan semangat mereka berenang mengarungi kolam dalam 76 kali bolak balik atau 3,8 km.

Sesekali terdengan banyolan dari para peserta yang berhenti sejenak untuk mengambil nafas.

Lelucon dan senda gurau segar di pagi hari itu mencairkan suasana.

Renang 76 kali bolak balik. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Sesekali peserta memberi aplaus atau tos untuk memberi semangat satu sama lain.

Seperti sudah diduga, Karel yang merupakan atlet renang paling dulu menyelesaikan tugasnya.

Pukul 06.45 WIB dia sudah keluar kolam dan menyerahkan chip-nya pada pesepeda yang sudah siap di tempat parkir.

“Biasanya kalau latihan renang itu jaraknya 6-7 km, jadi jarak 3,8 km ini masih biasa,” tuturnya sambil tersenyum.

Karel mengatakan, dari simulasi lomba ini dia bisa merasakan beratnya menjadi atlet triathlon sekaligus mengukur kemampuan dirinya dalam mengelola tenaga dan memotivasi diri untuk berlomba.

Transisi dari renang ke sepeda. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Ia bertekad meneruskan ikut kegiatan ini dengan terjun di lomba triathlon sungguhan seperti di Jepara.

“Kalau di lomba triathlon sungguhan medannya pasti lebih berat karena renang, sepedaan dan larinya di alam terbuka. Ada faktur hambatan angin, arus, dan rintangan lain-lain, tapi ini sangat fun dan berkesan,” tuturnya.

SUT yang digelar untuk keempat kalinya memang merupakan salah satu upaya Tribuds memopulerkan olahraga triathlon.

Direktur Lomba Andrew Harry Jajab mengatakan, event ini memang bukan sebuah lomba sungguhan tapi bersifat simulasi atau latihan bersama.

Kendatipun bukan lomba, seluruh aturan dan perangkat yang digunakan sudah sama dengan lomba triathlon sungguhan.

Begitu pula kategori dan pentahapan yang disarankan bagi para atlet disesuaikan dengan kondisi bagi peserta yang sudah berpengalaman dan pemula.

“Sistem pencatatan waktunya pun akurat sehingga benar-benar dapat digunakan peserta menjadi acuan untuk persiapan lomba yang sesungguhnya,” tuturnya.

Menurut Jajab, event SUT juga dirancang sebagai tahapan bagi para penggemar triathlon untuk mempersiapkan diri mengikuti lomba yang sudah dirancang sepanjang tahun.

“Setelah event Anniversary Tribuds pada Januari 2020 lalu, event SUT ini digelar untuk evaluasi, mengukur kemampuan bagi para atlet untuk mengikuti lomba sesungguhnya yang sudah masuk kalender tahun ini,” tutur lulusan Universitas Bina Nusantara tersebut.

Transisi renang-sepeda. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Satu persatu peserta menyelesaikan nomor renang dan beralih ke sepeda.

Ada yang berganti kostum, namun ada juga yang tetap mengenakan kostum yang sama.

Peserta langsung mengambil sepeda dan memacunya menuju titik start di depan Hotel Alana, Sentul.

Mencicipi triathlon

Warta Kota yang mencoba merasakan suasana triathlon turun di nomor relay dengan memacu sepeda dari titik start di depan restoran Ah Poong, Sentul.

Jalur lomba berupa jalan melingkar (loop) sepanjang 5 km dengan rentang ketinggian (elevation gain) 70 m.

Check point. (istimewa)

Peserta harus menapaki jalur loop itu sebanyak 36 kali atau berarti rentang ketinggiannya 2.520 m.

Sebagai gambaran, profil jalur Jakarta-Puncak sepanjang 170 km memiliki rentang ketinggian 2.160 m.

Dari titik start di dekat Restoran Ah Poong, jalur menyusuri Jalan Ir Juanda  menanjak landai ke arah Hill Top Residence sekitar 1,5km lalu menurun menuju Jl MH Thamrin.

Di jalur jalan raya yang ramai itu panitia mempersiapkan pembatas dengan traffic cone sampai ke Bundaran Love.

Selepas masuk Jalan MH Thamrin, jalan mulai menanjak lagi sampai puncaknya di depan SPBU.

Sampai di Bundaran Love, jalur berbelok ke kiri, menurun sedikit lalu langsung menanjak kembali ke titik start di depan restoran Ah Poong.

Stop di water station. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Dengan begitu terhitung ada tiga tanjakan dan tiga turunan yang terpantau  di jalur loop tersebut.

Jalur yang sama digunakan untuk peserta yang sedang berlari dengan berlawanan arah sehingga peserta lari dan bersepeda berulangkali berpapasan di lintasan yang sama.

Setiap kali berpapasan dengan pelari atau mendahului pesepeda lain, peserta saling bertegur sapa, saling menyemangati atau sekedar lempar senyum ditengah derus nafas yang ngos-ngosan.

Marshall yang berjaga di sejumlah titik ikut memberi semangat setiap kali peserta melintas dengan cara dan ulahnya masing-masing yang menuai tawa.

Begitu pula panitia dan petugas medis yang ada di dua titik terus memberi semangat. Suasananya benar-benar mirip lomba.

Warta Kota mengayuh bersama sejumlah pesepeda lainnya yang berjalan dengan ritme masing-masing.

Sepanjang 30km pertama, tubuh menyesuaikan dengan situasi jalanan dan kayuhan sepeda terasa ringan.

Semua berusaha menyelaraskan kayuhan sepeda dengan medan yang dihadapi lewat shifting  secara bertahap.

Ini demi mencapai titik paling efisien untuk melintasi jalur tersebut berulang-ulang.

Di tengah putaran kedua, saya bertemu George Surjopurnomo yang turun di kategori 421,8.

Warta Kota bertemu George Surjopurnomo, salah seorang Ironman Indonesia. (George Surjopurnomo)

Anggota Mahitala Trail Run berusia 51 tahun itu sudah tak asing di dunia triathlon dan aneka olahraga uji ketahanan fisik di Indonesia.

Kegigihan dan ketekunannya menghadapi rintangan di medan berat triathlon sudah teruji tak hanya di event dalam negeri namun juga di sejumlah negara seperti Kanada dan Amerika Serikat.

Malam sebelumnya George baru saja menyelesaikan nomor bersepeda sepanjang 540 km.

“Sudah tiga hari di Sentul, baru semalem kelar Bike Leg, sekarang lanjut FM (full marathon 42,5 km) saja,” tutur satu dari sedikit Ironman Indonesia itu.

Wajahnya  memerah dengan mata sembap seperti kurang tidur.

Namun dari nada bicara dan teriakannya saat memberi semangat, saya tahu semangatnya masih sangat tinggi.

Dia akhirnya menyelesaikan latihannya di SUT 2020 ini dengan menempuh renang 11,5 km, bersepeda 540 km, dan lari 42,5 km dalam waktu 59 jam.   

George juga kaget bertemu saya disini karena biasanya kami bertemu di kegiatan seputar kampus atau di perjalanan bersepeda jarak jauh.

Terakhir kami bersepeda berdua mengitari rute Jakarta-Baduy-Jakarta sepanjang 250,5km.   

George dan para peserta lari lainnya melintasi jalur yang sama dengan arah berlawanan jarum jam.

Setiap kali bertemu tak segan ia berteriak memberi semangat.

“Jangan kurang hidrasi bro, banyak minum!” teriaknya suatu ketika seraya saya merasakan sengatan mentari yang mulai tinggi.

George sendiri sudah langganan ikut SUT. Pada 2015 dia ikut kategori 281.2, lalu 2017 turun di kategori 140.6.

Pada 2018 ia ikut kategori 281.2 namun Double DNF karena kurang 21 km sudah harus masuk kantor.

Pada 2019 ia kembali ikut kategori 281.2 namun terpaksa berhenti saat lari kurang 42 km lagi karena cedera lutut. 

Tahun 2020 ini ia pertama kali mencoba Triple IM atau satu kategori triathlon diulang tiga kali secara berturut. Dahsyat!

Saya berusaha menapaki rute itu dengan ritme kayuhan individu.

Satu persatu pesepeda yang menyalip sempat juga menimbulkan keinginan untuk mengejar.

Namun beban di kaki dan tarikan nafas serta merta menjadi alarm untuk disiplin pada ritme kayuhan sendiri.

Saya susuri putaran demi putaran dengan lancar.  

Lewat sepuluh putaran atau 50 km, rasa bosan mulai melanda.

Bertemu dengan pemandangan dan suasana yang itu-itu saja, bertemu dengan orang yang sama berkali-kali dalam satu putaran.   

Cuaca awalnya sangat bersahabat, mendung sepanjang pagi.

Namun menjelang pukul 11.00, sinar matahari mulai menyengat.

Tenaga mulai merosot dan kedua paha dilanda keram.

Rupanya saya kurang stabil mengatur irama kayuhan atau masih terbawa emosi.

Kesadaran itu datang lalu saya bisa mengatur kembali irama kayuhan yang lebih rileks.

Sesekali berhenti di water station yang lengkap menyediakan sarana pendukung seperti minuman isotonik, air mineral, buah-buahan, dan snack berkarbohidrat tinggi.

Lari. (istimewa)

Saya tetapkan untuk berhenti setiap 20 km dan mengisi asupan.

Cara itu berhasil mengefisienkan pergerakan.  

Masuk 80 km berbagai bentuk rasa sakit mulai datang hasil produksi asam laktat di tubuh.

Pundak terasa nyeri, begitu pula sejumlah persendian di tungkai dan perut.

Saya bertahan dan mencoba terus menyemangati diri untuk terus mengayuh.

Cukup sering saya menempuh perjalanan bersepeda jarak jauh.

Namun menapakinya dalam suasana lomba baru kali ini.

Cukuplah ini membuat pembedaan yang bisa dirasakan.

Perjalanan ini sama-sama punya target.

Namun dalam lomba seperti ini ada lebih banyak faktor seperti aturan dan batasan waktu yang melecut diri untuk mencapai atau malah melampaui batasan kemampuan.

Pada putaran ke-21 atau jarak mencapai 100,8 km, sudah pukul 12.30 WIB dan saya putuskan untuk berhenti disitu.

Soal komitmen

Latihan SUT 2020 sungguh memberi kesempatan tak hanya untuk berlatih, namun juga menempa diri bagi siapapun yang mengikutinya.

George di atas sepedanya. (istimewa)

Disela latihan, saat bertemu kembali di water station George mengatakan, triathlon bisa jadi gaya hidup siapapun dan dimanapun karena ujungnya membutuhkan komitmen diri. 

"Untuk berlatih 10-15 jam per minggu, menjaga pola makan, istirahat, itu perlu komitmen tinggi, dan dukungan dari lingkungan, termasuk keluarga. Jadi selain dari diri sendiri, perlu ada dukungan dari orang terdekat," tuturnya. 

Ia menyarankan para pemula untuk mencoba ajang ini secara bertahap dengan jarak tempuh dari yang paling dekat hingga jarak jauh. 

Jika mau ikut lomba, ikutlah lomba secara bertahap sesuai kemampuan diri dan pengembangan performa yang terukur sehingga tidak memaksakan diri.

"Its all about commitment," tuturnya.

Berita Terkini