Pada awal bulan Desember 2019, para Pedagang Kaki Lima (PKL) baju di Senen, Jakarta Pusat dipastikan tidak boleh lagi berdagang di area trotoar.
Hal ini dilakukan mengingat keberadaan PKL baju itu membuat kawasan terkesan kumuh.
Selain itu, juga kerap kali berimbas pada kemacetan.
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi mengatakan per tanggal 1 Desember 2019, para pedagang tak boleh lagi berjualan di area itu.
"Pokoknya, 1 Desember udah harus kosong, kita udh sosialisasi kemaren ke pedagang," kata Irwandi, Jumat (15/11/2019).
• Terungkap Keanehan Ikan Berwajah Manusia Tertangkap Kamera Tampak di Danau Bukti Manusia Ikan Ada?
Menurut Irwandi, pihaknya telah memikirkan lokasi relokasi para pedagang baju ini. Nantinya mereka akan di relokasi ke Pasar Kenari, Kramat, Jakarta Pusat.
"Kita akan tempatkan di Kenari. Jadi ini bukan ditertibkan tapi kita relokasi. Karena itu bikin macet di jalan. Jalan crowdid banget, malu kita," ujarnya.
• Legislator DKI Menilai Kecelakaan Skuter Listrik Bisa Dihindari Bila Pemerintah Membuat Regulasi
Diketahui, sejak kebakaran Pasar Senen Jakarta Pusat, para pedagang diberikan tempat untuk kembali dapat berjualan, hanya saja mereka akhirnya kembali turun ke jalan karena merasa omset yang didapat turun.
Namun dampak mereka di Jalan ini membuat kawasan di sekitar Senen menjadi macet, karena mereka mengakusisi trotoar, sehingga banyak para pejalan kaki mengeluhkan keberadaan mereka.
• Kompol Priyatno Ungkap Jasad Pedagang Kopi Ditemukan atas Inisiatif Warga Mencari Tahu Bau Busuk
Sebelumnya, diungkap bahwa Dinas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) DKI Jakarta menargetkan penataan pedagang kaki lima (PKL) di trotoar Ibu Kota bakal rampung pada Desember 2019 nanti.
Dinas itu menyebut, trotoar Ibu Kota yang memiliki dimensi di atas lima meter berpotensi dijadikan tempat pedagang Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
“Sampai saat ini kami masih mengkaji desain PKL di trotoar dan dalam pembuatan desain ini kami mengedepankan kehati-hatian serta berpedoman pada hukum."
"Jangan sampai ada gugatan nantinya,” kata Kepala Dinas UMKM DKI Jakarta, Adi Ariantara pada Senin (7/10/2019).
Adi mengatakan, pihaknya mengandalkan beberapa payung hukum untuk membuatkan desain penataan PKL di trotoar.
Pertama Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Dasar Tata Ruang (RDTR) dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
• Jalur Sepeda Melawai Tampak sudah Steril dari Pangkalan Ojek Online dan PKL Liar
Aturan itu menyebutkan tentang klasifikasi area dan zona yang boleh untuk UKM.
Tidak hanya Perda, DKI juga mengandalkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PermenPUPR) Nomor 3 tahun 2014.
Aturan itu menyebut mengenai batasan lebar pengggunaan trotoar.
“Kebutuhan dasar lainnya seperti listrik dan air juga menjadi pertimbangan agar para pelaku UKM dapat berusaha di sana,” ujarnya.
Adi memastikan bahwa Pemprov DKI sangat menghormati hukum dalam melakukan penataan PKL.
Di sisi lain, DKI berharap ada peran pemilik gedung dalam menyediakan lahan untuk tempat UKM.
“Kalau gedung bisa mencukupi kebutuhan pekerja, maka orang tidak perlu keluar cari makan,” jelasnya.
• Legalkan PKL Jualan di Trotoar, Anies Baswedan: Banyak Kebijakan Kita Diskriminatif pada yang Lemah
Menurut dia, keberadaan PKL disebabkan karena adanya pelaku UKM yang tidak tertampung di gedung-gedung.
Mereka kemudian mencari peluang di ruang publik dengan tingkat konsentrasi masyarakat yang cukup tinggi.
Karena itu, bila gedung-gedung itu menyediakan lokasi UKM, masyarakat pengguna gedung tidak akan keluar gedung, kecuali ingin makan di restoran.
“Pada saat hari kerja, saya pantau di kawasan Kuningan itu sangat luar biasa."
"Harga makanan di dalam gedung tidak terjangkau oleh karyawan."
"PKL melihat peluang itu."
"Bayangkan, kalau satu lantai gedung itu hanya satu dua orang saja yang mampu makan di dalam gedung,” jelasnya.
• Ustadz Abdul Somad Bangkitkan Solidaritas Warga Keturunan Minang Bugis Jawa di Wamena yang Berduka
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menyarankan, sebaiknya Pemprov DKI menjalankan rencananya dalam mewajibkan gedung menyediakan lokasi UKM ketimbang menata PKL di trotoar.
Kata dia, penataan PKL di trotoar tidak sesuai dengan UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan.
Di sisi lain, DKI sendiri telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL dengan memasukan para PKL ke dalam pasar rakyat.
Bahkan, pengelola mal diminta menyiapkan lahan sekitar 10 persen dari total lahan yang dibangun untuk mengakomodasi PKL.
“Pemprov juga bisa libatkan kantor-kantor yang ada di Jakarta untuk merangkal PKL lewat kantin, termasuk mengajak mereka dalam setiap kegiatan festival."
"Jadi, bukan PKL nggak boleh berjualan, justru boleh jualan tetapi diatur."
"Ini yang harus dijelaskan,” katanya.
Nirwono menilai bahwa rencana Pemprov DKI Jakarta merangkul PKL di trotoar memicu kontroversi.
Menurutnya, kebijakan tersebut justru bisa merangsang daerah lain untuk mengikuti hal serupa.
Karena itu, dia meminta, agar DKI mengkaji ulang rencananya agar kebijakan ini tidak memicu efek domino bagi daerah lain.
Apalagi, selama ini, penertiban terhadap PKL lebih sulit ketimbang menegakkan aturan yang telah dibuat.
“Aturan itu kan hitam putih (sifatnya jelas) nggak bisa dibuat abu-abu (tidak jelas) kalau disebut umpanya tadi, Permen PU di titik sini boleh, lalu di sana, nggak boleh, itu malah membuat penataan kotanya semakin sulit,” ungkapnya.
• Sudin Kehutanan Jakarta Pusat Bangun 65 Sumur Pantek karena Minimnya Mobil Tangki Air