Dari 34 provinsi di Indonesia, Tri menduga angka gigitan ular bisa mencapai 135.000 kasus.
“LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Bio Farma, serta beberapa universitas tertarik untuk mengembangkan anti-bisa. Jadi, harusnya pemerintah membiayai dan memacunya agar 76 ular berbisa di indonesia ada anti-bisanya,” ucap Tri.
• HEBOH Video Nisan Kuburan Berasap lalu Keluarkan Api, Makam Gadis di Gowa Juga Berapi 3 Hari
Selain itu, Indonesia baru memiliki satu anti-bisa berjenis polivalen yang dapat digunakan untuk tiga jenis ular.
Artinya, 73 anti-bisa ular lainnya harus didatangkan dari luar negeri.
Dari segi efektivitas, kekuatan polivalen hanya sepertiga dibandingkan monovalen.
• HEBOH Acara Pemakaman Berantakan Gara-gara Pelayat Mabuk Setelah Makan Kue, Ini Kronologinya
Terhadap bisa ular ekor merah, misalnya, monovalen hanya butuh waktu 6 jam untuk memulihkan korban kembali.
“Semua jenis ular lebih bagus pakai monovalen. Satu peneliti LIPI yang tergigit ular di Simeuleu di bulan Agustus kemarin, 24 jam kemudian sudah bisa pulang,” ucap Tri.
SABU merupakan serum anti-bisa ular yang dibuat dari bisa ular.
• HEBOH Jenazah Wanita Hidup Lagi Seusai Disentuh Suaminya, Sudah 3 Hari Meninggal & Nyaris Dikremasi
Prosesnya tidak sederhana karena dibutuhkan alat purifikasi dan teknologi bioinformatika agar susunan protein dan enzim bisa dibuat menjadi anti-bisa ular.
Untuk itu, Tri mengambil inisiatif memberikan SABU gratis kepada masyarakat yang terkena gigitan ular dari gajinya sebagai pegawai negeri sipil, misalnya SABU ular Trimeresurus dari Thailand yang tidak dicakup oleh pemerintah.
Hal itu dilakukannya untuk memberikan contoh kepada dokter dan pemerintah agar serius menghadapi kasus gigitan ular berbisa.
• HEBOH Pria Gemar Memamerkan Alat Kelamin Depan Umum di Depok
“Saya beli dengan gaji saya sebagai pegawai negeri sipil dan berikan gratis. Saya ke Thailand terus minta izin dengan BPPOM dan Kemenkes supaya anti-bisa itu bisa dibeli dan saya kasih gratis kepada masyarakat,” ujar Tri.
Tri menuturkan, ke depannya, jumlah kasus gigitan ular mungkin bertambah.
Ular tanah, misalnya, tengah keluar di kebun kelapa sawit di Ketapang, Kalimantan Barat karena habitatnya terganggu oleh pengubahan hutan hetetrogen menjadi hutan homogen.
• HEBOH Bus Nyasar ke Hutan Tunggangan Wonogiri, Ada Wanita Cantik Misterius Duduk di Samping Sopir
“Karena ekosistem yang berubah maka ular banyak yang terganggu dan banyak yang membuat manusia tergigit juga,” ucap Tri. (Kompas.com/Lutfy Mairizal Putra)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Ketika Racun Ular Dicampur dengan Darah Manusia, Ternyata Dampaknya Semengerikan Ini