Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menanggapi ucapan Ketua tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto soal MK.
Diketahui Bambang seusai menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, meminta agar MK tak berubah menjadi 'Mahkamah Kalkulator'.
Menanggapi hal itu, Mahfud MD ditanyakan oleh pembawa acara apakah ada indikasi dari perkataan itu sebegai Contempt of Court.
• Bambang Widjojanto Diminta Jaga Mulut, Pernyataannya Soal MK Membangun Opini yang Berbahaya
• Anies Baswedan Tak Keberatan Bambang Widjojanto Ikut Mengawal Sengketa Hasil Pilpres 2019
• Muncul Petisi Meminta Presiden Jokowi dan Mendagri Copot Anies Sebagai Gubernur, Ini Tanggapan Anies
Dikutip TribunWow.com dari tayangan program metrotvnews, Sabtu (25/5/2019), Mahfud kemudian menjelaskan mengenai istilah tersebut.
"Istilah Contempt of Court itu secara resmi di dalam tata hukum kita belum ada tetapi di dalam undang-undang hukum pidana, pelecehan atau perusakan terhadap pejabat-pejabat atau jabatan publik itu ada hukumannya sendiri," ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan proses rekonsiliasi antara kubu 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga optimis akan terjadi.
Mahfud MD dan para tokoh Gerakan Suluh KebangsaanJumat (17/5/2019).
(Tribunnews.com/ Rina Ayu)
Namun, ia menganggap perkataan seperti 'Mahkamah Kalkulator' tidak perlu dianggap sebagai hal yang berlebihan.
"Tetapi ini anggap sebagi penilaian publik yang tidak udah disikapi terlalu berlebihan," pungkasnya.
Mahfud MD lalu mengatakan ia dahulu saat menjadi Ketua MK ditahun 2009 juga pernah diragukan saat memutuskan sengketa pilpres.
"Saya punya pengalaman, tahun 2009 itu sama Mahkamah Konstitusi itu dituding sebagai Mahkamah Kalkulator, dituding sudah diatur oleh presiden SBY waktu itu," ujar Mahfud.
• JOKOWI 212 Tak Pernah Kalah dalam Lima Kali Pemilu. Ternyata Ini Rahasianya, Sangat Sederhana
Ia juga mengatakan ada banyak aksi unjuk rasa saat itu.
"Seminggu sebelum putusan MK, itu demo setiap hari, tapi kita jalan saja, kemudian kita ingat tanggal 12 Agustus tahun 2009, jam 4 sore saya mengetok palu, bahwa sesudah memeriksa dengan seksama kami memutuskan bahwa Pak SBY tetap menang, itu jam 4 sore," ujar Mahfud.
Ia lalu mengatakan sikap paslon lain saat itu ada Ketua Umum Partai PDIP, Megawati Soekarno Putri dan dari Partai Golkar, Jusuf Kalla-Wiranto.