Sejumlah wacana muncul guna mengantisipasi arus dari timur menuju Jakarta terkait one way di Tol Trans Jawa, seperti one way tidak 24 jam, contra flow pada satu lajur, dan pengawalan polisi terhadap bus-bus AKAP di jalur arteri agar tepat waktu sampai di Jakarta untuk menjemput penumpang.
KEBERATAN para pengusaha otobus atas penerapaan sistem one way di Tol Trans Jakarta selama 24 jam penuh ketika puncak arus mudik Lebaran di Tol Trans Jawa, akhirnya ditanggapi pemerintah.
Para pengusaha yang tergabung dalam Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) sebelumnya menyampaikan surat terbuka untuk Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tentang keberatan mereka atas kebijakan one way.
Menjawab surat terbuka IPOMI, Menteri Perhubungan (Menhub) RI Budi Karya Sumadi mengatakan telah berkoordinasi dengan Korlantas Polri sebagai penentu kebijakan di lapangan.
• Ada Dispensasi, Pemudik Boleh Buka Puasa di Bahu Jalan Tol, Asalkan Ingat Ini
• Menhub Ingatkan Lagi soal One Way di Tol Trans Jawa saat Arus Mudik Nanti, Simak Poin-poin Ini
Budi meminta agar kepentingan masyarakat dalam hal ini pemilik bus yang keberatan dengan kebijakan tersebut juga diperhatikan.
"Tadi saya bicara dengan Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Pol Benyamin, saya sarankan akomodir apa yang menjadi pemikiran pemilik bus," tutur Menhub Budi Karya Sumadi dalam keterangan resminya, Senin (20/5/2019).
"Misalnya bisa kemungkinan diberikan ruang waktu, katakan 6 jam atau beberapa jam (tidak satu arah), sehingga ada arus tertentu yang bisa mungkin dari timur ke barat," imbuhnya.
• Berikut Rute Alternatif Terkait One Way Tol Cikampek Arah Jakarta
• Bakal Ada Uji Coba Trayek Bus Trans Jawa, Akan Diresmikan 27 Mei 2019
Sudah memperhatikan
Budi menjelaskan, penerapan one way sebenarnya sudah memperhatikan arus kendaraan yang akan datang dari arah timur menuju Jakarta.
Karena dari itu, sistem satu arah tidak dilakukan dari Jakarta, melainkan Cikarang agar dari Cikarang sampai Jakarta tetap bisa dilalui dua arah.
Terkait kewenangan satu arah di sejumlah ruas tol, Budi juga menegaskan bila pihaknya telah memberikan kewenangan untuk melakukan diskresi lalu lintas kepada Korlantas Polri, sehingga nantinya akan dipikirkan sejumlah opsi lainnya.
• Mudik Lebaran ke Solo via Tol Trans Jawa Rp 394.500, Tarif Terjauh Rp 775.500, Ini Rincian Tarifnya
• Tol Trans Jawa jadi Favorit Pemudik, Siapkan Saldo E-Toll dan Catat Daftar Tarif Tol Berikut Ini
Tidak 24 jam penuh
Sementara itu, Benyamin mengatakan ada kemungkinan bila penerapan one way nanti tidak akan dilakukan selama 24 jam penuh.
Sifatnya akan dibuat situasional yang akan hanya diberlakukan pada jam-jam ramai sehingga pengguna tol yang mau masuk Jakarta bisa melintas.
"Kita punya peluang ada waktu-waktu tertentu, biasanya di malam hari, yang arus kendarannya tidak terlalu padat pada saat keberangkatan dari Jakarta," ucap Benyamin.
Pengawalan untuk bus AKAP
Secara terpisah, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono, menjelaskan bila ada wacana bila nanti bus-bus AKAP akan dikawal oleh kopolisian ketika melintasi jalur arteri.
Langkah ini dilakukan agar bus tersebut bisa leluasa untuk sampai di terminal yang ada di Jakarta guna menjemput penumpang.
Bambang menjelaskan hal ini sangat memungkinkan agar tidak ada keterlambatan dan penumpukan penumpang .
"Mereka minta dibuka satu ruas untuk arah ke Jakarta, tapi itu tidak mungkin karenakan dari sisi potensi keselamatan berisiko," paparnya.
"Infonya sementara, nanti kalau terjadi kepadatan bus-bus tersebut akan dikawal oleh kepolisian saat melintasi arteri agar bisa cepat sampai untuk menjemput penumpang," kata Bambang di Jakarta kepada Media.
Tuai Polemik Pengusaha Otobus
Sebelumnya, langkah pemerintah melancarkan arus mudik dengan kebijakan satu arah atau one way di Tol Cikarang Utama sampai Brebes Barat, memicu dampak buruk bagi para pengusaha otobus (PO).
Dengan penerapan satu arah saat puncak arus mudik, otomatis membuat bus dari arah Jawa atau Timur tidak bisa masuk ke Jakarta via tol.
Padahal, bus-bus tersebut datang untuk menjemput penumpang di terminal yang juga akan berangkat mudik ke kampung halaman, mengingat pada tanggal 30 Mei hingga 2 Juni 2019 merupakan masa-masa puncak arus mudik.
Pengurus Pusat Ikatan Pengusahan Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Anthony Steven Hambali, mengatakan langkah pemerintah memutuskan one way saat mudik merupakan langkah sepihak tanpa memikirkan bagaimana akses untuk transportasi umum.
"Kalau ditutup tanpa dikasih satu ruas untuk bus pelat kuning atau transportasi umum melintas, bagaimana armada kami bisa menjemput masyarakat yang mau naik," tuturnya.
"Padahal, mayoritas bus antar kota antar provinsi (AKAP) yang arah ke Jawa itu berada di luar Jakarta, otomatis kami tidak bisa tepat waktu menjemput mereka kalau harus melintasi arteri," imbuh Anthony yang juga pemilik dari PO Sumber Alam, kepada Kompas.com, Selasa (14/5/2019).
Win-win Solution
Lebih lanjut Anthony menjelaskan, skema satu arah di jalan tol menunjukkan bahwa pemerintah lebih berorientasi pada kendaraan pribadi.
Kondisi tersebut sangat bertentangan dengan wacana-wacana pemerintah yang ingin mendorong masyarakat agar beralih ke transportasi umum.
Tidak hanya soal kerugian waktu bagi penumpang dan pengusaha bus, namun dengan mendorong masyarakat menggunakan kendaran pribadi melalui kebijakan satu arah, artinya sama saja memindahkan kemacetan di Ibu Kota ke daerah-daerah tujuan.
Belum lagi tidak adanya perhitungan pemerintah bila ada pula masyarakat di Jawa yang mudik justru lawan arah seperti ke Lampung atau beberapa kota lain di Sumatera.
"Sama saja kebijakan tersebut lebih mengakomodir pengguna kendaraan pribadi dari pada transportasi umum," tandasnya.
"Harusnya diberikan win-win solution seperti memberikan satu ruas contraflow untuk pelat kuning atau penerapan satu arah tidak berlaku 24 jam, melainkan hanya situasional saja," kata Anthony lagi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Akan Kawal Bus AKAP yang Menuju Jakarta" dan "Kebijakan Satu Arah Saat Mudik Tuai Polemik Pengusaha Otobus"