Berita Nasional

KPK Bongkar Suap Kuota Haji Khusus, Apa Hukumnya Ibadah Haji dengan Menyuap?

KPK Bongkar Suap Kuota Haji Khusus era Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, Lalu Apa Hukumnya Ibadah Haji dengan Menyuap?

Editor: Dwi Rizki
TRIBUNTIMUR/MEDIA CENTRE HAJI/MANSUR AMIRULLAH
KORUPSI KUOTA HAJI - Suasana Masjidil Haram di kota Makkah Arab Saudi pada Jumat (9/5/2025). KPK Bongkar Suap Kuota Haji Khusus era Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo, Ustadz Muhamad Hanif Rahman menjelaskan hukum ibadah haji dengan menyuap. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama pada era Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas.

Dalam penyidikan, KPK mengungkap kuota haji tambahan yang dialokasikan untuk haji khusus diperjualbelikan.

Haji khusus yang sebelumnya disebut ONH plus, program ibadah haji yang diselenggarakan oleh travel haji resmi yang bekerja sama dengan Kementerian Agama RI.

Haji khusus menawarkan fasilitas lebih baik dengan masa tunggu lebih singkat, yakni sekitar 7-9 tahun namun dengan biaya lebih mahal dibandingkan haji reguler.

Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

Kuota Haji Indonesia sebesar 20.000 per tahun seharusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.

Namun dalam pelaksanaannya, Kementerian Agama justru membagi dua kuota, yaitu 10.000 untuk haji reguler, 10.000 untuk kuota haji khusus.

Dalam temuan penyidik KPK, jual beli kuota Haji Khusus besarannya mulai dari Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.

Akibatnya, Negara ditaksir mengalami kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun.

Baca juga: Rismon Lantang Sebut Jokowi Pemimpin Maling: Menteri Siapa yang Antar Duit Tiap Minggu ke Gibran?

Baca juga: Viral Pegawai Pertamina Bongkar Trik Agar Isi Bensin Tak Dicurangi, Caranya Sederhana

Lalu apakah hukumnya bagi umat muslim yang berangkat haji dengan menyuap?

Menjawab pertanyaan tersebut, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo, Ustadz Muhamad Hanif Rahman menjelaskan Ibadah haji atau umrah merupakan ibadah badaniyah dan maliyah. 

Artinya, umat Islam yang berkewajiban melaksanakan ibadah haji atau umrah itu selain memenuhi syarat secara fisik, juga disyaratkan mampu secara finansial untuk mengadakan perjalanan pulang pergi (istithaah).

Namun, bagaimana jadinya kalau biaya haji atau umrahnya dari hasil menyuap atau korupsi?

Secara fiqih, haji dan umrah sebagai suatu ibadah harus dipisahkan dengan harta haram sebagai sarana untuk melaksanakan ibadah tersebut.

"Pasalnya, dalam fiqih yang dihukumi adalah zahirnya suatu ibadah," jelas Ustaz Muhamad Hanif Rahman dikutip dari NU Online.

"Artinya, suatu ibadah jika dikerjakan secara sempurna dengan memenuhi syarat dan rukun tertentu maka ibadahnya dinilai sah," bebernya.  

Demikian juga haji dan umrah dengan biaya harta haram asalkan dikerjakan secara sempurna, memenuhi syarat dan rukunnya maka dinilai sah dan telah menggugurkan kewajiban. 

"Adapun harta hasil korupsi hukumnya jelas haram dan berdosa digunakan untuk haji dan umrah. Namun, itu adalah faktor eksternal dari ibadah haji dan umrah yang tidak mempengaruhi keabsahan haji dan umrah," jelasnya.

Berikut penjelasan Imam An-Nawawi dalam Majmu' Syarah Muhadzab:

Artinya, "Apabila seseorang beribadah haji dengan harta haram atau dengan menaiki binatang tunggangan (kendaraan) hasil ghasab maka ia berdosa, hajinya dinilai sah dan telah mencukupi kewajiban hajinya, menurut pendapat kami, Madzhab Syafi'i. Imam Abu Hanifah, Malik, al-'Abdari dan mayoritas ulama fiqih berpendapat sama. Imam Ahmad berkata: 'Haji dengan harta haram tidak mencukupi kewajiban hajinya.' Adapun dalil kami adalah bahwa haji merupakan mengerjakan perkara-perkara khusus, sedangkan yang dilarang terkait perkara di luarnya." (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû' Syarh al-Muhadzdzab, [Bairut: Darul Fikr: t.th], Juz VII, halaman 62).

Syekh Nawawi Banten dalam Nihayatuz Zain juga mengatakan demikian: 

Artinya, "Jika seseorang melaksanakan haji atau umrah dengan harta haram maka ia telah bermaksiat, dan kewajiban hajinya telah gugur." (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr: t.t], halaman 202).

Imam Zakariya al-Anshari menyamakan haji dan umrahnya seseorang dengan harta haram itu seperti orang shalat di tempat ghasab atau mengenakan pakaian berbahan sutra bagi laki-laki.  

Artinya, “(Dan gugur kewajiban orang yang haji dengan harta haram) seperti harta ghasab sekalipun ia bermaksiat, seperti shalat di tempat ghasab atau mengenakan pakaian terbuat dari sutra.” (Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut: Darul Kutub Islamiyah: t.t],juz I, halaman 458).

"Dengan demikian haji atau umrah yang dikerjakan dengan biaya harta haram seperti korupsi menurut mayoritas ulama dinilai sah, mencukupi dan telah menggugurkan kewajiban haji atau umrah seperti halnya shalat di tempat ghasab atau shalat dengan mengenakan baju sutra bagi laki-laki, shalatnya sah tapi haram dikerjakan dan pelakunya adalah pelaku maksiat," jelas Ustadz Muhamad Hanif Rahman.

Syarat Haji Mabrur 

Harapan utama melaksanakan ibadah haji dan umrah adalah diterimanya ibadah di sisi Allah dan mendapatkan derajat haji mabrur, yaitu haji yang diterima oleh Allah dan memberikan dampak positif, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain, tidak hanya untuk menggugurkan kewajibannya atau faktor lain selain ibadah.

Di antara syarat diterimanya haji dan mendapatkan haji mabrur adalah biaya yang digunakan untuk haji dan umrah berasal dari harta yang murni halal, tidak bercampur dengan harta syubhat atau harta yang tidak jelas halal haramnya, lebih-lebih harta yang jelas haramnya seperti harta hasil korupsi.

Dalam Hasyiyah Bujairimi diterangkan: 

Artinya, “Seseorang dianjurkan untuk betul-betul mencari harta halal, agar ia dapat menggunakannya di masa perjalanannya. Karena sungguh Allah itu maha baik, tidak akan menerima kecuali yang baik-baik. Di dalam hadits dikatakan, ‘Siapa berhaji dengan harta haram, kalau ia berkata ‘labbaik’, maka dijawab malaikat, ‘La labbaik, wala sa’daik, kedatanganmu ditolak dan amalmu tidak diterima, dan hajimu tertolak’." (Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: t.t], juz II, halaman 243).   

Syekh Wahbah az-Zuhaili mengatakan: 

Artinya, "(Termasuk adab melakukan perjalanan haji adalah) ongkos atau biaya yang digunakan adalah halal. Seseorang dianjurkan untuk betul-betul menggunakan ongkos haji dengan harta halal yang tidak bercampur syubhat. Apabila seseorang haji dengan ongkos yang terdapat harta syubhat atau dengan harta ghasab maka hajinya sah menurut jumhur ulama, akan tetapi hajinya bukan haji mabrur. Imam Ahmad berkata, 'Haji dengan harta haram tidak mencukupi kewajibannya'." (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami Wa Adilatuh, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz III, halaman 2408).  

Walhasil, haji atau umrah yang dikerjakan dengan harta hasil korupsi hukumnya sah dan telah menggugurkan kewajiban haji atau umrah, menurut mayoritas ulama kecuali Imam Ahmad bin Hambal yang berpendapat haji atau umrah yang dikerjakan dengan harta haram belum mencukupi kewajiban haji atau umrahnya.

"Namun demikian, pelakunya dinilai sebagai pelaku maksiat, haji atau umrahnya tidak diterima Allah, dan hajinya bukanlah haji mabrur. Yang ia dapatkan hanyalah lelah tanpa nilai pahala disisi Allah. Wallahu a'lam," tutup Ustaz Muhamad Hanif Rahman.  

Kuota Haji Khusus Diperjualbelikan

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kuota haji tambahan yang dialokasikan untuk haji khusus diperjualbelikan mulai dari Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.

Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin (25/8/2025).

“Untuk harganya (kuota haji khusus), informasi yang kami terima itu, yang khusus itu di atas Rp 100 jutaan, bahkan Rp 200-300 jutaan gitu ya,” kata Asep dikutip dari Kompas.com.

Tak hanya kuota haji khusus, Asep mengatakan kuota haji furoda bahkan dijual hingga menyentuh harga Rp 1 miliar.

“Bahkan ada yang furoda itu, itu hampir menyentuh angka Rp 1 miliar per kuotanya, per orang,” ujarnya.

Asep juga mengatakan adanya dugaan timbal balik atau setoran dana yang diberikan travel haji ke oknum Kementerian Agama (Kemenag) untuk setiap kuota haji khusus yang terjual.

“Berapa besarannya? 2.600 sampai 7.000 (Dollar AS). Jadi 2.600 sampai 7.000 itu adalah selisihnya yang setor ke oknum di Kementerian Agama,” ucap dia.

Diketahui, KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. 

Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

Asep menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.

Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan oleh Kementerian Agama.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.

“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh dia.

KPK menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun.

KPK pun sudah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved