Berita Nasional

PT CMNP Gugat Bos Media Rp 103 Triliun Terkait Perbuatan Melawan Hukum Dugaan NCD Bodong

PT CMNP Gugat Bos Media Rp 103 Triliun Terkait Perbuatan Melawan Hukum Dugaan NCD Bodong

Editor: Dodi Hasanuddin
Istimewa
GUGAT BOS MEDIA - Kuasa Hukum PT. Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) dari Law Firm Lucas, S.H & Partners melayangkan gugatan kepada bos media massa di Indonesia, HT. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -  Kuasa Hukum PT. Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) dari Law Firm Lucas, S.H & Partners melayangkan gugatan kepada bos media massa di Indonesia, HT. 

Kuasa hukum PT. CMNP yang terdiri dari Primaditya Wirasandi, Henry Lim, Jennifer Angeline Herianto dan Andi Syamsurizal Nurhadi menggugat HTdan menuntut ganti rugi materiil sebesar sekitar Rp103 Triliun dan immateriil sebesar sekitar Rp16 Triliun. 

Langkah itu diambil  PT CMNP lantaran perbuatan melawan hukum yang dilakukan HT dalam transaksi tukar menukar surat berharga Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diduga bodong senilai US$28 juta pada 1999.

Baca juga: Bursa Efek Dihantam Rudal Iran, Begini Kondisi Saham Israel

Demikian disampaikan kuasa hukum PT CMNP, R Primaditya Wirasandi dalam sidang laporan pembacaan panggilan gugatan yang dilayangkan kepada HT di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu, (13/8/2025).  

Turut terguat dua orang dari perusahaan induknya, yakni TS (tergugat III) dan TK  (tergugatIV)

“PT CMNP menuntut ganti kerugian materiil sebesar sekitar Rp103 triliun dan kerugian immateriil sebesar sekitar Rp16 triliun. Adapun, besar tuntutan ganti rugi tersebut akan terus bertambah sampai dengan dibayar lunas berikut dengan dendanya. Turut tergugat yakni TS (tergugat III) dan TK  (tergugatIV),” kata Primaditya. 

Perusahaan milik Jusuf Hamka ini menggugat HT dan perusahaan induknya serta dua tergugat lainnya lantaran  dugaan perbuatan melawan hukum dalam transaksi tukar menukar surat berharga Negotiable Certificate of Deposit (NCD) senilai US$28 juta pada 1999 yang telah menimbulkan kerugian bagi  PT CMNP.

“Gugatan yang dibacakan dalam sidang hari ini adalah gugatan perbuatan  melawan hukum yang diajukan oleh PT CMNP terhadap HT dan bank miliknya, PT BI, yang sekarang berubah menjadi perusahaan induknya. Gugatan perbuatan melawan hukum ini diajukan karena surat berharga berupa NCD yang diserahkan HT atau PT BI kepada PT CMNP pada tahun 1999 tidak bisa dicairkan. (Kerugian sekitar Rp 104 triliun)," tuturnya

Baca juga: Dugaan Korupsi Lelang Saham Tambang PT GBU Rp 9,7 T Naik Penyelidikan, KPK Didesak Periksa Jampidsus

.Ia menekankan, PT CMNP sendiri  menolak upaya mediasi dan akan melanjutkan dalam gugatan sekarang ini lantaran HT gagal memenuhi permintaan.

“Upaya mediasi sudah ditempuh namun gagal karena HT tidak mampu memenuhi permintaan dalam proses mediasi, sehingga PT CMNP pun menolak adanya perdamaian,” jelas dia.

Tak hanya itu,  lanjut dia, PT CMNP juga mengajukan sita jaminan terhadap seluruh harta kekayaan HT dan PT BI atau yang sekarang menjadi perusahaan induknya.  Langkah ini dilakukan agar gugatan dari  PT CMNP tidak sia-sia.

“Estimasi nilai aset-aset tersebut juga diperkirakan tidak mencukupi untuk membayar ganti rugi kepada PT CMNP, sehingga saat ini kami juga sedang dalam proses inventarisasi atas aset-aset lainnya,” papar dia.

Ia menambahkan bahwa PT CMNP sejak tanggal 5 Maret 2025 juga telah melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana terkait NCD-NCD yang tidak dapat dicairkan tersebut kepada Polda Metro Jaya.

PT CMNP melaporkan HT ke Polda Metro Jaya atas tindakan tindak pidana terkait NCD-NCD yang tidak dapat dicairkan.

“PT CMNP melaporkan adanya dugaan pembuatan dan/atau penggunaan suratpalsu, dalam hal ini NCD palsu, serta TPPU. Saat ini Laporan tersebut sedang diperiksa oleh para Penyidik di Polda Metro Jaya, dengan calon tersangka HT dan kemungkinan ada pihak- pihak lain yang terlibat,” tandasnya.

Baca juga: Hardjuno Ungkap Obligasi Rekap BLBI Ancaman Nyata Bagi Masa Depan Indonesia

Diketahui, dalam petitumnya, PT CMNP meminta pengadilan menyatakan sahnya penyitaan aset milik HT dan perusahaan induknya sebagai jaminan hukum. 

PT CMNP menyatakan gugatan ini diajukan guna memperoleh kepastian hukum atas transaksi tukar menukar surat berharga yang dilakukan pada 1999 dengan pihak tergugat. 

Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan menjelaskan transaksi terkait NCD pada 1999 menyebabkan kerugian bagi CMNP.

Kasus ini sendiri berawal dari transaksi surat berharga yang melibatkan PT CMNP dengan HT dan perusahaan induknya pada tahun 1999. 

Saat itu HT menawarkan kepada pihak CMNP untuk menukarkan NCD miliknya dengan MTN (Medium Term Note) dan obligasi tahap II milik PT CMNP.

Di transaksi ini, HT memiliki NCD atau sertifikat deposito yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta.

Baca juga: Obligasi Negara Fixed Rate Disebut Prof Rhenald Paling Terjamin, Bisa Dibeli Ritel Mulai Rp 1 Juta

Sementara pihak PT CMNP memiliki MTN senilai Rp 163,5 miliar dan obligasi senilai Rp 189 miliar. Sesuai kesepakatan kedua belah pihak pada 12 Mei 1999, PT CMNP menyerahkan MTN dan obligasinya kepada HT pada 18 Mei 1999.

Usai penyerahan MTN dan obligasi dari PT CMNP, HT juga menyerahkan sertifikat deposito kepada PT CMNP secara bertahap.

Sertifikat deposito yang diserahkan itu bernilai USD 10 juta pada 27 Mei 1999. Surat obligasi itu jatuh tempo pada 9 Mei 2022. HT juga menyerahkan NCD senilai USD 18 juta pada 28 Mei 1999.

NCD itu jatuh tempo pada 10 Mei 2022.

Dari sini masalahnya dimulai. NCD dari HT tidak bisa dicairkan pada 22 Agustus 2002 atau 20 tahun sebelum jatuh tempo. Saat itu bank penerbit NCD milik H, Unibank, ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) pada Oktober 2001.

Pihak PT CMNP menduga HT Tanoe telah mengetahui penerbitan NCD senilai USD 28 juta miliknya itu dilakukan secara tidak benar. Atas kejadian ini, PT CMNP mengalami kerugian sekitar Rp 103,4 triliun. Jumlah ini dihitung dengan mempertimbangkan bunga sebesar 2 persen per bulan.

Selain itu, NCD yang dikeluarkan Unibank milik HT juga diduga kuat palsu. Pihak CMNP menyebut NCD tersebut dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG tanggal 27 Oktober 1988 perihal Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank di Indonesia.

Bukti dugaan kuat NCD milik Ketua Umum Partai Perindo itu yakni diterbitkan dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan jangka waktu jatuh temponya lebih dari 2 tahun.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved