Berita Nasional
Silfester Matutina Tak Kunjung Dieksekusi, Refly Harun Duga Ada Peran Kuat Jokowi
Refly menduga ada peran Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di balik lambatnya eksekusi Silfester Matutina.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Tidak kunjung dieksekusinya Relawan Jokowi Silfester Matutina oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mendapatkan sorotan luas publik
Silfester, enam tahun lalu, sudah mendapatkan vonis incrach 1,5 tahun penjara atas kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, turut menyoroti permasalahan tersebut
Refly menduga ada peran Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di balik lambatnya eksekusi Silfester Matutina.
Silfester diketahui merupakan loyalis fanatik Jokowi.
Silfester Matutina sebelumnya dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, pada 2017 karena dianggap telah mencemarkan nama baik mantan wapres tersebut.
Baca juga: Tiga Tokoh Tersohor PDIP Putuskan Gabung PSI, Yoga Prabowo: Masih Ada Tokoh Lain Menyusul
Kasus Silfester Matutina ini pun diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara melalui Putusan Nomor 287 K/Pid/2019 pada 20 Mei 2019, enam tahun lalu.
Meski mengaku hubungannya dengan Jusuf Kalla baik-baik saja, namun status hukum Silfester Matutina telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Seharusnya, Silfester Matutina tetap menjalani vonis yang telah diputuskan MA.
Namun, Silfester Matutina justru tak menjalankan hukuman itu sesuai perintah.
Kini, kasusnya enam tahun berlalu, tapi Silfester Matutina tak kunjung ditahan.
Menanggapi hal itu, Refly Harun, menilai ada peran Jokowi di balik bebasnya Silfester Matutina.
"Sederhana bro, kan Silfester bagian dari kekuasaan Jokowi, sementara Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Anton Permana itu para kritikus pada waktu itu (zaman pemerintahan Jokowi)."
"Kasus Anton Permana, Jumhur kasus setelahnya Edy Mulyadi ketika mereka dianggap katakanlah melakukan berita bohong, penghinaan dan lain sebagainya langsung ditangkap, ditahan, divonis sehingga sudah clear semua," kata Refly Harun pada Sabtu (9/8/2025), dilansir TribunJakarta.com.
Diketahui, aktivis dan tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Anton Permana divonis 10 bulan penjara atas ujar kebencian dan penyebaran hoaks yang terkait penolakan terhadap UU Cipta Kerja era Jokowi.
Aktivis Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat yang dinyatakan bersalah karena dianggap menghasut dan mendorong keonaran saat menolak Omnibus Law, terutama RUU Cipta Kerja, era Jokowi.
Serta, mantan jurnalis dan aktivis politik, Edy Mulyadi, yang ditahan atas ujaran kebencian terutama terkait pernyataannya soal “Kalimantan tempat jin buang anak.”
Mereka semuanya tetap menjalani hukuman sesuai vonis.
Refly Harun menilai, bayang-bayang Jokowi ini membuat lambatnya eksekusi Silfester Matutina.
Komentar Mahfud MD
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan alasan mengapa dirinya saat menjabat Menko Polhukam, tidak mendesak untuk mengeksekusi Silfester Matutina selaku Ketua Umum Solidaritas Merah Putih yang juga relawan Jokowi, usai divonis 1 tahun 6 bulan penjara dalam kasus fitnah ke Jusuf Kalla (JK) pada 2019 lalu.
Silfester Matutina divonis dengan berkekuatan hukum tetap pada pertengahan 2019 lalu, yang tak lama kemudian Mahfud MD resmi diangkat Presiden Jokowi menjabat Menko Polhukam mulai Oktober 2019 hingga 2024.
Saat itu, Mahfud MD menjadi orang sipil pertama yang menjabat Menko Polhukam dalam sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Baca juga: Relawan Jokowi Mohon Prabowo Beri Amnesti ke Silfester Matutina di Kasus Fitnah JK, Akan Dikabulkan?
Namun selama Mahfud MD menjabat Menko Polhukam dan hingga kini, rupanya Silfester Matutina lolos dari eksekusi kasus fitnah yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Ini berarti Silfester berhasil lolos dari hukuman penjara atau tidak dieksekusi selama 6 tahun belakangan ini.
Mahfud MD menjelaskan saat Silfester divonis dalam kasus firnah Jusuf Kalla yakni pada Mei 2019, saat itu dirinya belum menjadi menteri.
Sehingga Mahfud tidak tahu soal kasus Silfester itu.
Mahfud MD baru menjadi Menko Polhukam sejak Oktober 2019.
"Saya, di 2019 vonis itu belum jadi menteri. Ketika sudah menjadi menteri, kasus ini tidak muncul. Tidak menjadi persoalan publik, sehingga bukan urusan Menko untuk mencari-cari hal yang tidak menjadi masalah," kata Mahfud di tayangan saluran YouTube, Kompas TV malam.
"Kalau pada saat itu menjadi masalah, pasti saya suruh tangkap itu. Karena ini, baru muncul sesudah terjadi perubahan politik," kata Mahfud.
Menurut Mahfud dirinya tahu tentang Silfester, dan baru dua kali melihat melalui televisi.
"Pertama waktu dia mau berkelahi dengan Rocky Gerung. Itu yang bilang, Waduh, ini saya fakultas Hukum juga, saya pengacara. Terus saya tanya," kata Mahfud.
Bahkan kata Mahfud dirinya sama sekali tidak membicarakan Silfester saat itu karena memang tidak menjadi perhatiannya.
"Terakhir saya baru tahu kalau dia itu narapidana, terpidana itu, sesudah ribut dengan Roy Suryo di debat Televisi. Roy Suryo bilang kamu itu narapidana, kamu terpidana tapi belum masuk. Saya baru tahu itu di situ," kata Mahfud.
Baca juga: Roy Suryo Cs Geruduk Kejari Jaksel, Minta Relawan Jokowi Silfester Matutina Dijebloskan ke Penjara
Menurutnya saat itu ia mencari sumber soal informasi tudingan Roy Suryo ke Silfester.
"Ternyata betul ada Direktori putusan MA nomor 287 tanggal 20 Mei tahun 2019. Ini sebelum saya jadi menteri nih. Dia sudah divonis inkrah dan sekarang mengaku sudah menjalani proses hukum. Kita tanya proses hukum apa? Inkrah itu kecuali masuk penjara," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan sekalipun Jusuf Kalla memaafkan karena kasus ini inkrah maka Silfester mesti menjalani hukuman.
"Damai itu urusan pribadi. Kalau orang terpidana itu musuhnya bukan orang yang menjadi korban. Tetapi musuh orang terpidana itu adalah negara," kata Mahfud.
Menurut Mahfud negara itu diwakili oleh kejaksaan.
"Jadi kalau ditanyakan siapa yang melindungi? Saya menyalahkan kejaksaan gitu. Siapa menyuruh kejaksaan? Ya, kita tidak tahu kan gitu kan. Pasti harus diasumsikan kejaksaan ini tahu," kata Mahfud,
Mahfud mengaku memiliki data tahuh 2025 sejumlah orang yang hendak menghindari hukuman ditangkap kejaksaan.
"Masa ini yang riwa-riwi di depan hidung kita gak ditangkap. Kan Kejaksaan tuh punya tim tabur namanya tim tangkap buronan atau tim tangkap orang kabur. Tim ini yang nangkap orang-orang ini tadi. Nah, oleh sebab itu kejaksaan harus segera melakukan eksekusi atas ini ya," kata Mahfud.
Sebenarnya, menurut Mahfud eksekusi harus langsung dijemput tanpa usah dipanggil lagi.
"Orang ini sudah 6 tahun lolos gitu kan," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan akan menyatakan secara formal Silfester tidak ditangkap karena kejaksaan melindungi.
"Melindungi dalam bentuk apa? Lalai. Kalau betul-betul melindungi secara sengaja pasti ada yang menyuruh. Kemungkinannya ada atasan yang membacking, kemungkinannya suap. Apalagi coba? Nah, untuk mengusut ini logika umum. Kejaksaan dong harus bertanggung jawab kepada publik," ujarMahfud.
Menurut Mahfud untuk dirunut siapa pihak yang membuat Silfester tidak dieksekusi bisa ditelusuri,
"Siapa pejabatnya, kenapa ini tidak segera dieksekusi gitu? Nanti akan ketemu itu siapa yang memesan. Apakah ini pemain politik atau pemimpin pemerintahan, menteri atau apa," kata Mahfud.
"Itu harus diusut, karena ini bahaya kalau ini dibiarkan. Orang boleh bertanya seperti Anda bertanya tadi loh. Pak Mahfud, Anda kok diam saja pada saat Anda di situ (jabat Menko Polhukam)?" katanya.
"Loh kasus ini gak muncul. Kalau saya sudah tahu saat itu, muncul ya, saya pasti berteriak agar segera dieksekusi. Menteri kok gak tahu? Ya gak tahu. Itu kan bukan urusan Menko, untuk tahu semua urusan yang ada dari Sabang sampai Merauke," kata Mahfud.
Menurutnya urusan Menko Polhuka yang muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapanhan.
"Urusan Menko itu hanya muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan, konflik sehingga dikoordinasikan. Kalau ini gak ada. Tiba-tiba muncul sekarang, sesudah terjadi pergantian politik," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan seorang Menko itu tidak harus tahu semuanya.
"Kecuali ada laporan di saat itu atau muncul sebagai isu yang panas di tengah-tengah masyarakat. Baru seorang Menko itu mengkoordinasikan agar semua jalan," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, Silfester tidak perlu lagi dipanggil melainkan langsung dijemput paksa.
"Tangkap dulu, atau jebloskan dulu ini eksekusi si Matutina ini," katanya.
Kemudian, kata Mahfud, Kejaksaan Agung harus mengadakan penyelidikan ke dalam dan menjelaskan kepada publik.
Kejagung Siap Eksekusi
Kejaksaan Agung (Kejagung) ikut menanggapi soal polemik lambatnya eksekusi Silfester Matutina.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Anang Supriatna, mengatakan pihaknya akan segera mengeksekusi Silfester Matutina ke dalam bui, melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Walaupun, Silfester Matutina mengeklaim sudah berdamai dengan Jusuf Kalla.
“Bagi kejaksaan tetap melaksanakan sesuai dengan aturannya, kita kan sudah inkrah,” kata Anang saat ditemui di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, jika perdamaian itu terjadi sebelum penuntutan, mungkin akan menjadi pertimbangan jaksa.
Namun, saat ini kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
“Artinya ya silakan aja nanti punya cara-cara lain, yang jelas kejaksaan akan melaksanakan nantinya, mengeksekusi terhadap keputusan pengadilan tersebut,” jelas Anang.
Sosok Silfester Matutina
Silfester Matutina lahir di Flores, 19 Juni 1971.
Ia dikenal sebagai mantan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selain itu, Silfester Matutina juga bekerja sebagai seorang pengacara, pengusaha, dan aktivis politik Indonesia.
Saat ini, ia berstatus terpidana kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla.
Meski demikian, pada tahun 2025, ia diangkat sebagai komisaris independen perusahaan BUMN bidang pangan, ID Food (PT Rajawali Nusantara Indonesia).
Mengutip laman idfood.co.id, dirinya merupakan Sarjana Hukum di Universitas Wiraswasta Indonesia (2020) dan Kandidat Magister Hukum di Universitas Krisnadwipayana (2024).
Silfester Matutina ternyata cukup malang melintang di dunia bisnis.
Ia pernah menjadi Komisaris Utama NTT Mining Corp pada 2009-2015.
Dalam waktu yang relatif bersamaan, dirinya juga dipercaya menjadi Direktur Utama PT Srikandi Mahardika Mandiri tahun 2009-2019 dan Direktur Utama Cargo PT Global Multi Moda Papua pada 2010-2014.
Pada tahun 2011, jabatan Komisaris Utama PT Wawasan Global Mining juga diberikan kepadanya sampai 2014 dan Direktur Utama Di CV Tobels Makmur Food sampai 2019.
Tahun 2015, Silfester Matutina menjadi Pemimpin Redaksi Solmetnews.com sampai 2019.
Ia lalu membuka kantor hukum "Suhadi, Eddy, Silfester & Partners" pada 2021-2023.
Pada tahun 2023, ia menjadi Direktur Utama PT Malindo Sukses Solusi, Direktur Utama PT Yvanslog Express Indonesia.
Kini, ia diangkat menjadi komisaris independen perusahaan BUMN bidang pangan, ID Food (PT Rajawali Nusantara Indonesia) oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Dipercaya Reformasi Polri, Segini Harta Mantan Wakapolri Ahmad Dofiri |
![]() |
---|
Gibran Rakabuming Raka Absen di Reshuffle Besar-besaran Kabinet Merah Putih |
![]() |
---|
Jabatan Menteri Kosong, Istana Ungkap Nasib Kementerian BUMN Kedepannya |
![]() |
---|
DPD RI dan Kementan Sepakat Dorong Hilirisasi Perkebunan Komoditas Unggulan Bengkulu |
![]() |
---|
Baru Dilantik, Anak Buah Prabowo Ada Yang Rangkap Hingga 3 Jabatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.