Pemerintah Didesak Terapkan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan, Ini Tuntutannya
Bersama puluhan relawan serta aktivis masyarakat, Koalisi Pasti mendesak pemerintah segera menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Nida menjelaskan, studi di Indonesia dan berbagai negara menunjukkan bahwa label peringatan depan kemasan efektif membantu konsumen mengenali kandungan gula, garam, dan lemak berlebih dalam produk, sehingga mendorong pilihan yang lebih sehat.
Label peringatan depan kemasan juga telah terbukti sebagai satu-satunya pendekatan pelabelan yang berdampak nyata dalam pengendalian konsumsi gula, garam dan lemak.
Baca juga: Ungkap Strategi BPKH Dalam Pengelolaan Dana Haji, Eko Surya Lesmana Lulus Promosi Doktor FEB UI
Dua kebijakan tersebut terbukti tidak berdampak negatif terhadap lapangan kerja, upah, atau keuntungan industri minuman. Industri hanya beralih menjual produk yang lebih sehat.
“Hal ini membantah kekhawatiran pihak umum dari industri, jika cukai MBDK diterapkan bakal mengganggu perekonomian dan keberlangsungan usaha,” terangnya.
Nida menyayangkan, hingga saat ini implementasi sistem label peringatan depan kemasan di Indonesia juga masih menghadapi mengalami hambatan.
"Ada hambatan antar-lembaga, khususnya antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan Kementerian Kesehatan yang belum berjalan optimal,” ungkap Nida.
Sementara itu Ketua Forum Warga Kota (Fakta) Indonesia, Ari Subagyo menegaskan, penerapan cukai MBDK tidak bisa ditawar lagi karena sudah berkali-kali ditunda.
“Keputusan pemerintah menunda cukai tahun ini justru mengindikasikan adanya intervensi industri dalam pembuatan regulasi. Sebab, narasi yang selalu dipakai industri tentang perekonomian yang belum stabil tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Dia memastikan, Koalisi Pasti mengingatkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 secara resmi telah memasukkan penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Barang Kena Cukai berupa Minuman Berpemanis dalam Kemasan ke dalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (Progsun) Tahun 2025.
Artinya, pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat dan mandat nasional untuk menyelesaikan regulasi teknis cukai MBDK tahun ini.
"Tidak ada alasan lagi untuk menunda. Presiden sendiri telah menetapkan cukai MBDK sebagai prioritas dalam Progsun 2025. Penundaan lebih lanjut justru mengabaikan amanat Keppres dan mencerminkan tidak adanya keberpihakan pemerintah terhadap kesehatan jutaan masyarakat Indonesia," pungkas Ari.
Berdasarkan catatannya, ada empat desakan yang disampaikan kepada pemerintah.
Pertama, agar pemerintah menetapkan dan mengesahkan Peraturan Pemerintah tentang cukai MBDK, sebagai pelaksanaan amanat Keppres Nomor 4 Tahun 2025
Kedua, menerapkan tarif cukai yang menaikkan harga produk setidaknya sebesar 20 persen untuk menekan konsumsi minuman manis
Ketiga, mengalokasikan pendapatan dari cukai MBDK untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.
Tanggung Jawab Ganda Jadi Tantangan Perempuan di Asia Pasifik Jaga Kesejahteraan Mental dan Fisik |
![]() |
---|
Jenazah Obesitas Berbobot Ekstrem, Tim Rescue Damkar Jaktim Kerahkan 10 Anggota Bantu Pemakaman |
![]() |
---|
Kasus Obesitas dan Gagal Ginjal Bertambah, Pemerintah Kembali Didesak Terapkan Cukai MBDK |
![]() |
---|
Dinkes Sebut Remaja Jakarta Rentan Diabetes, Kurang Olahraga dan Gemar Duduk Main HP |
![]() |
---|
Puluhan ASN DKI yang Alami Obesitas Diwajibkan Ikut Olahraga Tiap Jumat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.