Ormas Minta THR

Ormas di Kabupaten Tangerang Minta THR, Petinggi Chandra Asri: Harus Ada Kepastian Hukum

Pengusaha Chandra Asri di Cikupa, Kabupaten Tangerang, sedikit resah oleh ulah ormas yang bikin ribet, yakni minta THR.

Editor: Valentino Verry
tribunnews
ORMAS MINTA THR - Pengusaha Chandra Asri resah atas permintaan uang THR dari ormas LPM Desa Btung Jaya. Permintaan THR ini dianggap beban, sehingga minta kepastian hukum dari polisi. 

WARTAKOTALIVE.COM, TANGERANG - Organisasi masyarakat (ormas) yang minta tunjangan hari raya (THR) tiap menyambut Lebaran terus terjadi.

Padahal, sudah berungkali pemerintah dan polisi menyatakan bahwa itu dilarang, dan bisa kena sanksi hukum.

Namun, pengurus ormas ini tak juga jera dan menganggap sepele.

Seperti menyambut Lebaran 2025 sejumlah pengusaha sudah mendapat "surat cinta" dari pengurus ormas.

Mereka mengingatkan agar pengusaha tak lupa pada keberadaan ormas di sekitar pabrik.

Salah satu surat permintaan THR yang baru-baru ini beredar adalah surat yang berasal dari Ormas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Bitung Jaya, Kabupaten Tangerang. 

Baca juga: Kapolresta Tangerang Imbau Pengusaha tak Takut bila Ada Ormas Minta THR: segera Lapor biar Ditindak!

"Untuk itu kami meminta kepada perusahaan dan pengusaha yang berada di lingkungan kami untuk sudikiranya memberikan dana THR, besar kecilnya pemberian akan kami terima dengan senang hati," tulis surat yang diteken Ketua Ormas Desa LPM Bitung Jaya, Jayadi. 

Menanggapi surat permohonan kesanggupan pemberian THR dari sejumlah ormas yang beredar di media sosial, Direktur Legal and External Affairs Chandra Asri Group Edi Rivai, mengatakan pihaknya berharap ada penegakan hukum dan kepastian dalam berinvestasi. 

"Pada intinya yang kami harapkan adalah kepastian hukum, kepastian berusaha, sehingga kegiatan tidak terganggu (dengan ormas minta THR)," tutur Edi dalam Diskusi Forwin Peluang dan Tantangan Industri Kimia sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta, dikutip dari Tribunnews, Sabtu (15/3/2025). 

"Saya rasa ini pentingnya koordinasi dengan pihak keamanan, kepolisian untuk menertibkan ini (ormas minta THR), sehingga kami bisa bekerja dengan fokus dan tidak terhalang dengan hal ini dan investor juga mau masuk," lanjutnya. 

Baca juga: Ormas dan LSM Dikeluhkan Perusahaan Industri Hambat Investasi, Ini Langkah Wamen Todotua Pasaribu

Diungkapkan Edi, fenomena ormas minta THR ini harus disudahi. 

Menurut Edi, tanpa diminta, sebenarnya pengusaha akan selalu berupaya memberikan sumbangsih pada warga lokal di sekitar operasi perusahaan. 

Misalnya memprioritaskan masyarakat sekitar dalam rekrutmen tenaga kerja untuk beberapa posisi tertentu. 

Kontribusi lainnya, yakni memberdayakan pengusaha-pengusaha sekitar sebagai vendor atau mitra. 

"Dari pihak industri, terlebih kami akan membangun. Tentunya akan memberi manfaat ke lokal, menyerap tenaga kerja lokal, memberikan kesempatan bekerja pengusaha-pengusaha lokal yang mempunyai kompetensi dan sebagainya," imbuhnya. 

Sejumlah pelaku industri di Indonesia sebenarnya juga sudah berulangkali menyampaikan keluhan terkait aktivitas ormas di kawasan industri yang dianggap menghambat investasi. 

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, mengungkapkan bahwa kerugian akibat aktivitas ormas ini mencapai ratusan triliun rupiah, tidak hanya dari pengeluaran yang dikeluarkan investor, tetapi juga dari investasi yang batal masuk ke Indonesia. 

"Itu sih udah pasti, menurut saya itu bisa dikatakan udah kalau dihitung semuanya ya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang enggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan triliun juga tuh. Ratusan triliun," ujar Sanny saat Dialog Industri Nasional di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), 6 Maret 2025. 

Sanny menjelaskan bahwa ormas kerap menimbulkan gangguan keamanan dengan masuk ke kawasan industri dan melakukan unjuk rasa. 

Ormas desa sering meminta untuk diikutsertakan dalam proses pembangunan atau aktivitas pabrik, seperti penyediaan transportasi dan katering. 

Bahkan, ada kasus di mana ormas menyegel pabrik, sehingga menghambat operasional perusahaan. 

Selain Sanny, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menilai aktivitas ormas menghambat industri mebel di Indonesia. 

Menurut dia, kondisi ini membuat Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam dalam pertumbuhan industri mebel. 

"Kami sedang berjuang menghadapi negara yang sudah bersih dari hal-hal seperti itu (ormas), seperti Vietnam. Mereka bisa bertumbuh, sedangkan di sini masih menghadapi masalah tersebut," ujar Abdul di acara Indonesia International Furniture Expo 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, pada 6 Maret 2025. 

Ia menegaskan, gangguan ormas lebih dirasakan industri mebel berskala besar. 

HIMKI pun meminta pemerintah menertibkan aktivitas ormas

"Itu salah satu kendala. Aksi premanisme (ormas) adalah tugas pemerintah. Kalau kita mau maju, harus dibersihkan," katanya. 

Menanggapi keluhan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mengambil langkah dengan mendorong sejumlah kawasan industri strategis untuk masuk dalam kategori obyek vital yang mendapatkan pengamanan dari kepolisian. 

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk memberikan jaminan keamanan dan kepastian hukum bagi investasi di Indonesia. 

"Kemenperin sudah mengupayakan beberapa industri strategis masuk dalam kategori obyek vital yang mendapatkan pengamanan dari kepolisian," ujar Febri dalam keterangan resminya. 

"Kami juga menerima laporan serupa bahwa ada ormas-ormas yang diduga menghambat upaya investasi manufaktur," lanjutnya. 

Ia menekankan bahwa kepastian hukum sangat penting agar biaya investasi tidak semakin besar akibat adanya dugaan pungutan liar dalam pendirian pabrik.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved