Eks Satgas Mafia Migas Blak-blakan Sebut Korupsi Pertamina Lagu Lama ​​

Korupsi Pertamina dengan modus mark up dan mengoplos RON 90 dengan RON 92 ternyata sudah lagu lama.

Editor: Desy Selviany
Kompas TV
BANTAHAN KEJAGUNG -- Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan tegas membantah pernyataan PT Pertamina Patra Niaga yang mengklaim bahwa tak ada pengoplosan atau blending Pertamax dengan Pertalite. Untuk itu Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar menyampaikan pihaknya bekerja dengan banyak alat bukti. 

Sebagai tambahan, keberadaan anak usaha Pertamina,  Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) menjadi sumber kontroversi dan kecurigaan terkait praktik perburuan rente.

Sejak Indonesia menjadi negara pengimpor minyak, reputasi Petral erat dengan praktik-praktik yang tidak sehat dalam pengadaan BBM dan minyak mentah.

Petral menjadikan para pemburu rente alias mafia leluasa mencari keuntungan melalui impor BBM dengan mekanisme yang tidak sesuai prinsip berkeadilan, sekaligus mencampuri kebijakan sehingga berdampak pada terhambatnya pembangunan.

Pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi di Mei 2015, Petral kemudian dibekukan dilanjutkan dengan audit forensik. Lembaga audit Kordha Mentha kemudian ditunjuk untuk mengaudit forensik praktik jual beli minyak di Petral untuk periode 2012 sampai 2014.

Berdasarkan temuan lembaga auditor itu, jaringan mafia migas telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.

Sebelumnya Kejaksaan Agung RI menangkap bos PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.

Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengungkapkan peran dari Riva Siahaan yang membuat Dirut PT Pertamina Patra Niaga itu menjadi tersangka.

Abdul Qohar mengatakan, Riva Siahaan bersama dengan Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, SDS, dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, AP, bersama-sama memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan dengan cara melawan hukum.

"Riva Siahaan bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum," kata Abdul Qohar dalam keterangan persnya, Senin (24/2/2025) malam.

Tak hanya itu, Riva Siahaan juga berperan melakukan pembelian produk Pertamax, tapi sebenarnya ia hanya membeli produk Pertalite yang harganya lebih rendah.

Kemudian produk Pertalite ini di-blending atau dioplos untuk dijadikan produk Pertamax.

Abdul Qohar pun menegaskan bahwa perbuatan Riva Siahaan ini tidak diperbolehkan dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada.

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92)."

"Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah."

"Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Dan hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada," terang Abdul Qohar.

Sumber: Kontan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved