Korupsi Pertamina

Oplos Pertalite Jadi Pertamax, Modus Korupsi Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan

Oplos Pertalite Jadi Pertamax, Modus Korupsi Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan

Istimewa
RIVA OPLOS PERTALITE -- Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan melakukan peninjauan langsung ke beberapa pangkalan resmi LPG 3Kg dan toko kelontong yang ada di Kota Tangerang Selatan, Banten pada Jumat (6/9/2024). Riva Siahaan bersama 6 orang lainnya ditetapkan menjadi tersangka korupsi oleh Kejagung dengan modus mengoplos Pertalite menjadi Pertamax sehingga merugikan negara Rp 193,7 Triliun. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Dalam keterangan resmi Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. 

Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

Baca juga: Sulap Pertalite jadi Pertamax, Dirut Pertamina Patra Niaga jadi Tersangka Korupsi Rp193,7 Triliun

“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).

“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” tambah Kejagung.

Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan.

Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. 

Berikut peran ketujuh tersangka dalam perkara ini:

Riva Siahaan bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum. 

Sementara itu, tersangka DM dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.

Dokumen Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92).

Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah.

Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92.

Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.

Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.

Dalam hal ini negara mengeluarkan fee sebesar 13 hingga 15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

Baca juga: Geledah Kantor Ditjen Migas ESDM, Kejagung Bawa 9 Kardus Bukti Atas Kasus Korupsi PT Pertamina

”Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tulis keterangan tersebut.

”Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” kata Kejagung.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan penetapan status Riva Siahaan itu bersama dengan tersangka lainnya. 

Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 ini, membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.

"Setelah memeriksa saksi, ahli, serta bukti dokumen yang sah, tim penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Selasa (25/2/2025).  

Baca juga: Prodi Magister Teknik Sipil UMB dan Pertamina Project Balongan Gelar Simposium K3 Nasional

Penetapan RIva Siahaan sebagai tersangka setelah pemeriksaan terhadap 96 saksi, 2 ahli, dan bukti dokumen yang sah. 

RS akan ditahan selama 20 hari untuk proses pemeriksaan lebih lanjut bersama dengan enam tersangka lainnya.

Respons Pertamina VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengatakan, Pertamina akan menghormati proses hukum yang berjalan. 

"Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah," ujarnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa.

Pertamina Grup telah menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan yang menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG) serta peraturan berlaku.

Berbekal hal tersebut, Pertamina menjamin pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan tetap berjalan normal seperti biasa.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved