Bisnis

56 Persen Bisnis Indonesia Jadi Korban Fraud Digital, Ini Tiga Langkah Penting untuk Mengatasinya

Whitepaper GBG mengidentifikasi beberapa langkah penting untuk mencegah terjadinya kejahatan transaksi keuangan digital dengan modus yang beragam.

Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Mochamad Dipa Anggara
Freepik
Ilustrasi kejahatan digital atau fraud digital. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA – Pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia telah membawa dampak positif pada sektor keuangan dan perdagangan.

Namun, di sisi lain, fenomena ini juga memicu peningkatan kompleksitas dan frekuensi kejahatan dalam transaksi keuangan, atau yang dikenal dengan istilah fraud finansial.

Temuan terbaru dari Fraud Typologies Whitepaper GBG mengungkap peningkatan signifikan dalam aktivitas Fraud, berupa pencurian identitas, Fraud Sintetis, dan serangan social engineering yang semakin canggih.

Menurut riset GBG, sebuah perusahaan teknologi global dalam manajemen fraud dan compliance, verifikasi identitas dan intelijen data berbasis lokasi merilis data bahwa lebih dari 56 persen bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari berbagai bentuk Fraud Digital. 

Salah satu tipe yang paling umum adalah Fraud Identitas Sintetis, di mana para pelaku kriminal menggabungkan data asli dan palsu untuk menciptakan identitas baru yang menyebabkan kerugian besar terhadap kredibilitas bisnis dan keamanan data.

CBG
Temuan terbaru dari Fraud Typologies Whitepaper GBG mengungkap peningkatan signifikan dalam aktivitas Fraud, berupa pencurian identitas, Fraud Sintetis, dan serangan social engineering yang semakin canggih.

Melihat fraud berkembang cepat dan semakin mengkhawatirkan di Indonesia, GM Asia dan Fraud APAC di GBG, Bernardi Susastyo mengatakan, bahwa bisnis harus mempertimbangkan ulang pendekatan mereka terhadap pencegahan Fraud dengan mengintegrasikan sistem deteksi yang adaptif dan cerdas.

"Era metode verifikasi secara sederhana sudah tak lagi dapat digunakan. Saat ini, perusahaan memerlukan alat canggih untuk tetap berada selangkah di depan para pelaku fraud, yang menggunakan taktik canggih seperti pencurian identitas berbasis Artificial Intelligence (AI) dan phishing," ujar Bernardi dalam keterangan resmi, Sabtu (16/11/2024).

Untuk mengatasi ancaman ini, whitepaper GBG mengidentifikasi beberapa langkah penting yang dapat diambil oleh bisnis, antara lain:

  1. Meningkatkan sistem verifikasi identitas dengan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan machine learning untuk mendeteksi pola halus perilaku pengguna.
  2. Memberikan edukasi kepada tim tentang ancaman social engineering seperti phishing dan smishing, yang mempengaruhi 67 persen bisnis tahun sebelumnya.
  3. Menerapkan pemantauan Fraud secara berkelanjutan untuk menangkap aktivitas mencurigakan sejak dini, sebelum eskalasi dilakukan lebih lanjut.

Temuan dan riset GBG memberikan analisis mendalam tentang ancaman-ancaman baru ini, serta menawarkan wawasan praktis bagi bisnis untuk memperkuat pertahanan mereka dan mengurangi kerugian akibat fraud.

“Pencegahan fraud bukan lagi solusi one-size-fits-all,” tambah Bernardi.

Whitepaper ini juga menekankan pentingnya menyesuaikan strategi deteksi fraud berdasarkan tren regional, memastikan bahwa bisnis tidak hanya bereaksi terhadap ancaman tetapi juga secara proaktif mencegahnya.

Menurut Bernardi, dengan memanfaatkan teknologi berbasis AI dan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, setiap organisasi bisnis dan perusahaan dapat melindungi data dan reputasi mereka.

“Whitepaper kami menguraikan teknik fraud spesifik yang kami lihat di Indonesia dan seluruh Asia, serta memberikan rekomendasi tentang bagaimana bisnis dapat melindungi diri mereka dengan lebih efektif," tandas Bernardi.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved