Diduga Ada Sinyal Pemerintah Prabowo-Gibran Ingin Hapus Tragedi 1998 Usai Pernyataan Yusril
Pernyataan Yusril Ihza Mahendra tentang pelanggaran HAM berat tahun 1998 diduga sebagai sinyal pemerintah yang ingin menghapus tragedi 1998
WARTAKOTALIVE.COM - Pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra tentang pelanggaran HAM berat tahun 1998 diduga sebagai sinyal pemerintah Prabowo-Gibran yang ingin menghapus tragedi 1998.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid usai pernyataan Yusril Ihza Mahendra membuat gaduh hanya selang dua hari dilantik jadi Menteri oleh Prabowo Subianto.
Dalam keterangan tertulisnya Selasa (22/10/2024), Usman Hamid menyebut pernyataan Yusril Ihza Mahendra tidak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar, khususnya pengertian pelanggaran HAM yang berat.
Padahal klasifikasi pelanggaran HAM berat itu sudah dijelaskan dalam Pasal 104 Ayat (1) dari UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM maupun Pasal 7 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
“Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia. Apalagi dari pejabat yang salah satu urusannya soal legislasi bidang HAM,” tulis Usman Hamid.
Usman Hamid menyebut pernyataan Yusril Ihza Mahendra sama saja mengabaikan laporan-laporan resmi pencarian fakta tim gabungan bentukan pemerintah dan penyelidikan pro-justisia Komnas HAM atas sejumlah peristiwa pada masa lalu.
Di mana hasilnya menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan atau crimes against humanity.
“Jadi pelanggaran HAM yang berat menurut hukum nasional bukan hanya genosida dan pembersihan etnis,” jelasnya.
Apalagi menurut hukum internasional, setidaknya ada empat kejahatan paling serius yaitu genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi, sebagaimana diatur oleh Pasal 51 Statuta Roma.
Selain itu kata Usman Hamid, hasil-hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut juga sudah diserahkan ke Jaksa Agung.
Hal ini menurutnya sudah menjadi fakta awal hukum yang tidak bisa dibantah, kecuali oleh peradilan yang fair dan adil.
Maka kata Usman Hamid, pernyataan Yusril itu bukan hanya tidak akurat secara historis dan hukum tapi juga menunjukkan sikap nir empati pada korban yang mengalami peristiwa maupun yang bertahun-tahun mendesak negara agar menegakkan hukum.
Baca juga: Usai Dilantik, Menteri HAM Natalius Pigai Minta Anggarannya Naik Rp 20 Triliun dari Rp 64 Miliar
Disayangkan lagi kata Usman Hamid pernyataan tersebut disampaikan pada hari kerja pertama Menko Yusril.
Menurut Usman Hamid juga hal ini bisa saja sebagai sinyal pemerintahan baru yang mengaburkan tanggung jawab negara terutama pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat di masa lalu.
Apalagi pemerintahan yang lama juga telah pernah menyangkal, meski akhirnya mau mengakui 12 peristiwa sebagai pelanggaran HAM yang berat, termasuk Tragedi Mei 98.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.