Berita Jakarta

Kerap Begadang Demi Tampung Air Selama 3 Tahun, Warga Duri Kosambi Sebut Tensi Darahnya Kerap Naik

Kerap Begadang Demi Tampung Air Selama 3 Tahun, Warga Duri Kosambi Sebut Tensi Darahnya Kerap Naik

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dwi Rizki
warta kota/nuril yatul
Warga di lingkungan RT 05 RW 01 Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, sedang antre air bersih karena pasokan dati PAM Jaya terganggu. 

WARTAKOTALIVE.COM, CENGKARENG — Sudah tiga tahun Dona (45) dan sejumlah warga lain di RT 05 RW 01 Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, mengalami sulitnya mendapatkan air bersih dari PAM rumah masing-masing.

 

Menurutnya, air PAM di rumahnya kerap mati pada jam-jam tertentu, terutama saat pagi hingga sore hari.

 

Air biasanya baru muncul saat warga sedang terlelap, yakni sekira pukul 00.00 WIB hingga 04.00 WIB.

 

Walhasil, Dona dan warga lain terpaksa harus bergadang demi bisa menampung air untuk aktifitas rumah tangganya esok hari.

 

Pasalnya jika tidak, ia dan keluarganya tak dapat mandi, mencuci, dan masak lantaran tidak ada air.

 

Tak ayal, Dona mengaku jika ia dan warga lain kerap mengalami tensi naik pada saat pemeriksaan kesehatan dari kelurahan setempat lantaran kurang tidur.

 

"Ada 3 tahunan lebih (air PAM sulit nyala) kadang nyala kalau siang, cuma seringnya tuh mati, malem pukul 02.00 WIB baru nyala. Jadi kitanya kalau kebablasan tidur ya enggak kebagian air," kata Dona saat ditemui di lokasi, Jumat (13/9/2024).

 

Walhasil, ia dan suaminya harus bergantian jaga untuk menampung air setiap hari, meskipun tubuh sudah lelah beraktifitas seharian penuh.

 

Menurut dia, itulah yang mengakibatkan tensi darahnyw dan sejumlah warga lain sering naik apabila sedang pemeriksaan kesehatan.

 

"Iya (tensi darah naik), pada meriang karena enggak pernah pada tidur. Kayak bapaknya kan kerja siang (suami), kadang kerja malam, malam juga dia yang nadangin air buat nyuci, jadi lelah," ungkap Dona.

 

Diketahui, Dona sendiri telah tinggal di kontrakan wilayah tersebut sejak 17 tahun lalu.

 

Selama ia tinggal itu, baru tiga tahun terakhir ini air yang mengalir ke tempat tinggalnya menjadi sulit.

 

"Kayaknya setelah ganti meteran air waktu itu orang PAM ke sini," ungkap dia.

 

Kendati sulit mendapatkan air, Dona mengaku selalu tepat waktu membayar tagihan tiap bulannya.

 

Hanya saja, ia pernah malas dan kecewa lantaran tagihan bulannya melonjak hingga Rp 300.000, padahal kondisi airnya sangat mengkhawatirkan.

 

"Waktu itu malah bayar Rp 300.000 enggak ada air, jarang adaair, tapi bayarnya mahal, biasanya Rp 100.000 atau di bawah segitu," kata Dona.

 

Menurutnya, sekali menampung air, ia dan keluarganya bisa mendapat 2 tempayan ukuran besar saja.

 

Namun, Dona mengaku jika itu tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

 

Dirinya bahkan sampai harus melaundry pakaiannya karena apabila air digunakan untuk mencuci, maka ia dan keluarganya tak akan dapat masak maupun mandi.

 

"Kadang-kadang enggak cukup sehari. Jadi kami nampunginnya pakai galon-galon kosong, stok," ungkap dia.

 

"Jadi, kadang laundry juga. Sekali laundry Rp 20.000, belum sama sabunnya, Rp 25.000 lah," pungkas dia.

 

Dia berharap, PAM dapat memperbaiki aliran air yang mengalir di area tempat tinggalnya, agar lancar setiap saat.

 

Sebelumnya diberitakan, sejumlah warga RT 05 RW 01 Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, mengaku tak pernah bisa tidur tenang dalam beberapa tahun terakhir.

 

Bukan karena sakit atau pikiran yang menumpuk, melainkan karena mereka harus menampung air bersih setiap harinya mulai pukul 00.00 WIB hingga 04.00 WIB.

 

Pasalnya, hanya pada jam-jam tersebutlah mereka mendapatkan pasokan air bersih.

 

Sementara apabila fajar sudah menyongsong hingga terik matahari tepat berada di kepala, air di rumah-rumah mereka menyusut, sulit keluar, atau keluar secara bergantian.

 

Padahal, para warga telah rutin membayar tagihan PAM setiap bulannya dengan nominal yang bervariasi, mulai puluhan hingga ratusan ribu rupiah. 

 

Warta Kota menyambangi pemukiman warga di wilayah tersebut, Jumat (13/9/2024).

 

Dari yang nampak di lokasi, ramai warga yang mengantre di salah satu rumah dengan membawa galon dan ember-ember kosong.

 

Mereka meminta air kepada tetangganya yang menggunakan satelit atau air tanah. Hal itu dilakukan karena stok air di rumahnya telah menipis meski mereka sudah menampungnya pada dini hari.

 

Selain itu, apabila menilik masuk ke area belakang pemukiman, nampak setiap petak kontrakan warga itu, menyediakan galon-galon kosong yang disusun berjajar.

 

Satu kontrakan saja, bisa menggantung galon hingga 6-9 buah.

 

Menurut pengakuan warga, galon-galon itu sengaja dipersiapkan apabila air rumahnya menyala sewaktu-waktu. 

 

Sementara menengok ke bagian area lainnya, nampak warga bergantian menampung air saat tiba-tiba kran rumahnya menyala. 

 

"Bu, ini saya nyala. Tampung ayo tampung," teriak salah satu warga dari rumah kontrakannya kepada tetangga selang 1 pintu.

 

"Belum bu, di saya masih mati. Gantian airnya, situ nyalain, saya belum nyala. Enggak apa, ibu Nay dulu, nanti baru saya," jawabnya.

 

Diakui warga, antara satu kontrakan dengan kontrakan lainnya memiliki waktu nyala air yang berbeda-beda. 

 

Jika air di satu rumah mengalir, maka akan ada beberapa rumah yang mengalah dahulu untuk kemudian bergantian. 

 

Walhasil, banyak warga yang mengaku sangat kesulitan dan kecapean karena beban pekerjaannya bertambah di samping aktifitas hariannya.

 

"Kami bayar kadang Rp 45.000 atau Rp 50.000 per-bulan, tapi pernah (bayar besar) itu hampir Rp 150.000, tapi ya tetap kondisinya kadang nyala kadang mati," kata salah saru warga bernama Naila (40) saat ditemui di lokasi, Jumat.

 

Menurutnya, ia dan warga lain sudah sering melakukan komplain hingga bertanya pada petugas PAM yang datang. 

 

Namun, mereka hanya diarahkan untuk membuat pengaduan lewat call center. Dan tidak ada perubahannya hingga hari ini.

 

"(PAM datang) paling ngecek kilometer doang. Dulu udah pernah orang PAM datang tapi tetap aja sama (sulit alir)," kata Naila.

 

Naila sendiri sehari-hari begadang demi menampung air. Namun, apabila mendesak, mau tidak mau ia menarik air tanah dari rumah warga yang memasangnya.

 

"Jadi airnya itu kadang sekarang nyala, sampai pukul 15.30 WIB aja, nanti nyala lagi pukul 00.00 WIB, 01.30 WIB, sampai 04.00 WIB udah mati lagi," jelas Naila.

 

"Apalagi kalau pagi, enggak pernah nyalain air pagi, karena ya enggak ada, isi angin aja. Nyuci aja kadang laundry," jelas dia.

 

Sementara itu, Warta Kota telah mencoba mengonfirmasi temuan ini kepada pihak PAM Jaya melalui Senior Manager Corporate Communication & Office Director PAM Jaya, Gatra Vaganza.

 

Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada konfirmasi terkait bahasan ini yang diterima Warta Kota. (m40)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved