Berita Nasional
Polisi Brutal pada Mahasiswa, LSM dan Aktivis Desak Jokowi Copot Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Masyarakat minta Presiden Jokowi mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, karena tindakan brutal pada mahasiswa. Apakah mungkin?
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kursi nyaman Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mulai digoyang.
Kalangan aktivis dan LSM mulai berani menyuarakan agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencopot Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Jenderal Listyo dianggap tak becus mengendalikan jajarannya saat menghadapi demo mahasiswa menolak pengesahan revisi UU Pilkada, 20 Agustus 2024.
Sepeerti diketahui, polisi bertindak brutal terhadap para demonstran yang berasal dari mahasiswa dan masyarakat.
Desakan itu disampaikan oleh Tim Advokat Untuk Demokrasi (TAUD) yang telah memantau dan mencermati pengamanan kepolisian dalam aksi penyampaian pendapat tersebut.
Baca juga: Haidar Alwi: Komitmen Kapolri Berantas Pungli Tak Diragukan, Terkait Miliaran Rupiah di Setukpa
"Mendesak agar Presiden dan DPR RI segera mencopot Kapolri, karena kegagalannya memberikan perlindungan kepada warga masyarakat menjalankan hak asasinya menyampaikan pendapat di muka umum dan justru menjadi aktor pelanggaran hak warga negara," ucap salah satu advokat TAUD, Arif Maulana dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/8/2024).
Dalam catatan TAUD, aksi demonstrasi tersebut terdapat 21 orang yang terluka baik fisik maupun psikis.
TAUD juga menyebut, terdapat 29 orang ditangkap kemudian ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melawan petugas secara bersama-sama.
Selain meminta Jokowi mencopot Kapolri, Arif juga mendesak agar Jokowi dan DPR-RI bertanggung jawab terhadap praktik kesewenang-wenangan dan brutalitas aparat keamanan khususnya yang dilakukan Kepolisian RI dan keterlibatan TNI dalam pengamanan aksi tersebut.
Baca juga: Kondisi Darurat, LBH dan Komnas HAM Minta Kapolri Bebaskan 159 Demonstran di DPR
"Presiden dan DPR RI (perlu) membentuk tim independen dengan keterwakilan masyarakat sipil yang memadai untuk melakukan evaluatif komprehensif tentang penggunaan kekuatan kepolisian dan eksesnya terhadap keamanan dan keselamatan warga negara, serta melakukan pemeriksaan secara profesional, transparan, dan akuntabel terhadap anggota yang diduga terlibat dalam kasus ini," katanya.
Presiden Jokowi juga diminta segera mengesahkan ratifikasi konvensi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Orang Secara Paksa.
Lembaga negara independen seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, Kompolnas, Komnas Perempuan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga diminta secara aktif melakukan pemeriksaan dalam kasus ini sesuai cakupan wewenangnya.
"Terakhir, Komnas HAM segera melakukan penyelidikan pro Justitia atas dugaan pelanggaran HAM yang berat terkait brutalitas aparat keamanan di berbagai aksi demonstrasi," tandas Arif.
Baca juga: Disdik Jakarta Bakal Bina dan Beri Sanksi Pelajar yang Ditangkap Polisi karena Demo
Aksi demonstrasi di berbagai daerah belakangan ini merupakan aksi protes terhadap DPR-RI yang hendak mengesahkan Revisi UU Pilkada untuk menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat calon kepala daerah.
Dalam putusannya, MK menegaskan batas usia calon gubernur minimal 30 tahun, dan MK juga merivisi ambang batas (threshold) pencalonan dari semula 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu menjadi lebih rendah.
Untuk Jakarta, MK memutuskan ambang batas 7,5 persen baik untuk partai yang memiliki kursi di DPRD maupun yang berada di luar DPRD.
Pada akhirnya, DPR pun batal mengesahkan revisi UU Pilkada.
Namun, pengamanan demonstrasi oleh polisi menuai sorotan karena terjadi kericuhan di sejumlah daerah. Banyak pula demonstran yang ditangkap.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi Mabes Polri di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2024) untuk audiensi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Audiensi ini dilakukan karena melihat kekerasan atau tindakan represif aparat keamanan terhadap massa aksi demonstrasi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di sejumlah daerah.
Seperti yang digelar di depan Gedung DPR, Tanah Abang, Jakarta Pusat serta depan Gedung Balai Kota Semarang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
"Kami datang untuk bertemu dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mempertanyakan kebijakan keamanan kepolisian di dalam menanggapi berbagai protes dan unjuk rasa di seluruh wilayah Indonesia," ujar aktivis HAM Usman Hamid, di Bareskrim Mabes Polri, Rabu.
Pihaknya mempertanyakan kebijakan pengamanan unjuk rasa oleh aparat yang bertindak represif.
Padahal, seharusnya dalam membubarkan massa tak perlu memakai water cannon, gas air mata hingga melakukan penangkapan.
"Tidak perlu melalui water cannon, gas air mata, atau kekerasan-kekerasan yang tidak perlu seperti memukul, menendang, dan melakukan tindakan kekerasan lain," katanya.
"Termasuk melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang, bahkan terhadap anak-anak," lanjut Usman Hamid.
Oleh karena itu, pihaknya ingin meminta pertanggungjawaban kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Kami ingin memintai pertanggungjawaban Kapolri atas keseluruhan tindakan kekerasan polisi di dalam menangani unjuk rasa damai di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan di berbagai wilayah lainnya," tutur dia.
Sementara itu, ahli hukum Todung Mulya Lubis mengatakan, perbuatan yang dilakukan aparat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Sebab, kalau kita membaca Undang-Undang Kepolisian ya Tahun 2002 Nomor 2, tugas polisi itu jelas bahwa dia adalah aparat penegak hukum yang menjaga ketertiban, memberikan pengayoman, memberikan perlindungan terhadap warga negara sesuai dengan prinsip HAM," ucapnya.
"Tapi kan kita melihat bahwa walaupun pascareformasi hasil memisahkan TNI dengan Polri, tapi kan budaya militan dalam tubuh Kepolisian itu masih sangat kuat. Kemudian budaya inilah yang kita lihat dan kita saksikan dalam proses-proses hukum yang terjadi, kami menerima banyak sekali laporan," sambung Todung.
Polisi Amankan 301 Orang
Seperti diketahui, sebanyak 301 orang diamankan dalam demo tolak Revisi UU Pilkada di area Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
Hal itu diungkapkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, kepada wartawan.
Ratusan massa diamankan Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polres Metro Jakarta Barat, Polres Metro Jakarta Timur hingga beberapa polsek.
"Dari proses pengamanan unjuk rasa kemarin, ini ada 301 orang yang telah diamankan," ujar Ade Ary, Jumat (23/8/2024).
Ia mengatakan, penangkapan itu atas dugaan perusakan fasilitas umum di area DPR sampai tindakan kekerasan terhadap anggota yang bertugas.
"Orang yang diamankan mengganggu ketertiban, merusak, tidak mengindahkan, dan bahkan ada yang melakukan kekerasan," tuturnya.
Sementara itu, massa yang sudah dibebaskan dari Polres Metro Jakarta Barat sebanyak 105 orang.
"Untuk yang di Polda itu 7 yang sudah dipulangkan dari 50 (yang diamankan)," ucap Ade Ary.
"7 itu 6 anak dan 1 wanita. Berarti 43 masih dilakukan pendalaman ya. Kemudian yang di Jakarta Timur 143 (orang), dan Jakarta Pusat ini masih dilakukan pendalaman," sambungnya.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
DPR Ingatkan Menkeu Sri Mulyani Tak Bebani Rakyat dengan Gaji Guru |
![]() |
---|
Prabowo Lepas Keberangkatan Anggota Kadin Peserta Retret ke Magelang |
![]() |
---|
Surya Paloh Pasang Badan untuk Bupati Koltim yang Dituduh Kena KPK |
![]() |
---|
Irjen Karyoto Buru Pihak yang Benturkan Dirinya dengan Kapolri |
![]() |
---|
Peringati HUT ke-80 RI, Kakorlantas Ajak Masyarakat Bangun Budaya Tertib Berlalu Lintas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.