Pilkada Serentak 2024

DPR RI Disebut Culas Apabila Menampik Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Ambang Batas Pilkada

Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti sebut DPR RI terbukti culas apabila menafikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.60/PUU-XXII/2024.

Editor: Desy Selviany
Tribunnews/Mario Christian
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti ditemui di sebuah hotel kawasan Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2023). Bivitri ungkap pentingnya hak angket digulirkan karena MK tak sentuh pelanggaran tersetruktur, sistemats dna massif 

WARTAKOTALIVE.COM - Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti sebut DPR RI terbukti culas apabila menafikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.60/PUU-XXII/2024.

Menurut Bivitri Susanti, putusan MK yang dibacakan Selasa (20/8/2024) justru sudah sangat jelas bahkan memperjelas putusan yang sebelumnya bersifat multitafsir. 

Misalnya saja kata Bivitri Susanti, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang menjelaskan pengaturan ambang batas (threshold) untuk dapat mengusulkan pasangan calon kepala daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dengan model alternatif. 

"Seperti Jakarta daftar pemilih tetap (DPT) masuk kategori C dengan jumlah penduduk 6 hingga 12 juta. Di mana partai gabungan yang memiliki 7,5 persen suara di DPRD maka sudah bisa mencalonkan,"jelas Bivitri dalam keterangannya Rabu (21/8/2024).

Menurut Bivitri Susanti keputusan MK tersebut justru mewakili sistem demokrasi yang sesungguhnya. 

Sebab warga bisa memiliki banyak calon untuk menjadi pemimpin daerah mereka karena risiko kotak kosong bisa diminimalisir. 

Namun Bivitri mengingatkan agar masyarakat berhati-hati sebab kemungkinan dalam rapat DPR RI keputusan MK tersebut bisa saja dibatalkan dengan alasan multitafsir. 

Padahal menurutnya, putusan MK terkait Pilkada 2024 sudah sangat terang-benderang. 

“Putusan itu jelasnya luar biasa dan tidak akan bisa ditafsirkan berbeda. Maka kita kawal bareng-bareng jangan sampai ada tafsir yang berbeda untuk sebuah putusan progresif seperti ini,” bebernya.

Maka kata Bivitri, apabila DPR RI menafsirkan keputusan tersebut dengan berbeda, maka itu artinya DPR benar-benar culas dan tidak tahu malu. 

Sebelumnya Badan Legislasi (Baleg) DPR mementahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan batas usia calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub). 

Mayoritas fraksi DPR RI sepakat bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang lebih cocok dipakai untuk Pilkada serentak 2024. 

Sehingga usia 30 tahun untuk Cagub Cawagub berlaku saat pelantikan bukan pendaftaran. 

Baca juga: PDIP Curiga DPR RI Akan Jegal Putusan MK Soal Ambang Batas Pilkada

Rapat rapat kerja (Panja) bersama pemerintah dengan agenda pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Rabu (21/8/2024) itu sempat diwarnai kegaduhan.

Namun pada akhirnya mayoritas fraksi di DPR menyetujui aturan tersebut merujuk ke MA. 

"Setuju ya merujuk ke MA?" kata Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi atau Awiek, dalam rapat Baleg DPR dengan DPD dan pemerintah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu seperti dimuat Tribunnews.com.

Bunyi catatan rapat: 

"Disetujui menjadi DIM perubahan substansi. Disetujui panja dengan rumusan: Berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur serta 25 untuk Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota, terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih"

Sebelum disepakati, sempat terdapat protes dari PDIP hingga diwarnai debat dari sejumlah fraksi. 

Namun suara PDIP kalah dengan fraksi lain yang menyepakati usia minimal 30 tahun berlaku saat pelantikan bukan pendaftaran. 

Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan putusan MA lebih sejalan dengan tanggapan pemerintah.

Ia menyebut, hal ini berbeda dengan putusan MK yang menolak aturan itu.

Di situ lah kemudian para anggota dari sejumlah fraksi menyampaikan pendapat. 

"Pimpinan, bagaimana ketentuan pasal 20 UUD 45 konstitusi kita DPR berwenang untuk membentuk UU. Apakah masing-masing fraksi ingin merujuk pada putusan MA apakah pada pertimbangan MK silakan kemerdekaan masing-masing fraksi ditanyakan saja," usul fraksi Gerindra, Habiburokhman. 

Anggota dari fraksi Golkar mengaku setuju dengan Habiburokhman. 

Sementara, anggota fraksi PAN, Yandri Susanto, mengatakan hal ini tak perlu diperdebatkan. 

"Sebenarnya ini nggak terlalu perlu kita perdebatkan. Panduannya kan sudah sangat jelas ya, saat dilantik itu sudah sangat toleran itu. Kita setujui aja," ujar Yandri.

Dari fraksi PDIP, sempat menyuarakan pendapat pihaknya lebih setuju dengan batas usia yang merujuk ke putusan MK. 

PDIP menyebut bahwa seharusnya undang-undang mengacu pada putusan MK bukan MA. 

"Kita semua kan sudah tahu yang menjadi objek dari putusan MA itu adalah PKPU sedangkan menjadi objek dari putusan MK itukan adalah undang-undang pada saat ini ya, sedang kita akan lakukan pembahasan sekaligus revisi," kata Arteria Dahlan.

Diketahui, rapat kerja oleh Baleg DPR RI ini digelar sehari setelah MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi 25 persen perolehan suara partai atau gabungan parpol hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

Selain itu MK juga menguatkan UU Pilkada yang menyebut minimal usia Cagub Cawagub harus 30 tahun saat pendaftaran.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved