Berita Nasional
Tak Hanya Kenaikan Harga, Demurrage Impor Beras Dinilai Pengamat Berdampak Terhadap Ekonomi Nasional
Tak Hanya Berpengaruh Terhadap Kenaikan Harga Beras, Demurrage Impor Dinilai Pengamat Berdampak pada Sektor Politik dan Ekonomi Nasional
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kasus demurrage atau denda impor beras tak hanya berpengaruh terhadap kenaikan harga beras di pasaran.
Demurrage beras impor Rp294,5 miliar Bulog disebut berdampak pada sektor politik dan ekonomi nasional.
Hal tersebut disampaikan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi.
Dikutip dari Tribunnews.com, dugaan kasus biaya denda impor di pelabuhan bisa mengganggu kinerja lintas sektor politik dan ekonomi.
Menurut dia, banyaknya peti kemas yang tertahan di pelabuhan, termasuk kontainer berisi beras impor, menunjukkan adanya masalah dalam tata kelola impor.
"Kasus ini memunculkan pola di luar kebiasaan pengiriman beras. Jadi bisa dipahami jika ada demurrage. Itu kan yang nahan (beras ) pasti nanya, prosedurnya gimana,” kata dia, Selasa,(13/8/2024).
Ia menambahkan kasus tersebut bisa mengganggu kinerja lintas sektor politik dan ekonomi karena terjadi akibat komunikasi yang kurang baik lintas lembaga.
Oleh karena itu, Siswanto Rusdi mengharapkan pemangku kepentingan terkait termasuk aparat penegak hukum bisa segera menyelesaikan persoalan tersebut.
"Ini menjadi tugas KPK atau Mabes Polri dan Kejaksaan untuk membongkar," ujarnya.
Baca juga: Viral Warga Dipungli Waktu Beli Pertamax, Pertamina Tegas-Langsung Pecat Operator SPBU di Bali
Baca juga: Airlangga Mundur dari Golkar, Peter F Gontha: Gila! Permainan Apa Lagi Ini! Asli GAME of THRONES!
Ungkap Kasus Demurrage Impor Beras, Ekonom Sebut Pentingnya Audit Keuangan, Ini Alasannya
Pengungkapan kasus demurrage atau denda impr yang berpotensi merugikan negara ditekankan Ekonom senior Indef Drajad Wibowo harus dilakukan.
Caranya diungkapkannya lewat audit keuangan.
Menurut dia, audit keuangan tersebut diperlukan mengingat nilai demurrage, akibat adanya peti kemas yang tertahan di Pelabuhan tersebut, tidak wajar dan cukup tinggi untuk pengadaan impor beras.
"Yang menjadi masalah adalah ketika demurrage-nya terlalu tinggi atau mahal dalam situasi normal. Sebaiknya BPK, BPKP atau auditor investigator independen ditugaskan melakukan pemeriksaan audit," ujarnya dikutip dari Antaranews.com pada Sabtu (10/8/2024).
Baca juga: Ustaz Dasad Latif Kecewa Saka Tatal Sumpah Pocong: Makin Kehilangan Akal Sehat, Beleng Beleng
Baca juga: Hotman Buktikan ke Razman Tak Omon-omon, Pamer Sepatu Mewahnya Waktu Dansa Bareng Gadis di Holywings
Ia memastikan audit keuangan itu nantinya bisa menjadi bukti permulaan atau sebagai pintu masuk bagi penegak hukum untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
"Demikian akan diketahui demurrage-nya wajar atau di luar kewajaran. Jika memang nanti dari pemeriksaan audit ditemukan bukti permulaan yang kuat, baru aparat hukum masuk," ujarnya.
Ia menduga kasus biaya denda impor ini terjadi karena adanya pelanggaran tata kelola dalam pengadaan impor beras, yang bisa disebabkan karena kompetensi SDM yang rendah atau ada perilaku korupsi.
"Faktor manusianya bisa karena kompetensi yang rendah, tapi bisa juga karena KKN. Efek selanjutnya adalah ekonomi biaya tinggi. Dalam kasus beras akhir-akhir ini, beras menjadi terlalu mahal bagi konsumen," katanya.
Kemenperin Akui Belum Terima Data 1.600 Kontainer Beras di Jakarta dan Surabaya
Kasus demurrage impor beras disoroti banyak pihak.
Terkait hal tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) angkat bicara.
Dikutip dari Tribunnews.com Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer berisi beras tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Ribuan kontainer berisi beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Dirinya mengakui belum jelas aspek legalitas beras tersebut.
"Beras jumlah kontainernya 1.600. Tidak ada (data), belum ada penjelasan dari Bea Cukai,” kata Febri pada Jumat (9/8/2024).
Febri melanjutkan, data kejelasan atas isi 1.600 kontainer tersebut diperlukan dan harus disampaikan gamblang.
Hal ini, kata Febri, diperlukan untuk menentukan kebijakan tepat dalam memitigasi kondisi yang sama ke depannya.
"Kebijakan yang tepat itu harus berdasarkan data yang akurat, cepat,” pungkas dia.
Dugaan beras ilegal
Sementara itu, ekonom konstitusi Defiyan Cori turut menyoroti soal kemungkinan beras ilegal di dalam 1.600 kontainer yang tertahan di pelabuhan.
Pasalnya, kata dia, jika beras tersebut bukan barang ilegal maka tidak perlu dikenakan denda.
“Jika memang demurrage terkait komoditas beras impor yang dilakukan atas jaminan pemerintah, maka seharusnya denda tidak diberlakukan apalagi alasan bersandar lebih lama di pelabuhan disebabkan oleh hal-hal teknis kepelabuhan,” tegas dia.
Defiyan menyinggung kemudian menyinggung mengenai demurrage beras impor Rp294,5 miliar Bulog yang baru-baru ini menghangat.
Ia memastikan demurrage akan menambah beban biaya beras yang dijual kepada masyarakat.
“Apabila komoditas beras impor itu merupakan permintaan pemerintah dalam hal ini , maka pemerintah harus menanggung beban denda tersebut supaya tidak menjadi tambahan biaya pembentuk harga pokok penjualan sebagai pembentuk harga beras di dalam negeri yang dibeli masyarakat,” pungkasnya.
Serikat Petani Pertanyakan Kasus Demurrage
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Hendry Saragih menyoroti munculnya denda impor beras senilai Rp294,5 miliar pada kasus impor beras yang dilakukan pemerintah.
Hendry sangat menyayangkan terjadinya hal tersebut karena sejak awal Pemerintah sudah mengatakan akan menghentikan impor beras.
"Sejak awal dia pemerintah kan bilang mau stop impor beras, kenapa sekarang di akhir masa jabatannya, menjadi impor beras terakhir. Tahun ini (impor beras) mencapai 6 juta ton,” kata dia dikutip dari Tribunnews.com pada Kamis (8/8/2024).
Hendry meyakini impor beras sebaiknya tidak usah lagi dilakukan. Terlebih, kata Hendry, setiap pemerintah melakukan impor beras selalu menimbulkan persoalan panjang.
“Ya kalau kita, yang pasti, impor beras tidak perlu ada. Karena persoalan impor inikan panjang (seperti demurrage),” tegas dia.
Baca juga: Bima Arya Legowo Dedi Mulyadi Ditunjuk Jadi Cagub Jabar, Kang Dedi Kode Keras Sosok Cawagubnya
Baca juga: Hotman Sindir Razman Waktu Beli Sepatu Mewah di Paris: Harganya Cukup Cetak Miliaran KTP Kura-kura
Hendry menambahkan, daripada terus melakukan impor beras maka sebaiknya pemerintah dapat fokus melakukan penyerapan gabah petani. Impor beras, lanjut dia, amat sangat merugikan petani Indonesia.
“Mendatangkan beras dari luar negeri, potensi untuk masalah administrasi, kualitas, tentunya merugikan ekonomi nasional, baik petani maupun devisa negara. Lebih baik fokus pada penyerapan gabah,” tandasnya.
Bulog Sebut Demurrage Tidak Bisa Dihindari
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sudah pernah menjelaskan terkait demurrage dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, pada Kamis, 20 Juni 2024 lalu.
Dalam kondisi tertentu, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari resiko penanganan komoditas impor. Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari.
"Dalam mitigasi risiko importasi, Demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor," kata dia dikutip dari Kompas.com
Adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengekspor,” ucap Bayu Krisnamurthi.
Saat ini Bulog masih menghitung total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman.
Menurut Bayu, perkiraan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3 persen
Dalam kesempatan terpisah, pengamat pangan Tito Pranolo menyatakan sebenarnya tidak lengkap membahas demurrage tanpa membahas despatch juga.
"Despatch adalah bonus yang diberikan karena bongkar barang terjadi lebih cepat, tentunya keduanya pernah dialami oleh Perum Bulog sebagai operator pelaksana penerima mandat impor beras dari pemerintah dan selama ini Perum Bulog tidak pernah membebani masyarakat karenanya," kata dia.
Bulog Sebut Demurrage Impor Tak Bisa dihindari, Ekonom Sebut Tidak Terkait Kebutuhan Beras Dalam Negeri
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menyatakan, demurrage atau denda yang dikenakan terhadap beras impor sebesar Rp 294,5 miliar tidak ada kaitannya dengan kebutuhan beras dalam negeri pemerintah.
Defiyan berpendapat, jika komoditas beras impor tersebut mendapatkan jaminan dari pemerintah maka seharusnya tidak akan terkena demurrage sebesar Rp 294,5 miliar.
Terlebih, alasan tertahannya beras impor lantaran hal-hal teknis di pelabuhan.
“Jika memang demurrage terkait komoditas beras impor yang dilakukan atas jaminan pemerintah, maka seharusnya denda tidak diberlakukan apalagi alasan bersandar lebih lama di pelabuhan disebabkan oleh hal-hal teknis kepelabuhan,” kata dia dikutip dari Kompas.com pada Rabu (7/8/2024).
Defiyan menjelaskan, biasanya demurrage akan dikenakan apabila agen pelayaran menemukan bukti formal bahwa penyewa kapal tidak bisa memberikan bukti kuat terkait komoditas impor tersebut.
Baca juga: Bukan karena Videonya Tagih Janji Jokowi Viral, Joni Bisa Lolos Jadi Anggota TNI karena Hal Ini
Baca juga: PDIP Pesimis KPK Berani Usut Kasus Blok Medan yang Seret Nama Bobby Nasution
“Denda dapat dikenakan apabila agen pelayaran menemukan bukti formal bahwa penyewa kapal memberikan bukti tidak kuat terkait komoditas impor yang diunderlying pemerintah tersebut,” tandasnya.
Pengamat Soroti Koordinasi Lintas Sektor Soal Demurrage Beras Impor, Disebut Banyak Kejanggalan
Pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio menyoroti kasus demurrage impor beras sebesar Rp 294,5 milira.
Menurutnya terdapat sejumlah kejanggalan dalam kasus tersebut, khususnya terkait sistem kerja lintas sektoral antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan Perum Bulog.
“Harus diketahui pasti, kapan keputusan Bapanas (untuk impor), kapan Bulog melakukan penunjukan atau tender beras itu, kalau sudah membaca ketentuan dari Bulog, importir baru siapkan," dikutip dari Tribunnews.com pada Selasa (6/8/2024.
"Kalau sudah diketahui, tapi masih ada kesalahan (demurrage Rp 294,5 miliar) artinya ada yang salah ini. Ada yang ngawur ini,” kata dia.
Agus mempertanyakan kurangnya koordinasi dan komunikasi antara Bapanas-Bulog hingga menyebabkan demurrage sebesar Rp 294,5 miliar.
Agus menyoroti masalah dokumen yang menjadi penyebab terjadinya demurrage tersebut.
"Harusnya ada komunikasi antara importir, transporter dan pelabuhan. Saya nilai tidak ada komunikasi itu sehingga terjadi demurrage. Lalu terjadinya demurrage, karena ada penanganan dokumen yang bertele-tele. Kalau bertele-tele begitu, ujungnya pasti ada korupsi,” ungkap Agus.
Dengan demikian, Agus menagih penjelasan jelas terkait dengan sistem dan mekanisme impor beras yang dilakukan Bapanas-Bulog.
Agus merasa, jika kooordinasi dilakukan dengan benar dan tepat maka biaya demurrage tidak akan pernah ada.
“Pokoknya, harus dipertanyakan itu secara runut, kapan Bulog menerima peraturan Bapanas, kapan Bulog melakukan pemesanan, kapan kapal itu akan sampai. Karena seharusnya tidak ada kesalahan yang menyebabkan demurrage ini,” tandas Agus.
Penjelasan Bulog
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sudah pernah menjelaskan terkait demurrage dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, pada Kamis, 20 Juni 2024 lalu.
Dalam kondisi tertentu, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari resiko penanganan komoditas impor. Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur dan sebagainya.
"Dalam mitigasi risiko importasi, Demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengekspor,” ucap Bayu Krisnamurthi.
Saat ini, Bulog masih memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman.
Menurut Bayu, perkiraan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3 persen.
Dalam kesempatan terpisah, Tito Pranolo, Pakar Pangan Indonesia menyatakan sebenarnya tidak lengkap membahas demurrage tanpa membahas despatch juga.
"Despatch adalah bonus yang diberikan karena bongkar barang terjadi lebih cepat, tentunya keduanya pernah dialami oleh Perum Bulog sebagai operator pelaksana penerima mandat impor beras dari pemerintah dan selama ini Perum Bulog tidak pernah membebani masyarakat karenanya," kata dia.
Endus Ada Upaya Makar, Prabowo: Saya Akan Hadapi Mafia-mafia Itu, Demi Allah Saya Tidak Akan Mundur |
![]() |
---|
Banggar DPR Sebut Sahroni, Uya Kuya Cs Masih Terima Gaji dan Tunjangan meski Dinonaktifkan |
![]() |
---|
Anggaran Pelihara Rusa DPR RI Capai Rp2,4 Miliar Pertahun |
![]() |
---|
Prabowo Subianto: Demi Allah Saya Tidak Akan Mundur Setapak Pun |
![]() |
---|
Partai Diduga Kadalin UU MD3, Tidak Ada Istilah Nonaktif untuk Anggota DPR RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.