Pilkada Jakarta

6 Jenis Kerawanan Kampanye yang Sering Terjadi Jelang Pilkada, Termasuk Isu SARA

Kampanye terkait ujaran kebencian antar kelompok hingga SARA masih berpotensi terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2024.

|
Kemenkoinfo
Ilustrasi - Jelang Pilkada 2024 Bawaslu DKI memetakan ada kerawanan dalam kampanye termasuk menyebut hal SARa 

WARTAKOTALIVE.COM GAMBIR -- Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu DKI Jakarta, Burhanuddin mengatakan kampanye terkait ujaran kebencian antar kelompok hingga SARA masih berpotensi terjadi di Pilkada Jakarta 2024.

Adapun hal tersebut berdasarkan temuan Bawaslu dalam Indeks Kerawanan Pemilihan (IKP) Kepala Daerah DKI Jakarta.

Terdapat tiga kategori kerawanan yaitu kerawanan tinggi, kerawanan sedang, dan kerawanan rendah.

"Klasifikasi kerawanan ini bergantung pada daya kerusakan yang ditimbulkan, kuantitas informasi dari berbagai daerah dan intensitas peristiwa yang terjadi dalam beberapa pemilu sebelumnya," kata Burhanuddin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Selain itu, kata dia, pihaknya menemukan enam jenis kerawanan kampanye yang termasuk kategori rawan tinggi terjadi di Pilkada DKI Jakarta. 

Baca juga: KIM Lama Memutuskan, Relawan Ridwan Kamil Garap Massa di Jaktim Sambut Pilkada Jakarta

Keenamnya masing-masing mendapat skor 100. Semakin tinggi skornya, maka semakin rawan.

Pertama kerawanan yang terjadi ialah ujaran kebencian terkait adanya imbauan dan tindakan untuk menolak kandidat kepala daerah tertentu oleh sekelompok masyarakat.

Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu DKI Jakarta, Burhanuddin mengatakan kampanye terkait ujaran kebencian antar kelompok hingga SARA masih berpotensi terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2024.
Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu DKI Jakarta, Burhanuddin mengatakan kampanye terkait ujaran kebencian antar kelompok hingga SARA masih berpotensi terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2024. (Wartakotalive/Yolanda Putri Dewanti)

Kedua, tindakan kampanye yang melanggar peraturan perundang-undangan.

Ketiga, adanya keberatan dari perwakilan kandidat calon kepala daerah saat kampanye.

Keempat, materi kampanye bermuatan SARA di tempat umum.

"Kelima adanya kampanye yang bermuatan SARA di media sosial," tutur Burhanuddin.

Keenam, munculnya berbagai informasi miring alias hoaks di media sosial.

Bawaslu juga mencatat, ada tujuh indikator kerawanan kampanye yang masuk kategori rawan sedang, kasus yang perlu diwaspadai itu yakni :

1. Kampanye di luar jadwal (62,5);

2. Konflik antar pendukung pasangan calon (37,5);

3. Politik uang yang dilakukan timses (33,3);

4. Iklan kampanye di luar jadwal (30,7); dan

5. kKekerasan atau kerusuhan antar tokoh masyarakat, politik maupun aparat keamanan (25).

Baca juga: Hotman Paris Sebut Dedi Mulyadi Cari Panggung Kampanye di Kasus Vina Cirebon

6. Intimidasi terhadap pendukung calon kepala daerah (25)

7. Perusakan fasilitas penyelenggaraan pemili (25).

Dia mengatakan, hanya ada dua indikator yang masuk dalam kerawanan kampanye kategori rendah.

Pertama, adanya kampanye ujaran kebencian di tempat umum (16,6) dan pelanggaran lokasi kampanye oleh kandidat kepala daerah 

Menurutnya, pemetaan kerawanan pemilihan merupakan turunan dari Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dikembangkan oleh Bawaslu RI.

Setiap menjelang pemilihan, Bawaslu menyusun indeks kerawanan untuk mengukur secara sistemik dan memetakan setiap daerah secara komprehensif.

“IKP memiliki signifikansi penting baik secara internal maupun secara eksternal. Bagi jajaran Bawaslu, IKP menjadi instrumen penting untuk mendesain program dan antisipasi kompleksitas persoalan dalam proses pemilihan," jelas dia.

"Kompleksitas ini disederhanakan untuk mengelompokkan kategori pelanggaran dan melakukan pembobotan sesuai dengan daya kerusakannya. Sehingga gagasan pencegahan dan para pihak yang menjadi mitra strategis Bawaslu berdasarkan dari tantangan yang dihadapi di masing-masing wilayah secara berkelanjutan," tambahnya.

Pihaknya mengklaim, IKP secara eksternal menjadi bahan pertimbangan yang digunakan oleh para pemangku kepentingan di antaranya pemerintah, aparat penegak hukum, perguruan tinggi, kalangan media dan masyarakat sipil dalam bersama-sama mendorong penyelenggaraan pemilihan yang lebih demokratis dan berkualitas. (m27)

 

Baca Wartakotalive.com berita lainnya di Google News

Dapatkan informasi lain dari WartaKotaLive.Com lewat WhatsApp : di sini

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved