Berita Jakarta
Bertahan di Tengah Gempuran Jaklingko dan Ojol, Begini Riwayat Bajaj di Jakarta Sekarang
Bertahan di Tengah Gempuran Jaklingko dan Ojol, Begini Riwayat Bajaj Sekarang. Kisah itu Disampaikan Pak Min, Sopir Bajaj di Terminal Grogol
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dwi Rizki
WARTAKOTALIVE.COM, GROGOL - Meski dikenal sebagai kendaraan umum legendaris Jakarta, keberadaan bajaj kini kian tersingkirkan.
Mereka seakan kalah pamor dengan angkutan umum gratis, Jaklingko ataupun beragam kemudahan ojek online (ojol) yang bisa diakses hanya lewat ponsel.
Salah satu potret sedikitnya warga yang melirik transportasi bajaj, terlihat di pangkalan bajaj Terminal Grogol, Grogol, Jakarta Barat.
Di area yang diperuntukkan sebagai tempat kendaraan umum menunggu penumpang itu, bajaj lah yang paling banyak menganggur.
Para sopir bajaj terlihat menderetkan kendaraan berwarna birunya itu di area pintu keluar terminal.
Ada sekira enam bajaj yang terparkir untuk mengantre agar dapat penumpang.
Namun, hingga satu jam berselang, belum ada satupun bajaj yang bergeser dari tempat parkirnya.
Walhasil, para sopir bajaj pun banyak yang hanya duduk-duduk sembari mengipas-ngipaskan tubuhnya yang terbakar sinar matahari.
Adapula sopir bajaj yang memilih tertidur di kursi kemudi, merokok dan menyesap secangkir kopi di sebuah warung, hingga menghibur diri dengan karoke bersama sejumlah pengamen.
Baca juga: Bamus Suku Betawi 1982 Sodorkan Nama Potensial Cagub DKI Jakarta, Ada Ulama sampai Mantan Sekda DKI
Baca juga: Jumlah Pembeli Seragam Menurun Jelang Tahun Ajaran Baru, Pedagang: Pengaruh Pasar Online
Potret riuh memang terlihat di area yang kerap disebut sebagai tongkrongan bajaj itu.
Namun di tengah keriuhan siang hari, redam hati dan pikiran para sopir bajaj sesungguhnya berkecamuk.
Sesekali pandangan mereka menyapu area sekitar terminal, berharap ada seseorang datang untuk memesan jasanya.
Pasalnya, untuk mendapat satu pelanggan, kadang kala sopir bajaj harus menunggu dari pagi hingga malam hari.
Mirisnya potret nasib sopir bajaj sebagaimana diungkap oleh Pak Min (55) sopir bajaj saat ditemui di Terminal Grogol, Grogol, Jakarta Barat pada Minggu (7/7/2024).
"Kalau dulu masih enak, nyari duit gampang, masih ada harganya. Nah, sekarang nyari juga enggak ada harganya," kata Pak Min kepada Warta Kota.
Pak Min sendiri telah menjadi sopir bajaj sejak era bajaj oranye, 20 tahun lalu.
Menurutnya, masa itu adalah masa-masa kejayaan sopir bajaj, sebelum tercekik transportasi digital saat ini.
"Narik paling sehari dapat Rp 100.000, kadang ya pego (Rp 150.000), ya kebanyakan di bawah Rp 100.000, paling Rp 70.000," ungkap Pak Min.
Kendati demikian, uang tersebut pun masih harus dipotong biaya sewa bajaj oleh sang pemiliknya.
Pemilik bajaj, katanya mematok uang sewa sebesar Rp 50.000 per hari.
Meski demikian, Pak Min mengaku tidak pernah lalai menunaikan kewajiban.
Walaupun diakuinya terkadang tak ada penumpang sama sekali.
"Kalau masalah setoran pasti nutup, cuman yang lebihnya yang susah. Cuma buat makan aja," kata dia.
Pria paruh baya itu berujar, keberadaan bajaj mulai tersingkirkan sejak banyaknya angkutan umum gratis, seperti Jaklingko.
Apalagi dengan adanya ojek online (ojol) yang sangat mudah diakses orang.
Menurutnya, inisiasi pemerintah sangatlah bagus menghadirkan Jaklingko.
Namun di sisi lain, kehadiran angkutan umum besutan Anies Baswedan itu merenggut sedikitnya penumpang para sopir bajaj.
"Pokoknya sejam ada online-online ini aja, sejak semuanya ada online, ada mobil angkot gratis. Pokoknya kerja itu udah goyang lah," ungkapnya.
Pak Min sendiri tidak menyalahkan pemerintah atau kehadiran inovasi kendaraan di Indonesia, hanya saja ia berharap pemerintah bisa adil dalam mengelola angkutan umum terutama di Jakarta.
Ia bahkan tidak masalah jika ada pembinaan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk para sopir bajaj.
"Ya kalau bisa Jakarta tetap diisi bajaj. Soalnya kami buat rakyat kecil gitu, buat rakyat kecil. Kan semua orang kan belum tentu bisa kerja," pinta dia.
Padahal, lanjut Pak Min, bajaj adalah kendaraan dengan tarif fleksibel dengan muatan yang bisa lebih banyak daripada ojek online.
"Enggak ada tarif. Tergantung penumpang sama sopir, kami kan tawar-tawaran kalau mau naik. Kadang-kadang ada yang nawarin Rp 30.000, ada yang nawar Rp 15.000," kata dia.
"Terus bajaj kan bebas kalau udah dinaikin orang satu, bisa bawa apa aja, tambah orang juga," imbuhnya.
Di akhir, Pak Min bercerita jika alasannya tetap menarik bajaj di tengah gempuran Jaklingko dan ojol adalah lantaran ia tak memiliki pilihan lain.
Ijazah sekolah yang kurang mumpuni serta usianya yang tak lagi muda, membuatnya merasa tidak memiliki kemampuan apapun selain menjadi sopir bajaj. (m40)
Kericuhan Pecah di Putaran Gatot Soebroto, Massa Lemparkan Api — Polisi Balas Gas Air Mata |
![]() |
---|
Ada Jakarta Music Expo 2024 Selama Dua Hari di Jiexpo Kemayoran Jakpus |
![]() |
---|
Tak Hanya ITCS Berbasis AI, Pemprov DKI Harus Benahi Penyempitan Jalan dan Transum |
![]() |
---|
Kanwil Kemenkum DK Jakarta Gelar Rapat Pleno Harmonisasi Ranperda dan Rapergub |
![]() |
---|
Datangi Bareskrim Polri, Ridwan Kamil Jalani Pemeriksaan Tambahan setelah Hasil Tes DNA Diumumkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.