Pilpres 2024

Terungkap, Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pilpres 2024 Menurun, Karena Cawe-cawe Jokowi?

KPU DKI mencatat tingkat partisipasi pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 adalah lebih dari 77 persen atau menurun dibanding 2019

Setneg via Kompas.com
Presiden Jokowi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI mencatat tingkat partisipasi pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 adalah lebih dari 77 persen. Adapun angka tersebut menurun dibandingkan pada Pemilu 2019, khususnya untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) untuk DPRD DKI Jakarta dan DPD RI. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI mencatat tingkat partisipasi pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 adalah lebih dari 77 persen.

Adapun angka tersebut menurun dibandingkan pada Pemilu 2019, khususnya untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) untuk DPRD DKI Jakarta dan DPD RI.

Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata mengatakan tingkat partisipasi pemilihan presiden tahun 2024 di wilayah provinsi DKI Jakarta mencapai 78,78 persen.

Sedangkan, kata dia, untuk Pileg DPR RI tingkat partisipasi pemilih pada 2024 mencapai 77,57 persen. Sementara Pileg DPD RI, tercatat sebesar 77,65 persen.

Berdasarkan data hasil pelaksanaan Pemilu 2019 yang dirilis KPU DKI Jakarta, tingkat partisipasi pemilih untuk Pilpres mencapai 79,28 persen.

Sedangkan Pileg DPRD Provinsi DKI Jakarta 2019, tingkat partisipasi pemilih dilaporkan mencapai 78,36 persen. Kemudian untuk Pileg DPD RI 2019, tingkat partisipasi pemilihnya mencapai 78,49 persen. Data tersebut menunjukkan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu serentak 2019 lebih tinggi dibandingkan 2024.

Baca juga: Jadi Lawan Politik di Pilpres 2024, Surya Paloh Disambut Hangat Prabowo Sesaat Tiba di Kertanegara

Namun, khusus untuk Pileg DPR RI 2024, tingkat partisipasi pemilihnya lebih tinggi dibandingkan 2019 silam. 

Pihaknya mencatat, tingkat partisipasi pemilih pada Pileg DPR RI 2019 hanya sebesar 68,96 persen.

Meski begitu, Wahyu tidak menyebutkan alasan atau faktor yang membuat partisipasi pemilih di Jakarta menurun.

Sejumlah pihak menilai karena masyarakat Jakarta dinilai rasional, bisa jadi faktor cawe-cawe Jokowi membuat mereka malas memilih karena merasa pemenang Pilpres sudah pasti adalah pasangan calon yang didukung Jokowi.

Sebelumnya Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mempertanyakan frasa 'penugasan Presiden' dalam pelaksanaan tugas Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.

Hakim Arief Hidayat mencurigai frasa penugasan Presiden itu adalah tugas khusus dan tertentu yang menjadi bagian dari cawe-cawe Presiden Jokowi di Pilpres 2024 untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Baca juga: Prabowo-Gibran Terpilih Jadi Capres-Cawapres, Ini Pernyataan Partai Perindo Soal PHPU Pilpres 2024

Sebab menurut Hakim Arief Hidayat, frasa penugasan Presiden tidak perlu dicantumkan karena sebelumnya ada keterangan bahwa pelaksanaan tugas PMK adalah berdasarkan agenda pembangunan nasional.

Hal itu diungkapkan Arief Hidayat dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024) dengan agenda memeriksa 4 menteri Jokowi.

"Saya membaca keterangannya bapak Menko PMK. Di sini ada kata-kata begini, 'Pelaksanaan tugas PMK dimaksudkan untuk memberikan dukungan pelaksanaan inisiatif dan pengendalian kebijakan berdasarkan agenda pembangunan nasional dan penugasan Presiden'." kata Arief.

"Apa sih yang dimaksud dengan penugasan Presiden? Apakah penugasan-penugasan tertentu karena Presiden juga cawe-cawe itu?," tanya Arief.

Sebab menurut Arief, frasa itu sebenarnya tidak perlu dicantumkan.

"Karena kalau saya membaca, sebetulnya, agenda pembangunan nasional itu, ya sudah termasuk Presiden akan menugaskan apa, ya ada di situ. Tapi kok ada frasa yang khusus. Penugasan Presiden," tegas Arief.

"Nah apakah di lain-lain tempat, apakah di Bapak Menko Ekonomi, Bu Menteri Keuangan, atau Menteri Sosial, ada agenda pembangunan nasional dan penugasan Presiden. Ini kan seolah-olah ada frasa khusus. Presiden punya misi tertentu, visi tertentu. Untuk melaksanakan apa biasanya ini dilakukan?" kata Arief.

Sebelumnya Arief menyampaikan bahwa empat menteri Kabinet Indonesia Maju dipanggil Mahkamah Konsitusi (MK) pada sidang lanjutan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Jumat (2024), karena Mahkamah merasa tidak elok memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Pilpres kali ini lebih hiruk-pikuk, diikuti beberapa hal yang sangat spesifik yang sangat berbeda dengan Pilpres 2014 dan 2019. Ada pelanggaran etik yang dilakukan di MK, di KPU (Komisi Pemilihan Umum(, dan banyak lagi yang menyebabkan hiruk-pikuk itu," ujar Arief.

"Yang terutama mendapatkan perhatian sangat luas dan didalilkan pemohon adalah cawe-cawe-nya kepala negara. Cawe-cawe-nya kepala negara ini Mahkamah juga (menilai), apa iya kita memanggil Presiden RI, kan kurang elok," kata eks Ketua MK itu melanjutkan.

Arief lantas menegaskan bahwa Jokowi merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Baca juga: Bukan karena Tak Ikhlas, Ini Alasan Ganjar Pranowo Tak Hadiri Penetapan Pemenang Pilpres 2024 di KPU

Seandainya Jokowi hanya berstatus sebagai kepala pemerintahan, menurut Arief, Mahkamah akan memanggilnya ke ruang sidang.

Namun, karena ayah dari calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka itu juga berstatus kepala negara, MK menilai bahwa Jokowi harus dijunjung tinggi oleh semua pemangku kepentingan.

"Makanya kami memanggil para pembantunya, yang berkaitan dengan dalil pemohon," ujar Arief.

"Karena begini. Dalil pemohon mengatakan keberpihakan lembaga kepresidenan dan dukungan Presiden Joko Widodo dalam Pilpres. Itu kemudian memunculkan beberapa hal," katanya lagi.

Arief kemudian membeberkan dalil pemohon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengenai dugaan keterlibatan apartur sipil negara (ASN), lurah, kepala desa, hingga aparat TNI/Polri yang tidak netral dan terlibat dalam penggalangan massa.

Selain itu, muncul pula sangkaan bahwa 271 penjabat kepala daerah juga "bermain", sesuatu yang kata Arief perlu dibuktikan di sidang.

Arief juga mengatakan, dua pemohon mendalilkan bahwa bansos dikerahkan dan memiliki korelasi dengan efek elektoral dalam pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy membeberkan ada sejumlah pertimbangan dalam menentukan wilayah kunjungan kerja terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024).

Awalnya, Muhadjir menjelaskan bahwa kunjungan kerja terkait penyaluran bansos sesuai dengan tugas Kemenko PMK untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian dalam penyelenggaraan pemerintah di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, termasuk program bansos.

"Pelaksanaan tugas tersebut dimaksudkan untuk memberikan dukungan, pelaksanaan inisiatif, dan pengendalian kebijakan berdasarkan agenda pembangunan nasional dan penugasan presiden," kata Muhadjir.

"Untuk keperluan di atas, kami melakukan berbagai kunjungan kerja guna memastikan bahwa pelaksanaan penyaluran bantuan sosial reguler maupun bantuan pangan beras CBP (cadangan beras pemerintah) berlangsung sebagaimana yang diharapkan," ujarnya lagi.

Muhadjir lalu mengungkapkan faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan wilayah kunjungan kerja, yakni keadaan tingkat kemiskinan dan kemiskinan ekstrem, tingkat prevalensi, dan angka stunting.

Kemudian, faktor geografi dan demografi masyarakat, kondisi pelaksanaan bantuan sosial dan bantuan lainnya di lokasi tersebut, serta inisiatif pemerintah daerah dalam menangani kemiskinan.

"Khusus dalam kaitannya dengan pemantauan bantuan pangan beras CBP, dilakukan untuk memastikan ketersediaan bahan pangan tersebut di gudang Bulog dan memastikan bantuan yang diterima oleh penerima manfaat secara langsung," kata Muhadjir.

Selain itu, kunjungan kerja juga dilakukan untuk memastikan distribusi bantuan beras berjalan baik dengan memperhatikan prinsip tepat waktu, sasaran, jumlah, dan kualitas.

"Di samping untuk mendapatkan umpan balik atau feedback tentang bagaimana pemanfaatan bantuan tersebut oleh keluarga penerima manfaat," ujar Muhadjir.

Seperti diketahui MK memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju untuk bicara seputar dugaan politisasi bansos oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta dugaan pengerahan anggaran negara untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, sebagaimana didalilkan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK.

Kedua kubu mempersoalkan, salah satunya mengapa anggaran perlindungan sosial melonjak dibandingkan dua tahun sebelumnya, bahkan hampir menyamai jumlah saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020. (m27)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google NEWS

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved