Kasus Perundungan

Ada Penjamin, Empat Tersangka Perundungan di SMA Binus Serpong Tak Ditahan

Kuasa hukum ASS, Rizki Firdaus mengatakan, 4 pelajar yang jadi tersangka perundungan itu tak ditahan polisi lantaran adanya penjamin.

Penulis: Nurmahadi | Editor: Feryanto Hadi
Wartakotalive/Ikhwana Mutuah Mico
Muhamad Rizki Firdaus, kuasa hukum korban perundungan di SMA Binus School Serpong 

Laporan Reporter Wartakotalive.com, Nurmahadi 

WARTAKOTALIVE.COM, SERPONG- Para tersangka kasus perundungan terhadap siswa SMA Binus, Serpong, Tangerang Selatan berinisial ASS, tak dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian.

Diketahui 4 tersangka kasus perundungan di SMA Binus Serpong, yakni, E (18), R (18), J (18) dan G (19).

Kuasa hukum ASS, Rizki Firdaus mengatakan, 4 pelajar yang jadi tersangka perundungan itu tak ditahan polisi lantaran adanya penjamin.

“Sebenarnya penahanan itu kan subjektivitas dan banyak indikator yang harus dilengkapi kaya ada penjamin. Yang pasti kan orang tua menjamin,” ucap dia kepada wartawan, Minggu (28/4/2024).

Rizki menjelaskan, para tersangka hanya dikenakan wajib lapor satu minggu sekali, sampai dimulainya persidangan.

“Wajib lapor setiap seminggu sekali, itu juga rapi lah administratif itu. Jadi soal ditangguhkan secara objektif ya, (jadi) engga masalah,” kata dia.

Pihak keluarga korban kata Rizki, juga tidak mempermasalahan terkait hal tersebut.

Bagi keluarga korban, yang terpenting yakni kasus perundungan ini bisa berlanjut hingga meja persidangan.

KPAI sempat buka suara

Selama proses hukum berjalan, KPAI berharap agar sekolah internasional Binus School Serpong mempertimbangkan opsi pembelajaran jarak jauh bagi pelaku bullying atau perundungan yang saat ini menghuni bangku kelas XII.

Diyah Puspitarini, anggota KPAI (komisi perlindungan anak Indonesia) menyebut PJJ (pendidikan jarak jauh) semata-mata untuk memenuhi hak anak mendapat pendidikan, sesuai dengan UU Nomor 35 tahun 2014, tentang perlindungan anak.

Kata Diyah, pihaknya memahami nama baik sekolah harus dijaga.

Lalu, ada pula kekhawatiran akan pelaku jika tetap di sekolah, seolah-olah ada pembiaran.

"Ini untuk pembelajaran bersama. Sepanjang anak masih dalam proses, itukan belum ada keputusan ya," katanya, Selasa (27/2/2024).

Keputusan yang ia maksud adalah hasil gelar perkara.

Menurut Diyah, KPAI menyerahkan proses hukum kepada kepolisian.

Baca juga: Update Kasus Bullying Binus School Serpong, Polisi Periksa Lima Pelajar Saksi Kunci Perundungan

"Tetapi di dalam proses, anak itu kan masih harus mendapatkan pendidikan," katanya.

"Apabila nanti sudah diputus, kemudian anak harus ini, misalnya di LPKA atau LPKS, baru nanti dilimpahkan pendidikannya. Bisa paket dan sebagainya," sambung Diyah.

Diyah menjelaskan, menilik UU Perlindungan Anak, proses kasus anak berhadapan hukum di kepolisian seyogianya tak lebih dari dua bulan.

Adapun KPAI mengaku telah mencapai kesepakan dengan pihak sekolah untuk tetap memberikan hak-hak pelaku mendapatkan pendidikan.

Hal ini disampaikan oleh anggota KPAI lainnya, Aris Adi Leksono.

Baca juga: Kekerasan Geng Tai SMA Binus School Serpong Bisa Jadi Ragging Bukan Bullying, Ini Penjelasan Pakar

"Karena anak ini memang sudah kelas akhir, dan akan mengikuti ujian akhir. Tentu harus cepat. Hak-hak anak terduga pelaku, pendidikannya harus terpenuhi. Dan kami akan mengawal kesepatan itu," katanya.

Kata Aris, jenis layanan pendidikan diserahkan kepada pihak sekolah, namun harus tetap memerhatikan kepentingan terbaik untuk anak.

KPAI pun menyurati Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mentake down (menghilangkan) video kekerasan di Binus School Serpong.

Menurut Aris, dalam sistem peradilan anak, baik korban, pelaku maupun saksi dijaga identitasnya.

Geng Tai kumpulan anak-anak yang bersekolah di Binus School Serpong. Mereka melakukan kekerasan terhadap junior.
Geng Tai kumpulan anak-anak yang bersekolah di Binus School Serpong. Mereka melakukan kekerasan terhadap junior. (Kolase foto/istimewa)

"Orang yang mengumumkan identitas anak bisa dikenakan pidana penjara lima tahun sesuai aturan undang-undang yang berlaku," ucapnya.

"Misalnya wajah pelaku, wajah korban, wajah saksi. Termasuk juga orangtuanya, baik orangtua pelaku maupun korban," imbuhnya.

Untuk memastikan identitas tidak terekspos secara luas, pihaknya bersurat ke kominfo untuk men-takedown video yang viral tersebut.

Selain video mengandung kekerasan, pihaknya khawatir video terkait berpengaruh ke masa depan anak pelaku dan anak saksi.

"Dan kami hawatir juga anak-anak lain terinspirasi melakukan kekerasan yang sama," katanya.

Aris menjelaskan, pihaknya sangat hati-hati menangani kasus tersebut.

"Prinsipnya bagi KPAI, kekerasan tidak diperbolehkan. Siapapun itu termasuk anak. Kedua, tentu semua pihak harus bergerak secara bersama dan memastikan semua instrumen di dalam UU perlindungan anak tertangani dengan baik," ujarnya.

Baca berita wartakotalive.com lainnya di Google News


“Yang penting proses berlanjut, bisa sampai digelar ke pengadilan, apapun hasilnya dia bisa terima,” ungkap Rizki. (m41)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved