Pilpres 2024

PAN Sindir Rencana PDIP Gugat Hasil Pilpres 2024 ke PTUN: Tidak Bisa dan Tidak Ada Gunanya 

Sebelumnya PDIP berencana melanjutkan gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 ini ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

Editor: Feryanto Hadi
Tribunnews/Rizki Sandi Saputra
Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto 

"Gibran itu sudah bukan kader partai lagi, saya sudah bilang sejak dia ambil putusan itu (jadi cawapres Prabowo)," tuturnya.

PDIP singgung kebohongan Jokowi

Sementara itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus, membandingkan kesalahan dan kebohongan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Megawati Soekarnoputri. 

Deddy mengungkapkan bahwa kebohongan dan kesalahan Jokowi ke Megawati jaug lebih banyak daripada SBY.

Menurut Deddy kesalahan SBY adalah berbohong kepada Megawati ketika hendak mencalonkan diri sebagai presiden untuk Pilpres 2004 bersanding dengan Jusuf Kalla.

Saat itu SBY menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan di bawah Presiden Megawati. 

Deddy mengatakan seharusnya SBY berkata jujur seperti Yusril Ihza Mahendra dan Hamzah Haz. 

“Pak SBY itu salahnya dulu bilang tidak nyapres ketika ditanya, tetapi kemudian terbukti dan nyalon, bahkan sudah bikin partai. Jadi kesalahannya hanya itu dan tidak pernah berusaha bersikap ksatria,” kata Deddy dijkutip dari laman Tempo, Sabtu (13/4/2024).

Baca juga: Menhub Budi Karya Ajukan Surat Rekomendasi WFH ke Presiden Jokowi Atasi Lonjakan Pemudik

Sementara Jokowi, kata Deddy, memiliki lebih banyak kesalahan dan kebohongan terhadap Megawati dan PDIP.

Deddy mencontohkan Jokowi berbohong dengan mengatakan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, belum layak menjadi cawapres.

Namun ternyata dimajukan dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).

“Beliau berbohong hingga detik-detik terakhir dan lalu secara vulgar menyatakan akan mengalahkan capres dari PDI Perjuangan,” kata Deddy.

Belum cukup sampai di situ, menurut Deddy, Jokowi juga menyalahgunakan kekuasaan dengan cawe-cawe pemilu dan menggunakan semua instrumen kekuasaan.

Menurut Deddy, kesalahan Jokowi ini jauh lebih besar dan lebih banyak dibandingkan SBY. 

“Sudah tentu derajat ‘kesalahannya’ jauh lebih besar sebab menyangkut merusak kualitas pemilu, etika publik, adab politik dan nilai-nilai demokrasi dan penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Deddy.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved