Berita Bogor
Kisruh Patung Dewi Kencana di Puncak Bogor, Permadi: Patung Haram Tapi Kawin Kontrak Tamu Arab Harum
Terkait kisruh Patung raksasa Dewi Kencana di Puncak Bogor, permadi arya alias Abu jAND MENGECAMNYA.
WARTAKOTALIVE.COM -- Pegiat media sosial yang juga aktivis anti intoleransi, Permadi Arya alias Abu Janda mengecam aksi warga yang mengaku dari Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, dan menuntut agar patung raksasa Dewi Kencana di objek wisata Pakis Hills, Puncak, dibongkar.
Warga menilai keberadaan patung bisa menimbulkan konflik karena keberadaannya dianggap haram oleh mereka yang diklaim memegang kearifan lokal.
Alasan itu menurut Abu Janda tidak masuk akal, karena warga justru mendiamkan prostitusi berkedok kawin kontrak bagi tamu Arab yang jelas-jelas haram dan terjadi di wilayah mereka.
Kecaman dan sindiran Abu Janda diungkapkan lewat akun Instagramnya @permadiaktivis2, Minggu (22/4/2024).
Abu Janda mengunggah tangkapan layar pemberitaan bahwa warga meminta Patung Dewi Kencana di Puncak, Bogor dibongkar.
"Patung = haram, prostitusi berkedok kawin kontrak untuk tamu arab = harum," kata Abu Janda di narasi tangkapan layar yang diunggahnya.
"Sama patung aja takut, gimana mau lawan tank merkava," ujar Abu Janda.
Sejumlah netizen juga mendukung kecaman Abu Janda.
Baca juga: Rumah Dipakai Ibadah Umat Kristen Digeruduk Warga dan Aparat, Abu Janda: Pak Jokowi, Bangun!
Bahkan mantan vokalis band rock Ecky Lamoh turut mendukung Abu Janda.
"Tugu Selatan dan utara pusatnya turis Arab kawin kontrak (Warung kaleng-Sampay)," kata Ecky Lamoh lewat akun Instagramnya @eckylamoh_real.
"sukanya berkonflik jadi apapun dijadiin bahan konflik," ujar @jenny_zhang92.
"Itu alasan doang...pada akhirnya minta uang keamanan," tambah @gomgom.sinaga.
Warga protes patung
Sebelumnya warga yang mengaku berasal daro Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menuntut agar patung raksasa di objek wisata Pakis Hills dibongkar.
Patung yang diduga sebagai Patung Dewi Kencana atau Ratu Kencono Wungu itu merupakan seorang pemimpin perempuan Kerajaan Majapahit dengan nama asli Dyah Suhita.
"Kami, bersama ulama Puncak Bogor dan warga Tugu Selatan menolak patung ini. Kami sudah mengirim surat resmi kepada pemilik Pakis Hills untuk segera membongkar patung tersebut," kata Kepala Desa Tugu Selatan, Eko Windiana, pada TribunnewsBogor.com, Jumat (19/4/2024).
Eko menjelaskan bahwa keberadaan patung raksasa ini dapat berdampak negatif terhadap masyarakat, terutama di Desa Tugu Selatan.
Karena warga Puncak Bogor masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal.
"Surat yang kami kirim merupakan upaya kami untuk mencegah konflik. Kami ingin memastikan bahwa tindakan tersebut tidak menimbulkan ketegangan di antara warga dan ulama," jelasnya.
Ia menyatakan bahwa sebagian masyarakat Desa Tugu Selatan, terutama santri dan para ulama, menginginkan patung raksasa Dewi Kencana tersebut dibongkar karena mereka khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Saya merasa khawatir karena sudah ada ancaman dari sebagian santri yang menginginkan patung ini dibongkar. Kami ingin mencegah terjadinya konflik, oleh karena itu kami mengirimkan surat resmi," tambahnya.
Baca juga: Pertemanan Rusak gegara Beda Pilihan Capres, Guntur Romli Sebut Abu Janda Penjilat Prabowo
Sementara itu, Manager Area Pakis Hills, Alexander, menjelaskan bahwa patung raksasa Dewi Kencana dengan tinggi 12 meter tersebut hanya digunakan sebagai spot foto yang dibangun dari bambu.
"Patung ini bukan untuk disembah, melainkan hanya sebagai spot foto. Bahan patungnya pun terbuat dari alam, yaitu bambu, sehingga tidak akan bertahan lama," jelas Alex.
Terkait penolakan terhadap patung tersebut, pihaknya berencana untuk menggelar musyawarah dengan warga Puncak Bogor, khususnya para ulama di Desa Tugu Selatan.
"Akan mengadakan musyawarah, semoga masalah ini bisa segera diselesaikan," pungkasnya.
Sosok Dyah Suhita
Dikutip dari Kompas.com, Ratu Kencono Wungu adalah pemimpin perempuan terakhir di Kerajaan Majapahit.
Menurut NJ Krom, Ratu Suhita atau Dyah Suhita merupakan putri dari Bhre Wirabhumi. Hal ini berbeda dengan Kitab Pararaton, yang menjelaskan bahwa Dyah Suhita merupakan cucu dari Bhre Wirabhumi.
Pendapat lain menyatakan bahwa Dyah Suhita merupakan putri penguasa kelima Majapahit, Wikramawardhana (1389-1429), dari selirnya. Ada juga yang menyatakan bahwa Dyah Suhita merupakan anak dari Wikramawardhana dengan Kusumawardhani.
Sedangkan pendapat paling kuat menjelaskan bahwa Dyah Suhita adalah anak dari Wikramawardhana, yang memperistri putri kakak ipar sekaligus musuhnya.
Terlepas dari perbedaan pendapat terkait asal-usulnya, Dyah Suhita merupakan putri yang menikah dengan Aji Ratnapangkaja.
Aji Ratnapangkaja adalah salah satu pimpinan militer yang turut berperan dalam Perang Paregreg (1404-1406) melawan Bhre Wirabhumi dari Blambangan.
Ratu Majapahit
Setelah Bhre Wirabhumi kalah dalam Perang Paregreg dan terbunuh pada 1406, Wikramawardhana memimpin Majapahit hingga 1429.
Sepeninggal Wikramawardhana, terjadi kebingungan siapa yang berhak memimpin Kerajaan Majapahit.
Dalam Kitab Pararaton, disebutkan bahwa Wikramawardhana sempat menunjuk anaknya dari Kusumawardhani, yakni Rajakusuma atau Hyang Wekasing Putra, sebagai penerusnya.
Baca juga: Abu Janda: Woy Tolol yang Dilakukan Hamas di Israel Murni Terorisme, Bukan Perjuangan Kemerdekaan
Namun, Hyang Wekasing Putra mati muda. Begitu pula dengan putra Wikramawardhana dari selirnya, Bhre Tumapel, yang juga meninggal.
Keturunan Wikramawardhana hanya tersisa Dyah Suhita dan Bhre Kertawijaya, yang sama-sama dari selir. Akhirnya, Dyah Suhita ditunjuk sebagai pemimpin Majapahit karena lebih tua dari Bhre Kertawijaya.
Dyah Suhita dilantik menjadi Ratu Majapahit pada 1429. Ada pendapat yang menyatakan bahwa Dyah Suhita merupakan orang yang sama dengan Ratu Kencana Wungu.
Bersama suaminya, Aji Ratnapangkaja, yang bergelar Bhatara Parameswara, Dyah Suhita memerintah Majapahit dari 1429 hingga 1447.
Selama memimpin Kerajaan Majapahit, Dyah Suhita kembali menghidupkan kearifan lokal yang terabaikan karena polemik politik.
Selain itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa di era Dyah Suhita, kekuasaan atas Nusantara secara berangsur-angsur kembali ke Majapahit.
Dyah Suhita juga mendirikan bangunan pemujaan di berbagai lereng gunung sebagai punden berundak, seperti di Gunung Penanggungan, Gunung Lawu, dan lain sebagainya.
Dyah Suhita menjadi Ratu Majapahit selama 18 tahun, hingga meninggal pada 1447.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google NEWS
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
Patung Dewi Kencana
Puncak Bogor
kawin kontrak di Bogor
kawin kontrak
patung haram
Permadi Arya
Abu Janda
Simbol Garuda Pancasila, Rudy Susmanto Dukung Pelestarian Elang Jawa di Cigombong Bogor |
![]() |
---|
Diseleksi Ketat, Hanya 1 Persen Pendaftar Lolos Seleksi Masuk SMA Kemala Taruna Bhayangkara |
![]() |
---|
Dedie Rachim Bantu Promosikan Kopi Bogor Legendaris, Petani Kopi Rasakan Manisnya Kopi |
![]() |
---|
Lakukan Vandalisme Cagar Budaya di Balai Kota Bogor Diancam 15 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Polisi Bekuk Buronan Maling Motor di Cibungbulang Bogor, Pelaku Sempat Sembunyi di Lemari Dapur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.