Hari Kartini

Budayawan Ini Ajak Kenang Juga Kartono Kakak Kandung Kartini, Filsuf, Jenius dan Guru Bung Karno

Pada peringatan hari Kartini, Budayawan Sujiwo Tejo ajak kita kenang juga Kartono, kakak kandung RA Kartini. Ia seorang filsuf dan disebut jenius

Istimewa
Foto Kartini dan kakak kandungnya Kartono. Pada peringatan hari Kartini, Budayawan Sujiwo Tejo ajak kita kenang juga Kartono, kakak kandung RA Kartini. Ia seorang filsuf dan disebut jenius 

Kartono tidak hanya memiliki bakat berbahasa, tetapi keberanian dalam menyampaikan berita dari medan perang.

Saat mengikuti ujian wartawan, ia berhasil merangkum berita satu kolom menjadi hanya 27 kata, sedangkan pesaing-pesaingnya rata-rata menggunakan lebih dari 30 kata.

Hasilnya, ia terpilih sebagai wartawan perang untuk surat kabar ternama, The New York Herald Tribune. 

Sebagai upaya untuk memastikan kelancaran tugasnya sebagai wartawan, ia juga dianugerahi pangkat mayor oleh Panglima Perang Amerika Serikat. 

Salah satu karyanya yang paling fenomenal saat menjadi wartawan adalah sebuah liputan perundingan damai antara Perancis dan Jerman di Perang Dunia I.

Perundingan tersebut sangat rahasia dan dijaga ketat, tetapi Sosrokartono berhasil meliput momen itu dengan cermat dan akurat yang membuatnya menjadi sangat populer. 

Setelah Perang Dunia I berakhir, Panji Sosrokartono berhenti dari pekerjaannya sebagai wartawan dan beralih menjadi ahli bahasa untuk kedutaan Perancis di Den Haag, Belanda. 

Keahliannya dalam berbahasa membuatnya menjadi aset berharga dalam urusan diplomatik. 

Sosrokartono juga pernah bekerja sebagai kepala penerjemah di Liga Bangsa-Bangsa yang kemudian menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Perannya di Liga Bangsa-Bangsa sangat penting dalam memfasilitasi komunikasi antara negara-negara anggota yang berbicara dalam berbagai bahasa. 

Panji Sosrokartono menjadi salah satu tokoh terkemuka yang membantu menjembatani pemahaman antarbangsa.

Setelah kembali ke Indonesia pada 1925, Panji Sosrokartono sempat mengajar sebagai guru di Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara.

Namun, intervensi kolonial membuatnya keluar dari Taman Siswa. 

Panji Sosrokartono kemudian memutuskan untuk mendirikan rumah penyembuhan yang diberi nama "Dar Oes Salam". 

Tempat ini berfungsi sebagai klinik pengobatan alternatif dengan menggunakan air putih yang diberi doa. 

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved