Berita Nasional
Risma Tak Tahu Soal Masifnya Bansos Jelang Pemilu, Guru Besar Unair: Dipakai ke Mana Uang itu?
Risma Akui Tak Tahu Menahu Soal Masifnya Penyaluran Bansos Jelang Pemilu 2024, Guru Besar Unair: Dipakai ke Mana Uang itu?
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Henri Subiakto angkat bicara soal kejanggalan penyaluran bansos yang masif jelang pencoblosan Pemilu 2024.
Dirinya menilai kejanggalan itu menjadi salah satu alasan hak angket harus ditempuh DPR RI.
Hal tersebut disampaikan Henri lewat status twitternya @henrysubiakto pada Rabu (20/3/2024).
Dalam postingannya, dirinya menilai hak angket harus dilakukan karena adanya kejanggalan dalam penyaluran bansos.
Terlebih Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini (Risma) dalam Rapat kerja Komisi VIII DPR RI pada Selasa (19/3/2024) menyatakan tidak tahu menahu soal penyaluran bansos sebesar Rp 419 triliun.
Alasannya, Kemensos hanya bertanggung jawab terhadap penyaluran bansos sebesar Rp 78 Triliun.
"Makin relevan Hak Angket, DPR harus menyelidiki kenapa anggaran Bansos yg sangat besar 419 trilyun justru digunakan bukan oleh Kementerian Sosial, dipakai kemana uang itu?" tanya Henri.
"Siapa yg ambil keuntungan dari dana besar itu? DPR dan rakyat berhak tahu," jelasnya.
Dirinya menegaskan apabila bansos tersebut dipolitisasi, aparat penegak hukum harus menyeret pelakunya.
"Kalau benar itu disalahgunakan, tegakkan hukum, seret pelaku jika ada yg menggunakan anggaran negara secara ugal ugalan itu," tegasnya.
DPR Pertanyakan Masifnya Bansos Jelang Pemilu
Diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDI-P My Esti Wijayati meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini menjelaskan masifnya bantuan sosial (bansos) pemerintah yang tiba-tiba digelontorkan menjelang pencoblosan Pemilu 2024.
Meski tidak semua bansos yang diberikan saat itu berasal dari Kemensos, namun Esti tetap meminta Risma menjelaskan.
Ia merujuk pada kejadian di daerah pemilihannya Yogyakarta di mana bansos gencar disalurkan ke masyarakat pada Januari dan Februari 2024.
"Bantuan sosial yang mengalir itu, yang kami lihat, saya soalnya langsung juga ke beberapa ke banyak titik, ada beras macam-macam bergulir, saya enggak tahu tulisannya, orang tahu itu bansos, bansos ya tahunya dari Kemensos," kata Esti dalam rapat kerja Komisi VIII DPR bersama Mensos, Selasa (19/3/2024).
"Itu mengalir semua tiada henti, menjelang coblosan 14 Februari," lanjut dia.
Esti meminta Risma menjelaskan kepada DPR siapa yang bertanggungjawab dalam hal pemberian bansos pemerintah itu.
Jika bukan Kemensos yang memberikan, pihak Risma juga diminta menindaknya.
"Nah kami membutuhkan ini untuk bisa kemudian mendudukkan persoalan, siapa yang bertanggungjawab, oh Kemensos hanya ini, di luar ini ditindak Kemensos, ini yang harus kami paham," ujar dia.
Menurut Esti penjelasan Risma diperlukan mengingat Indonesia ke depan bakal menghadapi kontestasi demokrasi setelah Pemilu, yakni Pilkada 2024.
Dia khawatir hal serupa pemberian bansos dilakukan oleh kepala daerah petahana yang maju kembali dalam Pilkada menjelang pencoblosan.
"Kita bicaranya meluruskan, supaya apa yang terlihat dengan kasat mata di masyarakat ini tidak perlu diulang nanti di Pilkada dengan menggunakan pola yang sama. Belum pencoblosan, gubernur bupati wali kota incumbent menggelontorkan yang sama. Saya mohon izin ini juga jadi evaluasi, apakah kita sudah tepat kemarin melakukan itu," katanya.
Sebelumnya, penyaluran bansos selama masa kampanye pemilu tahun ini sempat menjadi sorotan dan dinilai bermuatan politis.
Meski mendapat sorotan, pemerintah tetap menggenjot penyaluran bansos.
Bahkan, pemerintah berjanji akan terus menyalurkan bansos hingga Juni 2024.
Dalam realisasi program bansos, Presiden Joko Widodo bahkan sampai "turun gunung" dengan mengecek penyaluran bansos sejumlah tempat.
Selain Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga turun langsung membagikan bansos.
Ia membagikan bantuan cadangan beras pemerintah di Indramayu, Jawa Barat, Rabu (24/1/2024).
Risma Mengaku Tak tahu Menahu
Penyaluran bantuan sosial (bansos) pangan yang masif selama masa kampanye Pemilihan Umum 2024 sempat menjadi sorotan publik lantaran dinilai bermuatan politis.
Risma mengaku tidak tahu-menahu mengenai hal tersebut.
Sebab, dari total alokasi anggaran untuk perlindungan sosial Rp 497 triliun, pihaknya hanya bertanggung jawab menyalurkan sebesar Rp 78 triliun.
Selain itu, bansos yang disalurkan Kemensos sudah mengikuti data penerima bansos yang sudah ada sehingga nama-nama yang tidak ada dalam daftar tidak akan diberikan bansos.
"Jadi kan yang sisanya itu aku enggak tahu, aku enggak berhaklah untuk bicara itu," ujarnya usai rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Pada rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Risma mengungkapkan, setiap tahun pemerintah mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) untuk bansos.
Pada tahun ini, SPM tersebut dikeluarkan pada 26 Januari lalu atau sekitar dua pekan sebelum Pemilihan Umum 2024 yang diselenggarakan 14 Februari 2024.
Anggaran bansos yang dikeluarkan pemerintah melalui SPM itu langsung disalurkan ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bansos melalui bank penyalur.
Artinya, Kemensos tidak secara langsung memegang anggaran bansos tersebut.
"Kami itu Pak megang uang besar itu seperti ikan di akuarium. Kita bisa lihat, tapi enggak bisa pegang karena uang itu langsung ke KPM bukan lewat kami," jelasnya.
Risma Menangis
Sebelumnya, Risma yang dicecar soal masifnya bansos yang digelontorkan jelang pencoblosan Pemilu 2024 menangis.
Dirinya berurai air mata ketika mendengarkan cerita anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar M. Ali Ridha.
Dia menceritakan seorang lansia berusia 90 tahun bernama Semi.
"(Semi) Hidup sebatang kara dan dia harus menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja membuat lempeng, kerupuk lempeng itu dengan bayaran Rp 5.000. Dan itu tentu tidak cukup untuk menghidupi dirinya dan saya sempat, Bu, saya datang," kata Ridha kepada Risma dalam rapat.
"Saya menyempatkan diri untuk datang ke rumahnya dan benar orang ini memang sebatang kara, dan kebetulan dia memasak mohon maaf, bu karena tidak ada beras (nahan nangis) dia harus memakan tahu dan kacang panjang yang harus direbus tanpa menu apa pun," ujarnya lagi.
Di momen ini lah, Risma tampak mulai menutup mulutnya dengan tisu dan terlihat mulai meneteskan air matanya.
Sementara Ridha melanjutkan ceritanya.
Baca juga: Ada Penerima Bansos Beraset Rp 1 M, Dinsos DKI: Itulah Sebabnya Kami Verifikasi 19.042 Penerima KJMU
Dia menyampaikan bahwa Semi hanya salah satu warga tidak mampu yang ditemuinya.
Namun, dia meyakini bahwa Risma sebagai menteri tentu banyak menemukan kasus serupa.
"Karena wilayah yang ibu tangani di seluruh nusantara ini," kata Ridha.
Lebih lanjut, kisah Semi ini diceritakan Ridha semakin miris.
Sebab, tidak menerima bantuan sosial karena tidak termasuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Padahal, Ridha mengatakan, tetangga Semi menerima bantuan sosial dari pemerintah.
Diketahui, DTKS adalah data yang meliputi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Penerima Bantuan dan Pemberdayaan Sosial, serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).
"Tetapi dirinya tidak menerima bantuan. Supaya tidak panjang Bu Menteri, artinya begini, hal-hal seperti ini tentu banyak ibu temukan," ujar politikus Partai Golkar ini.
Melalui cerita Sumi, Ridha lantas merasakan bagaimana beratnya Risma bekerja menangani rakyat miskin di Indonesia.
Dia pun berharap segera ada perbaikan dalam DTKS untuk mengatur seberapa besar warga yang semestinya layak menerima bantuan.
"Pertanyaannya, ketika itu terjadi di daerah lain, siapa yang bisa mengusulkan nama orang tersebut, agar dia bisa menerima DTKS? Petugas PKH kah? Kepala desa kah?" ujar Ridha.
Guyuran Bansos Jelang Pemilu
Dikutip dari Kompas.com, mendekati hari pemungutan suara pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024, pemerintah terus menggelontorkan berbagai jenis bantuan sosial (bansos) atau perlindungan sosial (perlinsos) bagi masyarakat.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah jumlah anggaran Bansos pada 2024 yang mencapai Rp 496 triliun.
Jumlah anggaran Bansos pada 2024 lebih besar 12,4 persen dari tahun lalu yang mencapai Rp 439,1 triliun.
Bahkan jumlah anggaran Bansos 2024 beda tipis dari masa awal pandemi Covid-19 pada 2020, yang mencapai Rp 498 triliun.
Anggaran bansos berangsur menurun pada 2021 menjadi Rp 468,2 triliun, dan Rp 460,6 triliun pada 2022.
Bantuan sosial yang diberikan pemerintah mulai awal 2024 terdiri dari berbagai jenis.
Pertama adalah Bantuan Langsung tunai (BLT) El Nino.
Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), BLT El Nino dimaksudkan buat menggenjot daya beli masyarakat.
BLT El Nino diberikan kepada 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dengan nilai buat masing-masing penerima sebesar Rp 400.000.
Bansos lainnya adalah Bantuan Pangan Beras sebanyak 10 kilogram untuk setiap KPM.
Pemerintah menyalurkan bantuan pangan beras sejak April 2023 dan direncanakan akan tetap dibagikan sampai Juni 2024.
Pemerintah juga menggelontorkan Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2024 yang dibagikan dalam 4 tahap.
Pemberian PKH Tahap 1 dilakukan pada Januari-Maret 2024, lalu tahap 2 dan 3 pada April-Juni dan Juli-Oktober 2024, kemudian tahap 4 pada Oktober hingga Desember 2024.
Jumlah PKH bervariasi yakni maksimal Rp 3 juta per tahun bagi balita serta ibu baru melahirkan.
Sedangkan bagi siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas diberikan bantuan sebesar Rp 900.000 sampai Rp 2.000.000 per tahun.
Sedangkan bagi lansia berusia di atas 70 tahun serta penyandang disabilitas diberikan bantuan maksimal Rp 2.400.000 per tahun.
Pemerintahan Presiden Jokowi juga menggelontorkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bagi keluarga dengan kondisi sosial ekonomi 25 persen terendah di daerah pelaksanaan.
Bentuk BPNT itu adalah pemberian uang Rp 200.000 per bulan yang diberikan setiap 2 bulan sekali.
Pemerintah juga mengalokasikan bantuan sosial berupa Program Indonesia Pintar (PIP) pada 2024 yang dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Bansos PIP itu berupa bantuan dana bagi 18,59 juta siswa SD, SMP, SMA dan SMK di seluruh Indonesia.
Yang terbaru adalah Jokowi berencana menggulirkan BLT Mitigasi Risiko Pangan untuk 18,8 juta KPM.
Masing-masing KPM bakal menerina bantuan sebesar Rp 600.000 selama 3 bulan yakni Januari sampai Maret 2024.
Sri Mulyani bilang, dalam perumusan APBN tersebut, pemerintah sudah melibatkan pihak legislatif, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"UU APBN itu dibahas bersama seluruh partai politik fraksi di Senayan dan setelah menjadi UU dia menjadi instrumen negara bersama," ujar Sri Mulyani.
Di sisi lain, muncul kekhawatiran terjadi politisasi atas pemberian Bansos.
Menurut Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, pemerintah pusat sampai desa yang berwenang mendata dan menyalurkan bansos tidak boleh menggunakan hal itu sebagai instrumen buat "menyandera" rakyat demi kepentingan elektoral pihak tertentu.
"Bansos itu kan sebenarnya hak mereka, tapi kemudian ketika mereka merasa ketakutan, itu problem besar dari integritas Pemilu kita," kata Titi dalam diskusi lembaga survei Indopol bertajuk 'Anomali Perilaku Pemilih Pemilu 2024 dan Perbedaan Hasil Lembaga Survei', di Tebet, Jakarta, seperti dikutip dari siaran streaming pada Kamis (25/1/2024).
Titi mengatakan, ciri-ciri Pemilu demokratis adalah rakyat sebagai pemilih terbebas dan merdeka penuh dari segala gangguan.
"Gangguan apa saja. Gangguan intimidasi fisik maupun verbal, mental psikologis, gangguan dari uang, gangguan dari disinformasi dan misinformasi, termasuk juga gangguan terkait dengan serangan terhadap sesuatu yang menjadi hak mereka," ujar Titi.
Maka dari itu, menurut Titi tidak patut jika bansos dijadikan cara buat menggiring masyarakat demi kepentingan elektoral pihak tertentu.
"Bansos ini kan hak mereka. Kalau ditanya tunda saja bansosnya? Saya juga tidak setuju. Masa kita menunda hak warga karena akibat dari ulah culas praktik-praktik oknum-oknum yang melakukan politisasi bansos. Itu juga tidak bertanggung jawab," papar Titi.
Tanggapan Anies dan Ganjar
Sementara itu, Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan mengatakan, pemberian Bansos tidak boleh diiringi oleh politisasi atau mengajak masyarakat memilih pasangan calon tertentu.
Menurut Anies, penduduk yang saat ini menerima Bansos suatu saat ingin menjadi nasibnya beranjak lebih baik.
“Kondisi sulit itulah yang membuat mereka harus mendapat bansos. Lah, masa terima bansos begini, kondisi sulit mau diteruskan sulitnya?” kata Anies di Lapangan Pendawa Seimbang, Tegal, Jawa Tengah pada Selasa (30/1/2024).
Sedangkan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo meminta supaya Bansos diberikan langsung kepada masyarakat melalui lurah atau kepala desa (kades) ketimbang oleh menteri.
Menurut dia, hal tersebut bisa menjadi solusi dibandingkan bansos dihentikan sementara waktu ketika Pemilu 2024 atau dipolitisasi.
"Cukup dibagikan kepada mereka yang tidak ikut dalam kepentingan politik, kasihkan saja pada para lurah, kades, kan cuma berbagi saja,” kata Ganjar ditemui di Stadion Golo Dukal, Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (26/1/2024).
Ganjar memandang, lurah dan kepala desa adalah pihak yang tidak ikut dalam kontestasi Pemilu 2024.
Di lain sisi, Ganjar menilai jika pemberian bansos dilakukan lurah dan kades, maka hal itu bisa mencegah potensi penyalahgunaan bansos.
Diwarnai Baku Hantam, Begini Hasil Akhir Muktamar X PPP |
![]() |
---|
Oknum Guru Karaoke Mesra Pakai Smart Tv dari Prabowo Subianto Bukan Pasangan Suami Istri |
![]() |
---|
Kesal Jalan Rusak Terus, Dedi Mulyadi Tutup Tambang Parung Panjang |
![]() |
---|
Foto-foto Konferensi Pers Penanggulangan KLB Pada Program Prioritas MBG |
![]() |
---|
Banyak Kasus Keracunan MBG, Kepala BGN: Dialami SPPG yang Baru Beroperasi, SDM Butuh Jam Terbang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.